Oleh: Nova Indah Saragih
Dosen Program Studi Teknik Industri | Universitas Widyatama
Keterbatasan data merupakan permasalahan utama dalam mengembangkan model ongkos logistik Indonesia. Oleh karena itu, model yang digunakan sebagai pendekatan dalam mengembangkan ongkos logistik Indonesia akan disesuaikan terlebih dahulu dengan ada atau tidaknya data yang tersedia di Indonesia.
Amerika menggunakan tiga kategori ongkos dalam menghitung ongkos logistik, yaitu ongkos transportasi, ongkos penanganan persediaan, dan ongkos administrasi (Heskett dkk., 1973 dalam Pishvaee dkk., 2009). Ketiga kategori tersebut akan digunakan sebagai kategori ongkos logistik Indonesia.
Setelah penentuan kategori ongkos logistik yang digunakan di Indonesia, maka selanjutnya adalah mengembangkan model untuk menghitung ketiga kategori ongkos logistik tersebut yang akan disesuaikan dengan ketersediaan data di Indonesia. Ada tiga model yang digunakan sebagai dasar pengembangan, yaitu model Amerika, Korea Selatan, dan Afrika Selatan. Berikut akan diuraikan pendekatan untuk masing-masing kategori ongkos logistik Indonesia.
- Ongkos Transportasi
Ongkos transportasi Amerika diperoleh dari dua sumber yaitu ongkos transportasi primer dan sekunder. Transportasi primer yaitu transportasi produk jadi dari pabrik ke gudang, sedangkan transportasi sekunder yaitu transportasi produk jadi yang dikirimkan ke pelanggan. Kemudian ongkos transportasi dibagi lagi menjadi ongkos transportasi darat, rel, air, udara, transportasi pipa, dan jasa penunjang transportasi. Data ongkos transportasi primer dan sekunder perusahaan di Indonesia tidak tersedia seperti di Amerika. Tidak ada sumber data di Indonesia yang memberikan ongkos transportasi primer dan sekunder semua perusahaan di Indonesia. Jika Indonesia hendak menghitung ongkos transportasi seperti Amerika, maka harus dilakukan survei telebih dahulu terhadap semua perusahaan di Indonesia. Kembali lagi, hal ini sangat tidak efisien mengingat survei akan perlu dilakukan setiap tahun, karena ongkos logistik juga akan dihitung setiap tahun. Oleh karena itu, model estimasi ongkos transportasi Amerika tidak dapat digunakan di Indonesia.
Ongkos transportasi Korea Selatan terdiri dari ongkos-ongkos transportasi darat, rel, air, udara, saluran pipa, dan jasa penunjang transportasi (Economic and Social Commission For Asia and The Pasific, 2002). Ongkos transportasi darat dibagi lagi menjadi ongkos transportasi darat publik dan swasta. Ongkos transportasi darat publik, rel, air, udara, transportasi pipa, dan jasa penunjang transportasi diestimasi dari pendapatan perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam sektor usaha, baik itu transportasi darat, rel, air, udara, saluran pipa, maupun jasa penunjang transportasi, sedangkan ongkos transportasi darat swasta diestimasi berdasarkan ongkos operasional truk per tahunnya.
Indonesia menggunakan pendekatan Korea dalam mengestimasi ongkos transportasi, baik itu publik maupun swasta. Hal ini karena data untuk mengestimasi ongkos transportasi dengan pendekatan Korea tersedia di Indonesia. Ongkos transportasi publik Korea diperoleh dari pendapatan perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam sektor usaha transportasi darat, rel, air, udara, dan jasa penunjang transportasi. Namun, ongkos transportasi pipa tidak ikut diperhitungkan dalam ongkos transportasi Indonesia, karena di Indonesia transportasi pipa belum populer dan hanya beberapa perusahaan dengan produk tertentu saja yang menggunakan jenis moda transportasi tersebut.
Syarat sumber data yang digunakan dalam menghitung ongkos logistik adalah dapat menyediakan data setiap tahun karena ongkos logistik juga akan dihitung setiap tahun. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan digunakan data perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI) karena semua perusahaan yang tercatat wajib untuk mengeluarkan atau mempublikasikan laporan keuangan mereka setiap tahun. Selain data perusahaan BEI, digunakan juga data perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang wajib untuk mengeluarkan laporan keuangan mereka setiap tahun.
