Oleh: Setijadi, S.T., M.T., IPM.
Chairman | Supply Chain Indonesia
Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai kisaran 4,7-5,5% pada 2024 dan akan meningkat 4,8-5,6% pada 2025. Hal itu karena ekonomi Indonesia tetap berdaya tahan dan terus menunjukkan prospek yang baik di tengah pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat dengan ketidakpastian yang tinggi.
Bank Indonesia menyatakan inflasi akan tetap terkendali dalam rentang sasaran 2,5±1% pada 2024 dan 2025 didukung konsistensi kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP). Stabilitas eksternal dan sistem keuangan tetap terjaga, dan digitalisasi juga terus berkembang pesat.
Untuk menghadapi ketidakpastian global yang terus meningkat di tengah siklus ekonomi dan keuangan nasional yang masih berada di bawah kapasitas perekonomian potensial, bauran kebijakan Bank Indonesia akan terus diarahkan untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Arah bauran kebijakan Bank Indonesia pada tahun 2024 mencakup kebijakan moneter yang difokuskan pada stabilitas (“pro-stability“) khususnya pencapaian sasaran inflasi dan stabilitas nilai tukar Rupiah. Sementara empat kebijakan Bank Indonesia lainnya yaitu kebijakan makroprudensial, kebijakan sistem pembayaran, kebijakan pendalaman pasar uang dan pasar valas, dan kebijakan ekonomi keuangan inklusif dan hijau terus diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan (“pro-growth“).
Berkaitan dengan upaya menjaga tingkat inflasi dan mendukung pertumbuhan ekonomi, sektor logistik berperan penting. Upaya menjaga tingkat inflasi melalui peningkatan peranan sektor logistik perlu dilakukan secara lebih komprehensif mengingat target inflasi 2024-2025 itu yang terendah sekurangnya sejak tahun 2001.
Salah satu indikator pengukuran inflasi adalah Indeks Harga konsumen (IHK) yang mencakup 11 kelompok pengeluaran. Biaya logistik tertinggi diperkirakan pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau atau pangan secara umum.
Berkaitan dengan karakteristiknya, persentase biaya logistik pangan relatif tinggi yaitu sekitar 20-40% dari harga tergantung jenis komoditasnya, sehingga efisensi sistem logistik sangat penting dalam upaya menjaga tingkat inflasi. Sebagai perbandingan, Kementerian PPN/Bappenas menyebut biaya logistik nasional (domestik) sebesar 14,1% dan biaya logistik ekspor sebesar 8,98% terhadap harga barang.
Berkaitan dengan upaya meningkatkan efisiensi logistik dalam menjaga tingkat inflasi, Supply Chain Indonesia menyampaikan enam rekomendasi sebagai berikut:
Pertama, peningkatan koordinasi dan kerja sama antara BI (Tim Pengendalian Inflasi Pusat) dan pemerintah pusat (kementerian/lembaga terkait) serta perguruan tinggi/lembaga penelitian untuk pemetaan rantai pasok pangan secara nasional.
Pemetaan untuk mengidentifikasi dan menganalisis sumber-sumber pasokan dan permintaan komoditas-komoditas pangan utama, terutama yang berpotensi berpengaruh signifikan terhadap inflasi, berikut karakteristik pasokan dan permintaan, serta jalur-jalur distribusinya.
Kedua, peningkatan koordinasi dan kerja sama antara BI (Tim Pengendalian Inflasi Daerah) dan pemerintah daerah serta perguruan tinggi/lembaga penelitian setempat untuk pemetaan rantai pasok pangan wilayah.
Pemetaan untuk mengidentifikasi dan menganalisis sumber-sumber pasokan dan permintaan komoditas-komoditas pangan utama pada tingkat wilayah/daerah secara khusus. Pemetaan ini juga terutama terhadap komoditas-komoditas utama yang berpotensi berpengaruh signifikan terhadap inflasi, berikut karakteristik pasokan dan permintaan, serta jalur-jalur distribusinya pada wilayah/daerah tersebut.
Ketiga, peningkatan kerja sama dengan pemerintah-pemerintah daerah untuk menyusun sistem logistik daerah, termasuk logistik dan distribusi pangan yang efisien, sebagai upaya strategis yang akan berdampak secara jangka panjang.
Sistem logistik daerah sangat diperlukan terutama untuk mencapai efisiensi dan efektivitas rantai pasok dan proses-proses operasional logistik yang akan mempengaruhi ketersediaan dan stabilitas stok maupun harga komoditas-komoditas pangan.
Keempat, penyiapan sistem logistik yang tangguh untuk pengembangan rantai pasok produk dan komoditas nasional yang potensial dalam rangka mengurangi ketergantungan impor. Sebagai salah satu contoh, industri farmasi Indonesia mengimpor lebih dari 90% bahan baku produksinya.
Berbagai produk dan komoditas substitusi impor sangat mungkin dapat dikembangkan dari sumber daya alam Indonesia yang berlimpah. Pengembangan ini harus dilakukan secara end-to-end dengan dukungan sistem logistik yang tangguh.
Kelima, pengembangan sistem informasi pangan untuk memantau ketersediaan stok dan proses distribusi dalam rangka menjaga kestabilan harga pangan.
Sistem informasi pangan yang handal diperlukan untuk mengetahui dan memantau data/informasi mengenai pasokan, permintaan, dan distribusi pangan. Sistem informasi pangan juga dapat dikembangkan sebagai tools untuk memproyeksikan perubahan pasokan dan permintaan pangan, sehingga dapat dilakukan antisipasi kekurangan atau kelebihan stok yang berdampak terhadap fluktuasi harga yang merugikan beberapa pihak.
Keenam, penetapan suku bunga pinjaman yang lebih kompetitif untuk sektor logistik, terutama untuk pembangunan infrastruktur dan fasilitas untuk peningkatan konektivitas logistik, serta pengadaan armada transportasi. Suku bunga komersial yang ditetapkan untuk sektor logistik relatif tinggi berdasarkan penilaian bisnis dan risikonya, sehingga dibutuhkan kebijakan khusus dan intervensi dari pemerintah/lembaga terkait.
Dalam upaya peningkatan efisiensi itu, upaya perbaikan dan pengembangan sistem logistik memerlukan sinergi para pemangku kepentingan mengingat sistem logistik bersifat multidimensional, multisektoral, dan multistakeholders. Stakeholders dalam sistem logistik tidak hanya perusahaan-perusahaan pemilik barang sebagai pengguna jasa logistik maupun para penyedia jasa logistik, tetapi juga operator infrastruktur atau fasilitas logistik (seperti pelabuhan dan bandara), operator telekomunikasi, perbankan dan asuransi, serta kementerian/lembaga terkait.
Bandung, 8 Desember 2023
Referensi:
Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2023: Sinergi Memperkuat Ketahanan dan Kebangkitan Ekonomi Nasional. https://www.bi.go.id/id/publikasi/ruang-media/news-release/Pages/sp_2532123.aspx.
Setijadi
Chairman
Supply Chain Indonesia
E-mail: setijadi@SupplyChainIndonesia.com
www.SupplyChainIndonesia.com
Download catatan ini:
Catatan SCI - Efisiensi Logistik untuk Mendukung Pencapaian Target Inflasi 1,5-3,5 Persen pada 2024-2025 (591.7 KiB, 109 hits)