Oleh: Nova Indah Saragih
Dosen Program Studi Teknik Industri | Universitas Widyatama
Kota adalah pusat ide, perdagangan, budaya, ilmu pengetahuan, produktivitas, pengembangan sosial, dan banyak lagi. Hal ini menyebabkan munculnya kecenderungan peningkatan urbanisasi yang terjadi akhir-akhir ini. Menurut United Nations (2020), jumlah populasi yang tinggal di dalam kota diproyeksikan meningkat menjadi 5 miliar orang pada tahun 2030. Hal ini menunjukkan pentingnya perencanaan dan pelaksanaan manajemen kota yang efisien untuk menghadapi tantangan yang dibawa oleh urbanisasi.
Setengah dari jumlah populasi manusia, yaitu 3,5 miliar tinggal di wilayah perkotaan. Berdasarkan data Worldometers (2019), persentase penduduk Indonesia yang tinggal di wilayah perkotaan adalah sebesar 55,8% atau 150,9 juta jiwa dari total penduduk Indonesia yang sebesar 270,6 juta jiwa. Tingginya populasi di wilayah perkotaan tersebut menyebabkan tingginya permintaan terhadap kebutuhan sandang, pangan, dan papan yang harus dipenuhi.
Mengingat padatnya populasi wilayah perkotaan tersebut, maka hampir seluruh kebutuhan terhadap pangan dipasok dari luar wilayah perkotaan. Hal tersebut disebabkan karena lahan di wilayah perkotaan digunakan untuk perumahan. Pemenuhan kebutuhan pangan dari luar wilayah perkotaan menuju wilayah perkotaan membutuhkan perancangan sistem logistik yang efektif dan efisien. Tantangan perancangan sistem logistik tersebut semakin besar mengingat wilayah perkotaan tengah menghadapi permasalahan yang semakin lama semakin parah, yaitu kemacetan lalu lintas.
Kemacetan muncul ketika permintaan untuk perjalanan melebihi kapasitas maksimum jaringan transportasi. Tersedia berbagai cara untuk mengukur kemacetan. Misalnya, kemacetan bisa dikatakan terjadi ketika kecepatan kendaraan rata-rata turun di bawah ambang batas selama periode waktu tertentu. Kemacetan juga dapat diukur dalam hal waktu perjalanan tambahan yang diperlukan selama durasi normal dengan lalu lintas yang mengalir bebas. Beberapa lembaga mengukur kemacetan sebagai volume lalu lintas terhadap kapasitas fasilitas transportasi pada waktu tertentu (Asian Development Bank, 2019).
Berdasarkan Asian Development Bank (2019), tiga kota paling macet di Indonesia berturut-turut adalah Bandung, Jakarta, dan Surabaya. Kerugian yang disebabkan kemacetan di Indonesia, menurut Bank Dunia, mencapai paling sedikit US$ 4 miliar atau setara dengan 0,5% Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia (Victoria, 2019). Hal tersebut menunjukkan tingkat kemacetan yang tinggi dari aktivitas transportasi yang berlangsung di wilayah perkotaan.
Alasan pentingnya perancangan sistem logistik yang efektif dan efisien di wilayah perkotaan adalah agar pemenuhan kebutuhan penduduk di wilayah perkotaan tidak menambah kemacetan yang sudah tinggi tersebut. Hal ini mengingat dalam sistem logistik terdapat aktivitas transportasi. Semakin tinggi permintaan atau kebutuhan sebuah wilayah perkotaan, maka semakin tinggi pula aktivitas transportasi yang terjadi.
Menurut Taniguchi, dkk. (2001), terdapat lima alternatif yang dapat digunakan untuk merancang sistem logistik yang efektif dan efisien serta tidak menambah kemacetan di wilayah perkotaan. Lima alternatif tersebut adalah:
- Sistem informasi maju
Contohnya adalah penggunaan sistem berbasiskan satelit untuk mengumpulkan data serta selanjutnya mengolah dan menganalisis data tersebut untuk merancang sistem logistik di wilayah perkotaan. - Sistem transportasi barang kooperatif
Sistem transportasi barang kooperatif bertujuan untuk mengurangi jumlah truk yang digunakan untuk mengumpulkan atau mengirimkan jumlah barang yang sama. - Terminal logistik umum
Terdapat beberapa istilah lain yang dekat dengan istilah terminal logistik umum, yaitu urban consolidation center, city distribution center, city consolidation center, dan urban freight consolidation. Terminal logistik umum yang berada di area perkotaan dapat membantu dalam mempromosikan sistem transportasi barang kooperatif. - Pengendalian faktor beban
Pengendalian muatan untuk truk penjemputan atau pengiriman merupakan sebuah inisiatif yang relatif baru dibandingkan dengan regulasi konvensional seperti batasan berat kendaraan, rancangan waktu untuk truk yang dapat memasuki pusat kota, dan pengendalian emisi kendaraan. - Sistem transportasi barang bawah tanah
Sistem transportasi barang bawah tanah merupakan solusi inovatif untuk permasalahan transportasi barang.
Referensi:
- Asian Development Bank (2019): Asian Development Outlook 2019 Update: Fostering Growth And Inclusion In Asia’s Cities, Asian Development Bank.
- Taniguchi, E., Thompson, R.G., Yamada, T. dan van Duin, R. (2001): City logistics: network modelling and intelligent transport systems, Pergamon, Oxford.
- United Nations (2020): Goal 11: Make cities inclusive, safe, resilient and sustainable, United Nations.
- Victoria, A. O. (2019): Bank Dunia: Indonesia Rugi Rp 56 Triliun Per Tahun Akibat Kemacetan, https://katadata.co.id/berita/2019/10/03/bank-dunia-indonesia-rugi-rp-56-triliun-per-tahun-akibat-kemacetan. Diakses pada tanggal 13 Februari 2020.
- Worldometers (2019): Current World Population, Worldometers.
*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.
Download artikel ini:
SCI - Artikel Kemacetan di Wilayah Perkotaan dan Dampak terhadap Sistem Logistik (751.5 KiB, 166 hits)