Oleh: Rudy Sangian | Senior Consultant at Supply Chain Indonesia
Dwelling time di Pelabuhan sampai saat ini masih menjadi salah satu permasalahan yang harus segera dibenahi oleh pemerintah, karena hal ini berkaitan dengan penentuan biaya logistik di Indonesia.
Penyebab lamanya pengiriman barang ini bukan hanya karena yard occupancy ratio (YOR), tetapi banyak faktor yang mempengaruhi pengiriman barang di pelabuhan.
Kelancaran arus kapal dan barang di pelabuhan tidak terlepas dari gerakan kelancaran kapal yang memuat barang-barang tersebut, artinya barang yang berada di atas kapal yang menyangkut barang tersebut itu harus menjadi pertimbangan mengenai kelancaran ketika kapal yang bersangkutan sedang berlabuh dan memerlukan percepatan gerakan untuk bertambat di dermaga pelabuhan tujuan.
Pengertian kecepatan barang pada alur inbound dan outbound dipelabuhan, menurut pandangan saya, adalah:
Pengertian kecepatan barang pada alur inbound
- Kecepatan barang yang berada di kapal pada posisi labuh segera mendapatkan tambatan kapal
- Kecepatan barang yang berada di kapal pada posisi tambat segera dibongkar dan ditempatkan di lini I quay yard yang sudah direncanakan sebelumnya
- Kecepatan barang yang berada di lini I quay yard segera dikeluarkan dari lini I pelabuhan
Pengertian kecepatan barang pada alur outbound
- Kecepatan penerimaan barang yang akan masuk lini quay yard segera diterima dan ditempatkan lini I quay yard yang sudah direncanakan sebelumnya
- Kecepatan barang yang sudah ditempatkan di lini I quay yard segera dimuat ke atas kapal
- Barang yang sudah berada di atas kapal segera diberangkatkan sehingga area tambatan kapal menjadi kosong dan siap menerima kapal berikutnya untuk kegiatan bongkar muat
Mari kita exercise salah satu aspek yang diperlukan untuk kelancaran arus kapal dan barang tetapi juga mementingkan keselamatan kapal dan keamanan negara sebagai berikut:
Kapal sebelum masuk perairan pelabuhan tujuan harus melapor ke kantor otoritas pelabuhan. kapal bisa saja tidak diizinkan masuk pelabuhan tujuan, jika kantor otoritas pelabuhan melalui kantor syahbandar mendapatkan info intelijen dari instansi lainnya yang berkenaan dengan keamanan negara (mis: kelompok ISIS, teroris dsbnya) maka kapal ybs dilarang masuk perairan Indonesia
- Jika tidak mendapatkan izin masuk maka kapal tidak boleh berada di area labuh bahkan harus segera berangkat keluar perairan Indonesia
Kondisi di lapangan saat ini adalah sebagai berikut:
- Kapal masuk dan sudah berada di tambatan kapal dan bahkan sudah mau berangkat baru dilaporkan kepada kantor otoritas pelabuhan
- Kewenangan kantor otoritas pelabuhan itu tidak berdaulat atau dipatuhi oleh agen kapal dan manajemen terminal dermaga pelabuhan
- Setelah kapal berlabuh maka satu-satu dokumen negara yang absah untuk menggerakan kapal ke posisi tambatan adalah surat perintah olah gerak
- Kondisi di lapangan pada saat ini kapal sudah berada di tambatan dermaga tanpa surat perintah olah gerak yang disebut dengan direct berthing
- Sekalipun kapal sudah memiliki surat perintah olah gerak namun kapal belum bisa ditambatkan yang disebabkan pengelolaan dermaga itu bersifat eksklusif berdasarkan kontrak B2B antara PBM (perusahaan bongkar muat) dengan manajemen terminal dermaga pelabuhan. Artinya: sekalipun area dermaga kosong tetapi tidak boleh digunakan oleh kapal lain yang “tidak berkepentingan”.
- Kondisi ini menjadikan kapal berlama-lama di area labuh dengan muatan barangnya karena tidak memiliki kepastian mengenai tanggal dan jam ditarik oleh divisi kepanduan menuju area tambatan. Ini sebenarnya sudah masuk hitungan lamanya barang di pelabuhan; dan belum termasuk perhitungan dwelling time (lamanya barang di lini I quay yard). dan ini menjadikan biaya logistik kita tertinggi di Asean.
