Oleh: Setijadi | Chairman at Supply Chain Indonesia
Dalam upaya untuk menata dan mengembangkan sistem logistik Indonesia, pada tanggal 5 Maret 2012 telah ditetapkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional (Sislognas). Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Tim Kerja Pengembangan Sislognas yang dibentuk tengah berupaya keras mengimplementasikan Sislognas bersama dengan beberapa kementerian terkait, asosiasi, dan pihak-pihak terkait lainnya.
Dalam dua tahun sejak ditetapkan, implementasi Sislognas masih banyak menghadapi kendala. Hal ini bisa dilihat dari tingkat pencapaian Peta Panduan/Road Map, Tahapan Implementasi, dan Rencana Aksi yang ditetapkan dalam Sislognas tersebut. Beberapa rencana aksi dengan target waktu tahun 2012 dan 2013, misalnya, tidak dapat tercapai. Beberapa rencana aksi yang ditargetkan pada tahun 2015 juga memerlukan upaya keras untuk pencapaiannya.
Beberapa fenomena juga menunjukkan adanya permasalahan terkait dengan logistik, antara lain: biaya logistik Indonesia yang tinggi, ketersediaan stok dan fluktuasi harga komoditas pokok dan strategis, disparitas harga di kawasan timur Indonesia, Logistics Performance Index (LPI) Indonesia yang rendah (pada tahun 2012 menempati posisi ke 59 dari 155 negara, di bawah beberapa negara ASEAN: Malaysia [posisi 29], Thailand [38], Filipina [52], bahkan Vietnam [53]).
Selain itu, berbagai permasalahan juga muncul di lapangan dan sulit terselesaikan, seperti yang terjadi di Pelabuhan Tanjung Priok (dwelling time, YOR, dsb.), antrean panjang truk yang terjadi berulang setiap tahun di Pelabuhan Penyeberangan Merak, kemacetan, kerusakan jalan, dan sebagainya.
Logistik bersifat multisektoral, sehingga pengaturan dan pembinaannya ada di bawah beberapa kementerian, antara lain: Kementerian Perdagangan (untuk aspek perdagangan, distribusi, pergudangan, dan pasar), Kementerian Perhubungan (transportasi dan pengangkutan), Kementerian Pekerjaan Umum (pembangunan infrastruktur jalan), Kementerian Keuangan (kepabeanan, perpajakan, dan perbankan), Kementerian Komunikasi dan Informatika (telekomunikasi, perposan, dan kurir), Kementerian Badan Usaha Milik Negara (pengelolaan infrastruktur), dan sebagainya.
Selain itu, logistik juga bersifat lintas wilayah/daerah.
Permasalahan penting dalam implementasi Sislognas adalah komitmen dan koordinasi. Komitmen berkaitan dengan itikad para pihak, termasuk kementerian-kementerian terkait, untuk menjalankan arah kebijakan dan strategi dalam Sislognas. Komitmen ini masih perlu ditingkatkan dalam wujud program-program kerja masing-masing kementerian dan upaya melaksanakannya.
Komitmen juga diperlukan dari pemerintah-pemerintah daerah, BUMN/BUMS sebagai pelaku dan penyedia jasa logistik, asosiasi-asosiasi, dan pihak-pihak terkait lainnya.
Koordinasi bidang logistik sulit karena sifat logistik yang multisektoral dan lintas wilayah. Pengaturan dan pembinaan bidang logistik yang tersebar di beberapa kementerian memerlukan koordinasi yang kuat untuk mengintegrasikan perencanaan dan pelaksanaan program masing-masing kementerian tersebut.
Koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam implementasi sistem logistik nasional masih perlu dibenahi, baik dalam pembangunan fasilitas dan infrastruktur, penetapan regulasi terkait logistik, dan sebagainya.
Dalam pembangunan Pusat Distribusi Regional (PDR) sebagai salah satu fasilitas distribusi, misalnya, koordinasi sangat diperlukan karena PDR dibangun di suatu daerah oleh pemerintah pusat melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) dan PDR kemudian dikelola oleh pemerintah daerah terkait. Koordinasi diperlukan dari pemilihan dan penyiapan lokasi, penetapan spesifikasi PDR sesuai kebutuhan daerah (komoditas), sampai proses pemindahtanganan, yang memerlukan pemenuhan berbagai aspek teknis dan administratif.
Beberapa permasalahan seperti kinerja pelabuhan yang buruk dan merugikan para pengguna jasa kepelabuhan, misalnya, terjadi antara lain karena kurangnya koordinasi di antara instansi-instansi terkait di pelabuhan tersebut.
Salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk mengefektifkan implementasi Sislognas adalah pembentukan kelembagaan logistik nasional secara permanen.
Lembaga ini mempunyai dua tugas utama berkaitan dengan komitmen dan koordinasi tersebut di atas. Pertama, berkaitan dengan koordinasi, lembaga ini bertugas melakukan koordinasi antar kementerian, lembaga, dan institusi terkait, serta antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dalam mengimplementasikan semua rencana aksi tersebut Kedua, berkaitan dengan komitmen, lembaga ini bertugas memastikan agar kementerian, lembaga, dan institusi terkait menjalankan semua rencana aksi dalam Sislognas.
Selain itu, lembaga ini juga bertugas memantau implementasi Sislognas, mengidentifikasikan kendala dan permasalahan, menganalisis dan merekomendasikan solusi kepada pihak-pihak terkait, serta mengawasi pelaksanaan rekomendasi tersebut.
Untuk efektivitas kerja, lembaga logistik nasional ini harus mempunyai kewenangan memberikan otoritas (tidak sekedar koordinasi) terhadap kementerian, lembaga, dan institusi terkait.
Cetak Biru Sislognas sebenarnya juga telah mencantumkan bahwa kondisi yang diinginkan dalam Aspek Kelembagaan adalah terbentuknya Kelembagaan Logistik Nasional yang berfungsi membantu Presiden dalam menyusun kebijakan, mengkoordinasikan, mensinkronkan pelaksanaan pengembangan Sistem Logistik Nasional. Disebutkan pula bahwa Tim Kerja (yang dibentuk) ditugaskan pula untuk melakukan pengkajian dan merekomendasikan perlu atau tidaknya pemerintah membentuk institusi permanen yang menangani dan mengkoordinasikan Pengembangan Sistem Logistik Nasional dalam jangka menengah dan jangka panjang.
Beberapa negara seperti Thailand, Australia, Jerman, Jepang, dan Korea telah membentuk suatu dewan logistik nasional (logistics council). Dewan ini merupakan lembaga non struktural yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden/Perdana Menteri dan berfungsi sebagai koordinator, integrator, dan regulator dalam mewujudkan sistem logistik nasional yang terintegrasi, efektif, dan efisien.
Isu Logistik untuk Pemilu 2014
Pencapaian implementasi Sislognas yang belum mencapai beberapa target yang telah ditetapkan serta kondisi di lapangan dalam bidang logistik menjadi indikasi perlunya pemerintahan yang akan datang untuk melanjutkan dan meningkatkan komitmen dalam perbaikan dan pengembangan logistik Indonesia. Hal ini sangat penting karena logistik menjadi prasyarat terbangunnya konektivitas yang akan berdampak terhadap kesejahteraan rakyat dan daya saing nasional. Oleh karena itu, isu logistik perlu diangkat menjadi salah satu isu untuk Pemilu 2014. Masyarakat logistik Indonesia dan masyarakat Indonesia pada umumnya menunggu kekuatan politik yang mempunyai komitmen kuat terhadap perbaikan dan pengembangan logistik Indonesia.