Oleh: Setijadi | Chairman at Supply Chain Indonesia
HASIL DAN ANALISIS JAJAK PENDAPAT
- Sektor jasa logistik menjadi salah satu sektor yang akan diliberalisasi dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang berlaku mulai akhir tahun 2015, sehingga persaingan antar perusahaan-perusahaan penyedia jasa logistik menjadi terbuka di antara negara-negara ASEAN.
Sebagian besar responden, yaitu sebanyak 81,58%, menyatakan bahwa pemberlakuan MEA merupakan peluang besar atau peluang bagi Penyedia Jasa Logistik (PJL) Indonesia. Hanya sebanyak 15,79% responden menyatakan bahwa pemberlakuan MEA merupakan ancaman atau ancaman besar bagi PJL Indonesia.
Pemberlakuan MEA membuka lebar aliran barang dan jasa antar negara ASEAN. Arus barang masuk dan keluar Indonesia tinggi karena merupakan negara konsumen dan produsen. Tingkat permintaan barang Indonesia didorong oleh jumlah penduduk yang banyak dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi dibandingkan negara-negara lain. Di lain sisi, Indonesia mempunyai potensi berbagai jenis produk dan komoditas untuk diekspor ke negara-negara ASEAN yang lain.
Peningkatan arus barang ini – baik arus barang masuk, arus barang keluar, dan arus barang di dalam negeri – membutuhkan peningkatan peran PJL. Bagi PJL Indonesia, hal ini merupakan peluang atau peluang besar, karena penguasaan wilayah sendiri yang jauh lebih baik dibandingkan PJL-PJL dari negara-negara ASEAN lainnya.
- Sebanyak 78,07% responden sangat yakin atau yakin bahwa PJL Indonesia bisa bersaing dengan PJL negara-negara ASEAN lainnya di dalam negeri (Indonesia).
Keyakinan tersebut terutama karena PJL Indonesia lebih memahami kondisi geografis, karakteristik, dan permasalahan sektor logistik di dalam negeri. Selain itu, sebagian PJL berpendapat bahwa hubungan baik dengan para pengguna selama ini menjadi salah satu alasan keyakinan untuk bersaing di dalam negeri.
Sebagian responden (21,93%) menyatakan ketidakyakinan (tidak yakin atau sangat tidak yakin) terhadap hal tersebut.
Persaingan perusahaan-perusahaan logistik di Indonesia sebenarnya telah terjadi sebelum MEA berlaku. Bahkan, persaingan tersebut bersifat global, karena kegiatan operasional logistik bersifat lintas wilayah, termasuk lintas negara. Perusahaan-perusahaan logistik asing masuk ke Indonesia dan negara-negara lainnya karena praktik global tender dari perusahaan-perusahaan manufaktur multinasional. Perusahaan logistik asing juga masuk ke Indonesia karena ada perusahaan multinasional dari negara yang sama yang telah beroperasi di Indonesia.
- Sebanyak 53,51% responden sangat yakin atau yakin bahwa PJL Indonesia bisa bersaing dengan PJL negara-negara ASEAN lainnya di wilayah negara-negara ASEAN lainnya. Namun, sebanyak 46,49% responden tidak yakin atau sangat tidak yakin akan hal tersebut.
Jumlah responden yang sangat yakin atau yakin lebih tinggi daripada yang tidak yakin atau sangat tidak yakin PJL Indonesia bisa bersaing dengan PJL negara-negara ASEAN lainnya di wilayah negara-negara ASEAN lainnya. Namun, jumlah tersebut lebih rendah 24,56% daripada jumlah yang sangat yakin atau yakin PJL Indonesia bisa bersaing dengan PJL negara-negara ASEAN lainnya di dalam negeri.
Hingga saat ini, hanya sedikit sekali perusahaan-perusahaan logistik Indonesia yang telah membuka cabang atau beroperasi di negara-negara ASEAN yang lain. Ekspansi ke negara-negara di kawasan ASEAN harus dipersiapkan oleh PJL Indonesia secara matang dengan mempertimbangkan berbagai aspek. Ekspansi dapat dilakukan sendiri atau melalui strategi kolaborasi dalam bentuk joint operation, merger dan akuisisi, atau joint venture.
Diperlukan upaya peningkatan daya saing PJL Indonesia di luar negeri, baik oleh perusahaan secara internal, maupun oleh Pemerintah melalui dukungan kebijakan dan regulasi.
