Oleh: Dr. Zaroni, CISCP. | Senior Consultant at Supply Chain Indonesia
Negara melalui Pemerintah berkepentingan terhadap solusi permasalahan kelangkaan stock, disparitas harga, dan fluktuasi harga barang – khususnya bahan pokok.
Pemerintah mengkategorikan 14 komoditas berikut sebagai bahan pokok, yaitu: beras, kedelai bahan baku, tempe, cabai, bawang merah, gula, minyak goreng, tepung terigu, daging sapi, daging ayam ras, telur ayam ras, ikan bandeng, ikan kembung, dan ikan tongkol/tuna/cakalang.
Persoalan kelangkaan stock, disparitas, dan fluktuasi komoditas bahan pokok menjadi perhatian serius Pemerintah. Kelangkaan stock terjadi bila suatu daerah mengalami kesulitan atau bahkan tidak dapat mendapatkan komoditas bahan-bahan pokok secara kontinu untuk memenuhi konsumsi masyarakat akan komoditas bahan-bahan pokok tersebut. Banyak faktor yang menjadi penyebab kelangkaan stock ini, antara lain: kegagalan panen untuk komoditas hasil pertanian, faktor alam, dan kelemahan manajemen distribusi.
Manajemen distribusi komoditas bahan pokok merupakan salah satu isu penting dalam sistem logistik nasional, yang memastikan kelancaran distribusi komoditas bahan pokok dari daerah surplus dari produsen ke daerah minus yang merupakan daerah banyak konsumsi. Sistem manajemen logistik yang baik akan memastikan kelancaran distribusi komoditas bahan pokok dari daerah produsen ke daerah-daerah konsumen setiap saat, sepanjang waktu secara berkesinambungan.
Disparitas harga terjadi manakala ada perbedaan harga yang sangat signifikan atas suatu harga komoditas bahan pokok tertentu antardaerah. Disparitas harga akan memberikan efek “ketidakadilan” dalam kemakmuran antardaerah. Komoditas bahan pokok yang sama, misalnya bawang dan cabe, penduduk di daerah-daerah Kupang, akan membayar harga 5 kali lipat lebih mahal daripada penduduk di Kudus untuk mendapatkan bawang dan cabe. Sama-sama warga Negara Indonesia, yang hidup di alam kemerdakaan, namun harus mengeluarkan uang yang lebih besar, dus mengurangi tingkat kepuasan dalam mengkonsumsi suatu barang. Warga membutuhkan kehadiran Negara untuk mengatasi persoalan disparitas harga komoditas bahan-bahan pokok ini.
Lagi-lagi, kelemahan sistem distribusi yang diduga menjadi penyebab terjadinya disparitas harga ini. Efek dari kelemahan sistem distribusi ini berdampak simultan: kelangkaan stock dan dispartias harga. Mengapa? Kelangkaan stock akan memicu peningkatan harga, dan peningkatan harga akan memperlebar disparitas harga.
Kelancaran distribusi akan menjamin ketepatan stock serta mampu mengendalikan disparitas dan fluktuasi harga komoditas bahan-bahan pokok. Selain itu, fluktuasi harga bahan-bahan pokok turut memberikan kontribusi signifikan terhadap tingkat inflasi daerah dan nasional. Tingkat inflasi yang fluktuatif, apalagi cenderung tinggi, akan berdampak pada stabilitas ekonomi secara keseluruhan.
Solusi sistem logistik nasional melalui perbaikan sistem distribusi komoditas bahan-bahan pokok menjadi perhatian yang serius bagi Pemerintah, untuk membuktikan bahwa Negara “hadir” di tengah-tengah warganya dalam mengatasi persoalan kelangkaan stock, disparitas, dan fluktuasi harga komoditas bahan-bahan pokok yang dibutuhkan sehari-sehari oleh warga.
Solusi distribusi
Inti dari aktivitas logistik adalah manajemen pergerakan barang, baik pergerakan dari pemasok bahan baku ke manufaktur (yang dikenal dengan inbound logistics atau upstream), maupun pergerakan barang dari manufaktur ke konsumen (yang dikenal dengan outbound logistics atau downstream). Selain itu, manajemen logistik juga mengelola pengembalian (return) barang dari konsumen ke pengecer (retailer), dari retailer ke pedagang besar (wholesaler), dan dari wholesaler ke perusahaan, dan dari perusahaan ke supplier. Dalam manajemen logistik, pengelolaan logistik pengembalian barang ini dikenal dengan reverse logistics.
Dalam konteks supply chain management, saluran distribusi merupakan salah satu keputusan stratejik. Saluran distribusi akan memastikan produk dari manufaktur atau produsen diserahkan ke konsumen dengan kuantitas, kualitas, tempat, penerima, waktu, dan biaya yang tepat.
