BISNIS.COM, JAKARTA – Pasar pergudangan diwarnai kondisi kelebihan permintaan.
Menurut Mochammad Taufik Natsir, GM Operation PT Wira Logitama Saksama (Wira Logistics), perkembangan tersebut dipicu oleh meningkatnya aktivitas perekonomian dan banyak perusahaan yang cenderung fokus hanya kepada produksi, bukan proses penyimpanannya.
Sebagai gambaran, dia mengungkapkan perusahaan yang mengelola pergudangan di sejumlah titik di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat itu mengalami kelebihan permintaan hingga 40%.
“Kami mengelola pergudangan seluas 80.000 m2. Semua sudah penuh dan kami harus menolak permintaan yang terus masuk. Kami taksir kelebihan permintaan terhadap pergudangan yang kami kelola sekitar 40%.”
Di sela-sela kegiatannya sebagai instruktur pada seri pelatihan manajemen pergudangan yang diselenggarakan oleh Bisnis Indonesia Learning Center (Bilec) dan Supply Chain Indonesia (SCI) pada Selasa (5/3), Taufik menjelaskan permintaan tertinggi terhadap pergudangan belakangan ini terutama untuk cold storage.
Hal itu, menurut dia, didorong oleh peningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama kelas menengah, yang menimbulkan kesadaran akan pentingnya mengonsumsi makanan segar seperti daging, buah, dan sayur mayur.
Selain Taufik, bertindak sebagai instruktur pada pelatihan tersebut adalah Yusli Kadino, General Manager Schaefer Indonesia. Pelatihan tersebut berlangsung 2 hari hingga Rabu (6/2). Kegiatan itu merupakan rangkaian pelatihan yang dilakukan secara rutin dan merupakan aktivitas bersama SCI dan Bilec.
Setijadi Adjhari, Ketua SCI yang juga Sekjen Masyarakat Logistik Indonesia, mengungkapkan berkaitan dengan pelaksanaan pelatihan tersebut, pergudangan punya peran penting dalam sistem logistik dan rantai pasok.
Menurut dia, keberhasilan suatu sistem pergudangan harus diawali dengan perencanaan kegiatan operasional secara benar. Tanpa perencanaan yang baik, mustahil sistem pergudangan akan menghasilkan kinerja yang baik pula.
Taufik dan Setijadi menggarisbawahi pentingnya pergudangan sebagai bagian dari aktivitas logistik. Pernyataan mereka tidak berlebihan. Sebagai gambaran, pada acara the 5th Master Journey in Management yang merupakan kerja sama antara Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan Bisnis Indonesia pada medio 2012, terungkap bahwa prospek bisnis logistik di Tanah Air sangat tinggi. Biaya logistik nasional mencapai 16% dari produk domestik bruto.
Di sisi lain, perusahaan konsultan Frost & Sullivan menyebutkan industri logistik Indonesia tumbuh 14,19% menjadi US$153,54 miliar pada 2012, dibandingkan dengan 2011 yang US$134,46 miliar. (bas)