Ongkos transportasi swasta Indonesia juga menggunakan estimasi yang sama dengan Korea, yaitu dengan ongkos operasional truk dalam satu tahun. Namun, perhitungan ongkos operasional truk tidak dilakukan lagi dalam penelitian ini, karena The Asia Foundation telah melakukan perhitungan ongkos operasional truk di Indonesia per kilometernya. Pada saat mengestimasi ongkos transportasi swasta di Indonesia, dibutuhkan data jumlah truk di Indonesia yang dikeluarkan oleh Direktorat Perhubungan Darat setiap tahunnya dalam laporan tahunan mereka. - Ongkos Penanganan Persediaan
Ongkos penanganan persediaan Amerika dibagi menjadi ongkos simpan, ongkos pajak, keusangan, depresiasi, asuransi persediaan, serta ongkos pergudangan. Di Indonesia, persediaan tidak dikenakan pajak, asuransi, maupun depresiasi persediaan, seperti di Amerika. Hal ini karena di Indonesia belum ada peraturan yang mengharuskan perusahaan untuk membayar pajak persediaan, depresiasi, maupun mengasuransikan persediaan mereka. Oleh karena itu, ongkos pajak, depresiasi, dan asuransi persediaan tidak muncul dalam ongkos penanganan persediaan Indonesia. Komponen yang muncul hanyalah ongkos simpan, ongkos keusangan atau lebih dikenal dengan ongkos risiko kerusakan persediaan, dan ongkos pergudangan. Indonesia menggunakan tiga komponen ongkos ini dalam menghitung ongkos penanganan persediaannya.
Pada saat menghitung ongkos simpan, Korea menggunakan model yang sama yaitu perkalian antara aset persediaan dengan tingkat suku bunga pinjam. Oleh karena itu, Indonesia juga menggunakan pendekatan yang sama. Sama halnya dengan ongkos transportasi, sumber data yang digunakan khususnya untuk mengetahui aset persediaan adalah BEI. Pada laporan keuangan mereka, perusahaan BEI akan melaporkan nilai aset persediaan mereka setiap tahun. Data tingkat suku bunga dapat diperoleh dari Bank Indonesia yang juga wajib mengeluarkan laporan tahunan mereka.
Ongkos kerusakan Korea diestimasi berdasarkan perkalian antara aset persediaan dengan persentase kerusakan persediaan. Pendekatan ongkos kerusakan ini juga digunakan dalam mengestimasi ongkos kerusakan persediaan di Indonesia, karena data untuk mengestimasi ongkos kerusakan tersebut tersedia di Indonesia.
Pada saat menghitung ongkos resiko kerusakan, Indonesia menggunakan pendekatan yang sama dengan Korea. Ongkos kerusakan Korea dan Amerika diperoleh dari perkalian antara aset persediaan dengan persen kerusakan. Kembali lagi, aset persediaan diperoleh dari perusahan BEI, sedangkan persen kerusakan akan ditentukan sesuai dengan kondisi dan situasi di Indonesia.
Ongkos pergudangan Korea dan Amerika diestimasi dari data ongkos pergudangan publik dan swasta yang mana kedua jenis data ini tidak tersedia di Indonesia. Hal tersebut menyebabkan pendekatan ongkos pergudangan Korea tidak dapat digunakan di Indonesia. Namun, ongkos pergudangan tidak dapat diabaikan dalam estimasi ongkos logistik nasional. Oleh karena itu, akan dikembangkan model ongkos pergudangan khusus untuk Indonesia. - Ongkos Administrasi
Pada saat menghitung ongkos administrasi, Indonesia menggunakan pendekatan yang sama dengan Amerika, yaitu perkalian antara faktor konstan dengan jumlah ongkos transportasi dan ongkos penanganan persediaan. Penggunaan model ongkos administrasi Amerika disebabkan karena tersedianya data untuk menghitung ongkos administrasi tersebut.
Saat menghitung ongkos logistik, Afrika Selatan membagi sektor usaha terlebih dahulu dalam tiga kategori yaitu sektor usaha pertanian, pertambangan, dan industri pengolahan (The Second Annual State of Logistics Survey For South Africa, 2005 dalam Pishvaee dkk., 2009). Indonesia juga menggunakan pembagian sektor usaha yang sama dengan Afrika Selatan yaitu terdiri dari tiga sektor usaha, di antaranya sektor usaha pertanian, pertambangan, dan industri pengolahan.
Ongkos logistik Indonesia terdiri dari tiga kategori ongkos yaitu ongkos transportasi, ongkos penanganan persediaan, dan ongkos administrasi berdasarkan model ongkos logistik Amerika. Ongkos transportasi dan ongkos penanganan persediaan mengacu kepada model ongkos logistik Korea, ongkos administrasi mengacu kepada model ongkos logistik Amerika, sedangkan sektor usaha yang digunakan mengacu kepada model ongkos logistik Afrika Selatan.
Referensi:
- Economic And Social Commission For Asia And The Pasific (2002): Commercial Development of Regional Ports as Logistics Centres, United Nations.
- Pishvaee, M.S., Basiri, H., dan Sajadieh, M.S. (2009): Supply Chain and Logistics in National, International and Governmental Environment (Concepts and Models), Springer-Verlag Berlin Heidelberg.
*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.
Download artikel ini:
SCI - Artikel Komponen Ongkos Logistik Nasional (Bagian 2 dari 2 tulisan) (731.9 KiB, 296 hits)