Oleh: Davidson Manalu, S.T., M.B.A., ASCM
Chief Operating Officer
BoksMan Asia | www.BoksMan.com
Ada beberapa hal yang menarik saat menghadiri zoom online meeting pada hari Jumat, 17 April lalu, mengenai Industry Round Table: Surviving the Covid-19, Preparing the Post (Logistics) yang diselenggarakan oleh Markplus. Pada online meeting tersebut, ada dua pernyataan yang cukup menyentak dari tokoh pemerhati logistik, Ignasius Jonan, sebagai mantan Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero), mantan Menteri Perhubungan, dan sempat menjabat sebagai Menteri ESDM Kabinet Kerja sampai 20 Oktober 2019 lalu. Poin pertama yang disampaikan beliau adalah mengenai implementasi informasi teknologi (IT) dan digital dalam dunia logistik yang masih minim, terlebih lagi pada sektor transportasi barang.
Khususnya di Indonesia, keterbelakangan tersebut dirasakan dengan membandingkan persentase biaya IT terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dalam berbagai sektor industri, terutama di sektor transportasi yang dalam ilustrasi analisis McKinsey tahun 2015 di bawah ini, Indonesia masih berada di posisi bawah bahkan bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara ataupun negara-negara industri berkembang lainnya.
Persentase Biaya IT terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)
Sumber: McKinsey analysis based on data from Gartner IT Spending 2015 and IHS
Pada poin kedua yang ditegaskan oleh Ignasius Jonan, menyangkut cost atau investasi implementasi teknologi yang seharusnya hanyalah fraksi cost atau investasi yang kecil saja bila dibandingkan dengan keuntungan yang didapat dalam proses keseluruhan supply chain. Seperti yang dicontohkan beliau, dengan sedikit aplikasi tracking visibility untuk keberadaan barang pada proses transportasi maka kemudahan dan keuntungan visibilitas tersebut tidak hanya dinikmati oleh pemilik angkutan sebagai pelaku utama saja, tetapi juga akan memberikan keuntungan menyeluruh kepada seluruh pelaku proses lainnya, khususnya pemakai jasa transportasi tersebut.
Namun yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, apakah memang pemimpin bisnis saat ini menyatakan pentingnya transformasi digital pada transportasi dan logistik tersebut dalam agenda strategis perusahaannya? Apakah memang ada usaha top-down terutama dalam tujuan jangka pendek perusahaan yang digariskan pemimpin puncak untuk merealisasikan dan implementasi nyata transformasi teknologi di sektor transportasi dan logistik?
Hal yang cukup menarik disebutkan pembicara lain dalam online meeting tersebut, Direktur Utama PT Lookman Djaja, Kyatmaja Lookman menyebutkan bahwa operator truk atau perusahaan pengangkutan adalah perusahaan yang paling “off-line”, dimana supir atau pengemudi sebagai salah satu pelaku kunci dalam proses transportasi merasa aplikasi atau platform transportasi digital saat ini belum ada yang cocok. Namun, beliau juga menambahkan bahwa kebutuhan yang tidak kalah penting dan tidak bisa dihindari saat ini adalah semakin banyak pemakai jasa angkutan yang menginginkan tidak hanya sekedar selesainya proses pengantaran barang, namun juga visibilitas dalam proses pengantaran barang itu sebagai bagian dari “customer experience”.
Suatu studi atau survei yang dilakukan oleh Forbes Insights berkolaborasi dengan Penske di tahun 2018 terhadap 433 eksekutif senior (C-level dan posisi puncak di logistik, supply chain, dan transportasi) menyatakan bahwa 65% peserta survei menyadari adanya pergerakan dan transformasi besar khususnya dengan pengaruh teknologi di bidang transportasi dan logistik, namun hanya 62% saja yang melakukan perubahan dalam teknologi tersebut di perusahaannya. Tantangan lainnya adalah hanya 55% pemimpin eksekutif tersebut yang mempercayai teknologi akan memberikan keuntungan signifikan dalam keseluruhan customer experience.
Selanjutnya dalam survei juga disebutkan, saat implementasi teknologi baru yang berhubungan dengan outsourcing ataupun kolaborasi dengan pihak ketiga, 32% peserta survei menyatakan akan mengimplementasikan sendiri teknologi baru tersebut, sedangkan 58% pemimpin eksekutif lainnya, 23% diantaranya mengandalkan dan 35% sangatmengandalkan kepada pihak ketiga atau partner teknologi tadi, dan sisanya 10% menyatakan tidak akan melakukan perubahan teknologi baru.
Hasil survei tersebut tentu tetap masih menyiratkan adanya keengganan pelaku bisnis untuk melakukan implementasi teknologi digital dalam perusahaannya. Apakah benar masih ada ketidakpercayaan pasar bahwa inovasi teknologi dalam transportasi, logistik, dan supply chain bisa memberikan kemenangan dalam persaingan pasar? Tidakkah kita melihat sendiri bagaimana inovasi transportasi yang menyentuh sisi customer experience, flexibility and affordability yang dilakukan start-up dunia seperti Uber, Lyft, Grab, dan Gojek adalah contoh paling meyakinkan bahwa inovasi teknologi dapat men-disrupt dunia transportasi penumpang konvensional?
Studi di McKinsey, Forbes, dan S&P500 juga menguatkan bahwa customer-centric experience, yang dilakukan pemimpin teknologi digital dunia seperti Google, LinkedIn, Facebook, dan juga 40 perusahaan non-digital terkemuka lainnya di dunia seperti Unilever, Reckitt Benckiser, Marriott Group adalah faktor pembeda untuk memenangkan persaingan. Akhirnya, hanya 50 perusahaan ini saja yang bisa memberikan nilai pengembalian investasi rata-rata lebih dari 180% di tahun 2013 – 2016 dibanding perusahaan-perusahaan dalam S&P 500 lainnya yang hanya memberikan nilai pengembalian investasi 42% saja.
The World Most Innovative Companies 2016
Sumber: McKinsey Analysis, Forbes, S&P 500
Pada beberapa tahun belakangan ini, telah begitu banyak perusahaan start-up penyedia platform aplikasi transportasi logistik barang di Indonesia seperti BoksMan Asia, Deliveree, Ritase, Gobox, Kargo Tech, On-Trucks, dan beberapa perusahaan penyedia aplikasi lainnya yang sangat ingin bekerja sama, baik dengan pemakai ataupun penyedia jasa angkutan truk.
Hal ini perlu disambut positif dengan kolaborasi dari pemakai dan penyedia jasa angkutan serta membuat agenda strategis jangka pendek dalam satu atau tiga tahun ke depan untuk merubah proses konvensional off-line menjadi proses dengan teknologi aplikasi digital.
30 April 2020
Referensi:
- Logistics, Supply Chain and Transportation 2023: Change at breakneck speed, Forbes Insights in association with Penske, April 2018
- Unlocking Indonesia’s digital opportunity, McKinsey Indonesia Office, October 2016
*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.
Download artikel ini:
SCI - Artikel Inovasi Teknologi Digital dalam Transportasi Logistik Barang, Siapakah Penentunya? (1.0 MiB, 238 hits)