Sejatinya, saluran distribusi merupakan salah satu strategi pemasaran, untuk memastikan produk-produk perusahaan sampai ke konsumen melalui saluran distribusi yang efisien.
Perusahaan dapat membangun sistem distribusi dalam bentuk distribusi secara langsung (direct distribution channel) atau distrbusi secara tidak langsung (indirect distribution channel). Perusahaan menggunakan direct distribution channel manakala perusahaan menjual produk-produknya secara langsung ke konsumen akhir. Dalam hal ini perusahaan tidak memerlukan distributor dalam bentuk wholesaler atau retailer. Perusahaan menggunakan indirect distribution channel manakala dalam menjual produk-produknya perusahaan menggunakan distributor.
Perkembangan e-commerce mendorong perusahaan-perusahaan memilih strategi direct distribution channel dengan menggunakan last-mile delivery untuk memangkas biaya distribusi, meskipun sebenarnya tidak murni direct distribution. Perusahaan-perusahaan yang mengimplementasikan strategi direct distribution tetap memerlukan “distributor” dalam bentuk kerjasama dengan perusahaan pengelola e-commerce atau perusahaan 3PL yang mengelola pergudangan dan distribusi. Hal ini beralasan karena perusahaan-perusahaan yang menerapkan strategi tanpa distributor mengharuskan berhubungan dengan banyak pelanggan. Dengan penggunaan distributor, perusahaan-perusahaan cukup berhubungan langsung dengan distributornya. Urusan hubungan dengan pelanggan akan dikelola langsung oleh distributornya.
Untuk membuktikan “kehadiran Negara” dalam mengatasi persoalan distribusi bahan-bahan pokok, Kementerian Perdagangan telah membangun Pusat Distribusi Regional di beberapa lokasi potensial untuk mendukung implementasi Sistem Logistik Nasional (Sislognas) dan MP3I dalam konteks pengembangan koridor ekonomi Indonesia.
Pusat Distribusi Regional (PDR) ini merupakan salah satu inisiasi stratejik Sislognas dalam konteks infrastruktur logistik barang nasional. Selain PDR, Kementerian Perdagangan juga membangun Pusat Distribusi Provinsi (PDP).
Sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 48/M-DAG/PER/8/2013, Pusat Distribusi adalah tempat yang berfungsi sebagai penyangga komoditas utama untuk menunjang kelancaran arus barang baik antar kabupaten dan kota maupun antar provinsi untuk tujuan pasar dalam negeri dan pasar luar negeri.
Pusat Distribusi Regional adalah pusat distribusi yang berfungsi sebagai penyangga komoditas utama di beberapa kabupaten dan kota yang memiliki jumlah penduduk, aksesibilitas, daerah konsumen, yang dapat bersifat kolektor, dan berpotensi untuk dikembangkan menjadi pusat perdagangan antarpulau.
Pusat Distribusi Regional (PDR) merupakan salah satu subsistem jaringan yang pada dasarnya berfungsi sebagai penyokong bagi Pusat Distribusi Provinsi (PDP) yang berada di setiap propinsi dalam hal pemenuhan dan penyaluran kebutuhan maupun hasil produksi daerah. PDR berada dalam naungan Kementerian Perdagangan.
Dalam Peraturan Menteri Perdagangan tersebut juga menjelaskan tata kelola organisasi PDR dan PDP. Dilihat dari hierarki antara setiap level pusat distribusi, Pusat Distribusi Regional memiliki hubungan langsung dengan Pusat Distribusi Provinsi yang berada di wilayah regionalnya.
Pola hubungan antara PDR dengan PDP dalam sistem distribusi nasional secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut (Kementerian Perdagangan, 2013):
- Pusat Distribusi Regional akan mengumpulkan data mengenai kebutuhan komoditas di tiap provinsi layanannya.
- Data persediaan komoditas pada Pusat Distribusi Provinsi di setiap propinsi dikumpulkan dan diagregatkan menjadi data persediaan regional untuk selanjutnya dilaporkan ke Kementerian Perdagangan.
- Pusat Distribusi Regional akan mencari pasokan untuk menutupi kekurangan pasokan di provinsi yang dinaunginya.
- Pusat Distribusi Regional menjadi pusat konsolidasi dalam hal pemesanan komoditas ketika kuota pemesanan di Pusat Distribusi Provinsi yang membutuhkan tidak mencukupi untuk melakukan pemesanan secara mandiri.
