Kementerian Perhubungan telah menyiapkan Peraturan Menteri Perhubungan No.32/2015 tentang pengamanan kargo dan pos serta rantai pasok kargo dan pos yang diangkut dengan pesawat udara. Setidaknya ada dua isu dalam aturan ini yakni ketentuan mengenai persyaratan modal disetor untuk menjadi perusahaan pengelola regulated agent minimal Rp25 miliar, dan tarif batas bawah pemeriksaan barang sebesar Rp550/kg yang dapat disatukan dengan airway bill atau surat muatan udara.
Arman Yahya, Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Soekarno Hatta, menyesalkan sikap Kemenhub yang menerapkan tarif pemeriksaan kargo minimal Rp550/kg itu. Menurutnya, semestinya biaya pemeriksaan itu ditetap serendah mungkin karena berbagai tarif yang dikenakan semakin melemahkan daya saing barang ekspor itu.
Danang Girindrawardana, Ketua ORI, mengatakan pihaknya kecewa lantaran dalam pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) rekomendasi itu tidak direspons dengan baik oleh para menteri terkait. Dia berharap para menteri di jajaran kabinet Joko Widodo bisa lebih responsif menanggapi rekomendasi Ombudsman.
TAK BERI NILAI TAMBAH Yurlis Hasibuan, Direktur Keamanan Penerbangan, meminta ORI untuk membuat surat yang berisi permintaan kepada Kemenhub untuk menjelaskan tentang struktur biaya pemeriksaan keamanan kargo secara terperinci. “Ya kalau mau, buat saja suratnya,” ujarnya.
Zaroni, pakar rantai pasok dari Supply Chain Indonesia (SCI), menilai ketentuan tarif baru RA yang menetapkan tarif batas bawah RA sebesar Rp550/ kg, merupakan konsekuensi dari peningkatan perbaikan kualitas pelayanan RA. Dia mengatakan semestinya perlu diperhatikan biaya RA bukanlah satu-satunya biaya yang dikenakan atau dibebankan pada kargo dan pos yang diangkut menggunakan pesawat udara. Selain tarif surat muatan udara (SMU), katanya, dikenakan juga biaya-biaya lain yakni sewa gudang (terminal fee), jasa KADE atau Kawasan Depan (handling charges), cargo service charges, dan regulated agent. Beberapa pengelola RA di bandara, menurutnya, juga membebankan biaya administrasi, dokumen, EDI, dan barcode, tergantung dari pengelolanya. Sumber dan berita selengkapnya: Bisnis Indonesia, edisi cetak 2 Maret 2015