Oleh: Arkan Muhammad Faizulhaq
Junior Consultant | Supply Chain Indonesia
Pertumbuhan sektor angkutan barang di Indonesia terlihat cukup signifikan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2023, pertumbuhan angkutan barang laut dan kereta api dari bulan ke bulan (m-to-m) mengalami peningkatan yang konsisten. Pada Mei 2023 terjadi peningkatan volume sebesar 7,76% pada pengangkutan barang dengan transportasi laut dan sebesar 4,91% pada pengangkutan barang dengan transportasi kereta api.
Seiring dengan pertumbuhan sektor pengangkutan barang yang semakin besar, konsumsi bahan bakar dan emisi yang dihasilkan akan semakin besar pula. Setiap tahun industri angkutan barang mengangkut barang senilai triliunan dolar setiap tahunnya dengan membakar jutaan bahan bakar dan menghasilkan gas rumah kaca beserta polutan lainnya.
Sektor pengangkutan barang dengan menggunakan moda-moda transportasi jalan, transportasi rel, transportasi air, dan transportasi udara menyediakan layanan penting untuk pengiriman produk dan sumber daya. Namun, pergerakan barang di sektor ini memiliki pengaruh terhadap sektor ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Schmied (2014), berdasarkan data dari World Economic Forum, menjelaskan sebesar 5-6% dari emisi gas rumah kaca (GHG) global disebabkan oleh sektor logistik. Secara spesifik, moda transportsi jalan menyumbang GHG terbesar disusul oleh transportasi air/laut, transportasi udara, dan transportasi rel.
Green Freight
Green freight atau pengangkutan barang ramah lingkungan merupakan serangkaian strategi, kebijakan, dan implementasi yang berfokus pada pergerakan barang dengan dampak yang minimal pada lingkungan, iklim, dan kesehatan masyarakat. Strategi tersebut dicapai dengan mengurangi intensitas emisi polutan dan gas rumah kaca dari berbagai moda angkutan seperti jalan raya, kereta api, laut, jalur perairan, dan udara (Sehlleier dkk., 2017).
Angkutan barang yang ramah lingkungan juga bertujuan untuk memfasilitasi pembangunan ekonomi melalui efisiensi energi dan kemanan bahan bakar. Implementasi dari strategi ini dapat dilakukan melalui kemitraan dengan pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya. Sehlleier dkk. (2017) menjelaskan bahwa, secara praktis, angkutan barang ramah lingkungan memiliki dua tujuan utama, yaitu untuk mengurangi polutan per kilometer dan emisi gas rumah kaca dan untuk mengurangi jumlah perjalanan yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan barang (Sehlleier dkk., 2017).
Pemenuhan tujuan tersebut tidak selalu membutuhkan inovasi dan dana investasi yang besar. Cara sederhana dapat menjadi strategi yang tepat karena tidak membutuhkan dana investasi yang besar dan inovasi yang membutuhkan waktu yang lama. Strategi seperti melakukan pemantauan terhadap perjalan pada proses pengangkutan barang. Perusahaan pengantar barang perlu untuk menerapkan strategi“hasil yang maksimal dari setiap pergerakan.”
Berdasarkan Freight Logistics Solutions, perusahaan pengangkutan hanya dibayar untuk perjalanan dari titik pengambilan sampai ke tujuan. Biaya tersebut tidak mencakup perjalanan untuk mengambil muatan atau perjalanan pulang setelahnya. Apabila perusahaan dapat mengoptimalkan pengiriman dengan menemukan muatan untuk dibawa dalam rute penjeputan atau dalam rute perjalanan pulang, perusahaan dapat meningkatkan keuntungan pengangkutan dan mengurangi biaya bahan bakar, serta emisi berlebih.
Kolaborasi sebagai Penerapan Green Freight dalam Konteks Logistik
Kolaborasi dalam konteks logistik dilakukan dengan menerapkan sistem pengangkutan multimoda. Sistem ini memiliki prinsip komplementer atau setiap moda transportasi saling melengkapi dan bukan bersifat substitusi. Terdapat dua konsep pelayanan angkutan multimoda yang mengintegrasikan kereta api, angkutan laut, dan angkutan jalan, yaitu Trunk and Feeder dan Trunk with Branching (Prinanto & Herijanto, 2012).
Konsep Trunk and Feeder memiliki jalur utama yang banyak dan dengan frekuensi pengiriman yang tinggi. Di ujung dan di beberapa titik rute terdapat moda lain sebagai penunjang pengiriman. Moda penunjang umumnya lebih fleksibel dalam pergerakannya. Sementara, Trunk with Branching memiliki satu jalur utama yang bercabang menjadi beberapa jalur. Percabangan tersebut dapat menggunakan moda yang sama ataupun berbeda (Prinanto & Herijanto, 2012).
Elemen Utama dari Strategi Pengangkutan Barang yang Ramah Lingkungan (Angkutan Jalan Raya)
Schmied (2014) menjelaskan empat strategi pengangkutan barang yang ramah lingkungan, yaitu:
- Avoid
Avoid atau hindari merupakan strategi untuk menghindari segala risiko yang akan merugikan perusahaan dengan optimalisasi sistem logistik. Terdapat beberapa cara yang dapat diimplementasikan seperti mengurangi volume dan jarak pengangkutan. Pengurangan volume dan jarak dapat menggunakan sistem jaringan hub & spoke. Sistem ini mengakomodasi produk di suatu area pada hub atau distribution center yang dihubungkan ke beberapa depot (Ghaffarinasab dkk, 2015).