Pada setiap regional pada dasarnya hanya terdapat satu Pusat Distribusi Regional untuk melayani kebutuhan regional tersebut. Namun, tidak menutup kemungkinan dalam satu regional terdapat lebih dari satu Pusat Distribusi Regional.
Pada prinsipnya, Pusat Distribusi (PD) sebagai suatu lembaga atau badan penyangga yang dapat menangani sistem rantai pasok komoditas bahan pokok menjalankan aktivitas sebagai berikut (Kementerian Perdagangan, 2013):
- Penampung (collector)
Membeli hasil produksi dari petani, peternak, atau nelayan dan mengolahnya (penanganan, penampungan, pemotongan, dan pengepakan) menjadi produk yang siap dijual kepada konsumen.
- Pemasar (marketer)
Memasarkan komoditas bahan pokok untuk target pasar domestik dan pasar luar negeri (ekspor).
- Grosir (wholesaler)
Mengadakan barang konsumsi dan sarana produksi kebutuhan petani, peternak, atau nelayan dari pabrikan atau grosir dan menyalurkannya ke masyarakat petani, peternak, dan nelayan melalui outlet yang tersedia.
- Penyedia jasa logistik
Menangani aktivitas logistik baik transportasi maupun pergudangan dan inventori.
Efektivitas Pusat Distribusi Regional
Menjadi pertanyaan, apakah implementasi Pusat Distribusi Regional cukup efektif untuk memberikan solusi distribusi komoditas bahan-bahan pokok?
Sejauh ini belum ada studi yang secara komprehensif mengevaluasi efektivitas implementasi konsep Pusat Distribusi Regional dan Pusat Distribusi Provinsi.
Lokasi-lokasi PDR sudah diidentifikasi berdasarkan kriteria: jumlah penduduk, aksesibilitas, daerah konsumen (bukan penghasil dan bukan daerah produsen), dapat berfungsi sebagai kolektor (pusat konsolidasi) dan distributor, berada pada wilayah dekat pelabuhan utama, dan berpotensi untuk dikembangkan menjadi pusat perdagangan antarpulau.
Berdasarkan pada kriteria tersebut, Kementerian Perdagangan menentukan lokasi PDR sebagai berikut:
- Pulau Sumatera di Kuala Tanjung Padang, dan Palembang,
- Pulau Jawa di Jakarta, Semarang, dan Surabaya,
- Pulau Kalimantan di Banjarmasin,
- Pulau Sulawesi di Bitung dan Makassar,
- Pulau Nusa Tenggara di Larantuka,
- Pulau Papua di Sorong dan Jayapura.
Piloting PDR telah dibangun di Sagerat – Matuari Kota Bitung sejak Agustus 2013, dan dalam waktu dekat akan dibangun di Palembang.
Efektivitas pendirian Pusat Distribusi Regional dapat diukur dari evaluasi pencapaian tujuan pokok pendirian Pusat Distribusi Regional, yaitu: mengatasi kelangkaan stock, disparitas dan fluktuasi harga komoditas bahan pokok.
Pendirian Pusat Distribusi Regional yang dimaknai sebagai tempat gedung atau gudang distribusi fisik (physical distribution) sejatinya berperan sebagai pasar, baik pasar grosir maupun pasar pengecer, yang menampung barang-barang dari supplier atau produsen dari berbagai daerah. Bedanya dengan pasar, PDR memberikan layanan transportasi dan pergudangan yang terintegrasi dan layanan nilai tambah seperti packaging, labeling, dan insurance, yang diberikan oleh PDR disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan.
Sebagai distribusi fisik, PDR merupakan saluran pemasaran yang mempertemukan produsen dan konsumen dalam market place. Sebagai market place, peran PDR dapat dilakukan juga oleh saluran distribusi yang lain, seperti grosir, pengecer, pasar tradisional, dan modern trade.
Solusi integrasi logistik
Nilai keunggulan PDR yang harus diciptakan adalah alur informasi (information flow) atas pergerakan barang-barang yang masuk, keluar, dan barang yang tersedia (stock). Seluruh barang-barang yang masuk dari produsen dan keluar ke konsumen dicatat dan di-input ke dalam suatu sistem aplikasi PDR yang terintegrasi secara nasional, sehingga posisi stock barang-barang dapat dimonitor secara akurat dan real-time.
Dari record pergerakan barang-barang ini dapat dikembangkan berdasarkan jenis komoditas bahan-bahan pokok, asal supplier atau produsen, volume, moda transportasi, lead time pengiriman barang dari supplier ke PDR dan lead time dari PDR ke konsumen, harga pokok barang yang dibeli (cost), harga jual (price), siklus peak dan low, barang yang di-return, barang yang rusak, dan lain-lain.