- Peningkatan daya saing PJL dalam MEA harus dilakukan dengan memperbaiki berbagai faktor internal perusahaan. Dari lima faktor internal yang disebutkan dalam jajak pendapat, kompetensi SDM merupakan faktor internal urutan pertama yang harus diperbaiki (63,16% responden). Faktor selanjutnya adalah teknologi informasi (11,40% responden), proses (10,53%), jaringan kerja (8,77%), dan teknologi (6,14%).
Perbaikan kompetensi SDM mencakup kompetensi-kompetensi umum bidang logistik yang bisa dilakukan dengan mengacu Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bidang logistik. Selain itu, salah satu kompetensi lainnya yang penting untuk ditingkatkan adalah penguasaan Bahasa Inggris.
Penggunaan teknologi informasi semakin diperlukan untuk mengintegrasikan proses-proses logistik, terutama karena peningkatan kebutuhan jasa logistik terintegrasi.
Diperlukan pula kemampuan PJL untuk berkolaborasi dengan perusahaan-perusahaan PJL lainnya, baik secara domestik maupun internasional. Selain itu, PJL Indonesia harus mau mengubah diri dan bertransformasi menjadi solution partner bagi para pelanggannya.
Selain faktor-faktor tersebut, upaya peningkatan daya saing perlu dilakukan dengan mengembangkan pola pikir (mindset) pemilik perusahaan, serta kemampuan manajerial dan operasional secara sistematis, efektif, dan efisien.
- Dalam menghadapi persaingan dalam MEA, responden menyatakan bahwa infrastruktur dan regulasi merupakan bentuk dukungan yang paling diperlukan (masing-masing 39,47% responden). Bentuk dukungan berikutnya adalah layanan birokrasi (19,30%). Hanya sebanyak 1,75% responden yang menyatakan perlunya dukungan dalam bentuk insentif pajak.
Masalah infrastruktur dinilai banyak pihak sebagai salah satu penyebab utama biaya logistik Indonesia yang tinggi. Diperlukan perbaikan berupa peningkatan kapasitas, kualitas, dan ketersebaran infrastruktur.
Berkaitan dengan regulasi, diperlukan dukungan dalam bentuk perbaikan regulasi yang tumpang tindih, baik antar kementerian maupun antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Perbaikan aspek regulasi hendaknya mencakup pembinaan, penerapan, dan pengawasan secara sungguh-sungguh, termasuk dalam menghindarkan persaingan usaha yang tidak sehat di sektor logistik.
Diperlukan juga regulasi dan kebijakan yang mendukung daya saing PJL. Pemerintah diharapkan memberikan dukungan terhadap PJL Indonesia untuk memasuki negara-negara ASEAN lainnya.
Sebagian PJL menyatakan kesulitan dalam pengembangan usahanya karena kerumitan proses birokrasi. Selain pemangkasan proses birokrasi, diperlukan pula peningkatan dukungan para pejabat dan pelaksana di lapangan. Kondisi di lapangan masih dikeluhkan berkaitan dengan penyalahgunaan kewenangan dan perilaku koruptif sejumlah oknum petugas di beberapa tempat pelayanan fasilitas logistik. Diperlukan peningkatan transparansi proses birokrasi dan pengintegrasian pelayanannya berbasis sistem informasi.
Pemerintah diharapkan pula dapat mendorong sinergi di antara pihak-pihak terkait, baik antar kementerian/lembaga pemerintah, maupun antara pemerintah dan swasta. Selain itu, dukungan Pemerintah juga diperlukan berkaitan dengan tingkat suku bunga bank yang tinggi.
METODE JAJAK PENDAPAT
Jajak Pendapat Logistik Indonesia (JPLI) Periode II Tahun 2016 dengan topik “Kesiapan Penyedia Jasa Logistik Indonesia Menghadapi Masyarakat Ekononomi ASEAN” dilakukan oleh Divisi Penelitian dan Pengembangan Supply Chain Indonesia (SCI). Jajak pendapat dilakukan melalui beberapa media sosial SCI pada 1-7 Februari 2016 dengan responden sebanyak 114 orang yang terdiri atas para praktisi, akademisi, birokrasi, pemerhati, dan pemangku kepentingan lainnya dalam sektor logistik. Sampling error jajak pendapat ini sebesar 5%. Hasil jajak pendapat tidak dimaksudkan untuk mewakili pendapat semua pemangku kepentingan sektor logistik Indonesia.