- Kondisi “atur-atur” di lapangan bisa menjadikan kapal mendapatkan tanggal dan jam ditambatkan itu adalah 3 hari s/d 10 hari lamanya
- Pemerintah seharusnya dapat menelusuri siapa sebenarnya yang “meng-atur-atur” dimaksud di atas sehingga layanan kapal dan barang di pelabuhan itu bebas diskriminasi, bersiftat transparan dan adil sehingga perusahaan logistik yang kecil dapat bertumbuh menjadi besar.
- Pemerintah seharusnya harus dapat mengkaji mengapa pengelolaan terminal tambatan kapal itu di-B2B-kan sedemikian rupa sehingga berth occupancy ratio itu tidak maksimal dan akhirnya berpengaruh terhadap pungutan Jasa Kepelabuhanan dan PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) yang berkenaan dengan Uang Labuh Kapal.
Penjelasan di atas ini baru salah satu aspek mengenai kelancaran arus barang dan keterkaitannya dengan barang yang dimaksud itu masih berada di atas kapal dan memerlukan percepatan gerakan kapalnya.
Menurut kajian saya, lamanya barang berada di pelabuhan itu terdiri dari:
- Lama barang berada di kapal yang sedang berlabuh
- Lama barang yang berkenaan dengan kapal belum dilayani untuk masuk area tambatan
- Lama barang dibongkar dari atas kapal untuk ditempatkan di lini I quay yard
- Lama barang yang disebabkan pemilik barang yang dikuasakan belum mengambilnya di lini I quay yard
Jika kapal baru mendapatkan tambatan itu rata-rata 10 hari, kemudian ditambahkan dengan perhitungan kemampuan throughput GSL lini I quay yard priok yang seluas 152.3 Ha itu adalah 14 hari maka rata-rata lama barang di pelabuhan priok adalah 10 hari + 14 hari = 24 hari.
Perhitungan di atas ini adalah dari sisi alur inbound dan saya belum mengkaitkannya dengan efek domino dari alur outbound.
Mungkin ada dari berbagai kalangan mengatakan bahwa lama barang berada di pelabuhan itu maksimum 5 hari. Pertanyaan saya adalah sebagai berikut:
- Apakah perhitungan itu sudah termasuk barang masih berada di atas kapal yang berlabuh dan sangat lama responnya untuk ditambat?
- Apakah perhitungan itu sudah termasuk dengan lamanya barang diangkat dari atas kapal untuk ditempatkan di lini I quay yard?
- Apakah perhitungan itu sudah termasuk dengan lamanya barang diambil oleh pemilik barang yang dikuasakan untuk keluar dari lini I quay yard
Pengalaman saya mendapatkan order angkutan barang dari Batam ke Priok yang nyata saya alami sendiri:
- Saya hitung sewa kontainer dari Batam ke Jakarta itu Rp. 5 juta
- Saya hitung sewa truk dari Priok ke tempat Gudang Penerima Barang itu Rp. 700.000 sudah termasuk TKBM yang disediakan perusahaan truk 3 orang
Biaya Logistik berdasarkan perhitungan saya di atas adalah Rp. 5.700.000. Tetapi yang saya alami kapal baru mendapatkan tambatan itu 10 hari. Akhirnya saya harus membayar biaya kelebihan pemakaian kontainer karena perjanjiannya hanya maksimum 4 hari. Kemudian ketika kontainer saya sudah lini I quay yard, saya tidak boleh menggunakan TKBM yang disediakan perusahaan truk dan harus membayar TKBM yang disediakan oleh pihak lain di Pelabuhan, dan yang mengherankan saya beberapa kardus pada saat pemindahan stripping ke truk pengangkut saya hitung ada yang hilang, akhirnya yang terjadi adalah saya mengalami kerugian.
Pelabuhan di Indonesia masih memerlukan pembenahan yang luar biasa, dan tidaklah mengherankan mengapa biaya logistik di Indonesia itu menjadi biaya tertinggi di Asean.
Download Artikel ini:
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengiriman Barang di Pelabuhan (446.2 KiB, 1,532 hits)