Berdasarkan database yang ter-record dan update, akan dapat dikembangkan analisis supply dan demand forecasting, sehingga dapat memprediksi stock dari waktu ke waktu secara akurat. Bila pada suatu waktu tertentu diperkirakan akan terjadi kekurangan stock (shortage) atau kelebihan stock (surplus) akan segera disolusikan melalui pemenuhan (bila shortage) dari Pusat Distribusi yang lain yang mengalami surplus. Sebaliknya, bila suatu PDR mengalami surplus, maka segera disolusikan pengalihan atau pengiriman barang ke PDR yang mengalami shortage.
Keakuratan data dan informai yang update akan mampu memberikan solusi meminimalkan kelangkaan stock atau kelebihan stock, yang kedua-duanya berimplikasi pada fluktuasi harga. Kelangkaan stock berimplikasi pada peningkatan harga, sementara kelebihan stock akan berdampak pada penurunan harga.
Solusi integrasi logistik dapat juga mengatasi permasalahan disparitas harga. Disparitas harga dapat diminimalkan melalui penerapan harga pengecer yang sama atau setidaknya harga pengecer yang ditetapkan dalam batas range tertentu (minimal dan maksimal).
Total biaya distribusi akan dibebankan secara rata ke seluruh barang-barang, dengan cara membagi total biaya distribusi dengan total volume barang. Di sini akan terjadi subsidi silang. Suatu daerah konsumen yang dekat dengan daerah produsen dan kuantitas volume yang besar – dus biaya distribusi per unit barangnya lebih murah, akan mensubsidi biaya distribusi daerah konsumen yang lebih jauh dan dengan volume yang lebih rendah. Dalam hal ini, “keadilan” memperoleh harga bahan-bahan pokok yang terjangkau dengan harga yang relatif sama antardaerah.
Aktivitas fungsi utama yang harus dijalankan dalam PDR adalah warehousing, inventory management, transportasi, manajemen informasi, layanan perbankan, asuransi, lembaga penjamin, dan lembaga penguji mutu.
Aktivitas warehousing di dalam PDR mencakup aktivitas penerimaan barang, put-away, penyimpanan, picking, dan staging. Layanan nilai tambah dapat diberikan dalam aktivitas warehousing ini, seperti grading, sorting, packaging, labeling, dan assembling.
Inventory management akan memastikan ketersediaan barang-barang yang mampu menyeimbangkan antara carrying cost dan biaya penyimpanan. Penerapan sistem inventory management secara just-in-time, akan memungkinkan biaya inventory yang rendah.
Integrasi informasi dari pemasok dan pembeli akan dapat dibangun. Karakteristik bahan-bahan pokok yang umumnya sangat rentan dengan kadaluwarsa, sangat memerlukan informasi inventory management yang akurat dan andal.
Pilihan jenis transportasi akan memengaruhi harga produk, kinerja pengiriman, dan kondisi barang-barang bila tiba di lokasi tujuan. Kolaborasi dengan asosiasi pengusaha angkutan truck (seperti Aptrindo), akan menjamin kinerja transportasi pengiriman barang dari supplier ke PDR dan dari PDR ke konsumen, dan sekaligus memberdayakan pengusaha angkutan truck yang umumnya berasal dari sektor usaha mikro dan menengah.
Piloting
Implementasi PDR dan PDP dalam tahap awal adalah pembangunan sistem informasi inventory – yang diprioritaskan pada bahan-bahan pokok. Pencatatan dan update informasi dilakukan terhadap pergerakan arus barang dari supplier atau produsen ke setiap saluran distribusi (pasar grosir, pengecer, pasar tradisional, dan modern trade).
Selanjutnya, bila harus dibangun suatu model PDP, perlu ditetapkan lokasi yang tepat sesuai kriteria pendirian PDP, layanan logistik terintegrasi, dan aplikasi sistem informasi inventory.
Untuk merealisasikannya, diperlukan kolaborasi antara asosiasi pemasok atau produsen, asosiasi konsumen, asosiasi transporter atau pelaku dan penyedia jasa logistik. Peran Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan dan Bappenas sebagai regulator, penyusunan model PDR, dan evaluasi piloting untuk perbaikan PDR.
Pemerintah dapat melibatkan BUMN sektor logistik seperti PT Pos Logistik Indonesia (PT Pos Indonesia), JPL (Bulog), dan BGR, serta Telkom sebagai penyedia sistem informasi, BUMN perbankan, asuransi, dan Sucofindo untuk penilaian dan penguji mutu barang.
Download Artikel ini:
Implementasi Pusat Distribusi Regional (566.6 KiB, 1,037 hits)