Cara lainnya yaitu dengan menghindari adanya pengiriman kosong seperti saat perjalanan pulang ke gudang. Perlu adanya sistem yang mengatur dan mengontrol rute pengiriman barang. Perusahaan dapat menggunakan platform pengiriman berbasis internet. Platform ini menghubungkan perusahaan transportasi dengan penyedia jasa angkutan. - Shift
Shift merupakan usaha untuk mengalihkan transportasi angkutan jalan raya ke moda yang lebih ramah lingkungan. Untuk pengiriman dengan jarak dekat, perusahaan dapat menggunakan transportasi tidak bermotor seperti sepeda. Emisi kendaraan jalan raya menghasilkan emisi paling tingga diantara moda lainnya. Jalan raya menghasilkan 3 sampai 10 kali lebih besar dibandingkan kereta api atau kapal. Faktor tersebut menjadikan penggunaan moda kereta api dan kapal sangat tepat untuk mengurangi emisi kendaraan.
Berdasarkan Greater Mekong Subregion, perusahaan pengirim barang juga dapat melakukan pemilihan moda transportasi menyesuaikan dengan kebutuhan dan faktor eksternal. Moda jalan raya dapat dipilih ketika memerlukan proses pengiriman yang fleksibel, cepat, dan dengan jarak yang pendek. Moda laut seperti kapal dapat digunakan ketika beban pengiriman sangat besar. Moda ini memiliki kapasitas yang jauh lebih besar dibandingkan kargo pesawat dan truk. Berbeda dengan moda udara yang dapat digunakan ketika memerlukan pengiriman dengan kecepatan yang tinggi. - Improve
Penerapan elemen ini dapat dilakukan dengan cara seperti menggunakan teknologi untuk menghemat bahan bakar kendaraan, melakukan pengukuran untuk moda transportasi, dan mengurangi polutan dan kebisingan. Penerapan efisiensi kendaraan dapat dicapai dengan teknologi kendaraan dan penggunaan energi yang efisien. Untuk menghasilkan energi yang ramah lingkungan, kendaraan perlu untuk menggunakan teknologi yang efisien pada mesin, pembangkit listrik alternatif, dan elektrifikasi. Perusahaan juga perlu untuk melakukan peningkatan dalam bentuk truk yang aerodinamis, ban, massa kendaraan, beban muatan, cara mengemudi, dan menggunakan teknologi kecerdasan buatan untuk meningkatkan efisiensi kendaraan (Jaaskelainen, 2023). - Fuel
Penggunaan bahan bakar alternatif seperti bahan bakar etanol, listrik, biodiesel, gas alami, propane, dan hidrogen dapat menjadi pilihan untuk mengurangi emisi kendaraan. Bahan bakar alternatif memiliki potensi untuk berkontribusi pada dekarbonisasi dan meningkatkan kinerja lingkungan dalam sektor transportasi.
Mengapa Harus Menggunakan Moda Pengiriman Barang yang Lebih Ramah Lingkungan?
Woodburn & Whiteing (2010) menjelaskan beberapa alasan penggunaan moda pengiriman barang yang lebih ramah lingkungan, yaitu:
- Adanya penghematan biaya dan sekaligus mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan.
- Penggunaan moda transportasi yang tepat dapat meningkatkan kinerja sehingga menghasilkan keandalan dan kepastian pada proses operasional.
- Memberikan keunggulan kompetitif dan menghasilkan pendapatan penjualan tambahan dari pemasaran moda transportasi yang “lebih ramah lingkungan.”
- Perusahaan menjadi semakin peduli terhadap kelangsungan bisnis dan ketahanan rantai pasok dalam jangka panjang. Kepedulian perusahaan terhadap pengiriman yang ramah lingkungan membuat mereka fokus terhadap risiko eksternal seperti kondisi jalan, fluktuasi besar dalam harga bahan bakar atau gangguan ketersediaan bahan bakar.
Referensi:
Badan Pusat Statistik (2023) Perkembangan Transportasi Nasional Mei 2023. Jakarta.
Freight Logistics Solutions (2016) FLS reduce your carbon footprint. Diakses dari: https://www.freightlogisticssolutions.co.uk/green-freight/ pada 23 Agustus 2023.
Greater Mekong Subregion (2013) Breaking Down Barriers to Green Freight Investments. Diakses dari https://greatermekong.org/breaking-down-barriers-green-freight-investments pada 23 Agustus 2023
Ghaffarinasab, N, Teimoury, E, & Ghazanfari, M. (2015) Hub-and-spoke Logistics Network Design for Third Party Logistics Service Providers.
Jaaskelainen, Hannu (2023) Efficiency Technologies. Diakses dari: https://dieselnet.com/tech/engine_efficiency_technologies.php#intro pada 23 Agustus 2023.
Schmied, Martin (2014). A Systematic Approach Towards Efficient Logistics and Green Freight. 12-28.
Prinanto, N. dan Herijanto, W., (2012) Studi Alternatif Pemilihan Trase Transportasi Massal Surabaya Timur dengan Surabaya Barat, 60-61.
Sehlleier, F., Imboden, A., Gota, S. dan Hagge, K. (2017) Green Freight in Asia in the Context of the Sustainable Development Goals, 1.
Woodburn, Allan dan Whiteing, Anthony (2010) Transferring freight to ‘greener’ transport modes. Ed. Mckinnon, A., Cullinane, S., Browne, M., dan Whiteing, A., Green Logistics (pp. 136). London: KoganPage.
25 Agustus 2023
*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.
Download artikel ini:
SCI - Artikel Green Freight dalam Konteks Logistik (323.0 KiB, 103 hits)