Oleh: Setijadi | Chairman Supply Chain Indonesia
Pada 9 April 2017, satu kapal dari CMA-CGM berkapasitas 8.500 TEUS sandar di Pelabuhan Tanjung Priok untuk pertama kalinya. Jumlah bongkar muat perdana untuk diangkut ke Amerika Serikat sebanyak 2.300 TEUs yang sebagiannya merupakan barang-barang hasil transhipment dari sejumlah pelabuhan di Indonesia.
Supply Chain Indonesia (SCI) memberikan apresiasi kepada PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II/Indonesia Port Corporation (IPC) atas keberhasilan kerja sama dengan CMA-CGM yang merupakan shippingline besar dunia untuk mendatangkan kapal kontainer berkapasitas besar itu.
Penggunaan kapal kontainer berkapasitas besar akan berdampak terhadap penurunan biaya pengiriman kontainer yang akan ditanggung eksportir maupun importir, sehingga akan mempengaruhi biaya logistik nasional.
Persinggahan kapal berkapasitas besar di Pelabuhan Tanjung Priok tersebut sangat penting bagi perekonomian nasional karena pada saat ini sekitar 65% volume ekspor impor Indonesia melalui Pelabuhan itu.
Kehadiran CMA-CGM juga diharapkan dapat menjadi pemicu kehadiran kapal-kapal kontainer berkapasitas besar dari shippingline raksasa lainnya di Pelabuhan Tanjung Priok, sehingga pelabuhan ini akan menjadi transhipment port besar di kawasan Asia.
Potensi Indonesia mempunyai international transhipment port sangat besar. Berdasarkan data UNCTAD, 45% dari seluruh komoditas dan produk yang diperdagangkan di dunia dengan nilai USD 1.500 triliun/tahun dikapalkan melalui Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI).
Kendala utama mengundang direct call kapal besar adalah masalah volume muatan yang tersebar pada sejumlah pelabuhan di Indonesia. Pada saat ini, ekspor Indonesia dilakukan melalui sekitar 60 pelabuhan utama dan impor melalui sekitar 35 pelabuhan utama.
Perlu dilakukan perbaikan struktur kepelabuhanan nasional, mencakup penentuan hub & spoke dan rute transportasi laut, sehingga muatan dapat terkonsolidasi secara efektif dan efisien.
Jika mengacu terhadap Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional, maka ada dua international hub port, yaitu Pelabuhan Kuala Tanjung dan Pelabuhan Bitung. Untuk masing-masing pelabuhan, perlu ditetapkan pelabuhan-pelabuhan feeder-nya berdasarkan pemetaan origin-destination barang/komoditas.
Kendala berikutnya adalah masalah infrastruktur pelabuhan, terutama draft Pada saat ini, rata-rata draft pelabuhan utama di Indonesia – 8-10 Lws.
Sementara, untuk kapal berkapasitas 8.000 TEUs, misalnya, dibutuhkan draft -14 M Lws. Pada saat ini kapal kontainer sendiri telah berkembang hingga berkapasitas lebih dari 18.000 TEUs yang membutuhkan draft -16 M Lws.
Selain harus dilengkapi dengan infrastruktur yang memadai, international hub port dan pelabuhan-pelabuhan feeder-nya harus terintegrasi dengan sistem informasi yang handal.
SCI mendorong rencana pembangunan international hub port di Indonesia yang berkelas dunia (world class port) untuk mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap Pelabuhan Singapura.
9 April 2017
Setijadi
Chairman
Supply Chain Indonesia
E-mail : setijadi@SupplyChainIndonesia.com
www.SupplyChainIndonesia.com
Download Catatan ini:
Catatan SCI - Kapal Berkapasitas Besar untuk Pacu Efisiensi Logistik (571.8 KiB, 168 hits)