Oleh: Dr. Zaroni, CISCP., CFMP.
Head of Consulting Division | Supply Chain Indonesia
Logistik berperan penting dalam bisnis. Inti dari logistik adalah mengelola pergerakan material dan barang. Dua sisi yang diperankan logistik, sisi produksi dan pemasaran. Dari perspektif produksi, peran logistik adalah mengadakan material dari pemasok ke perusahaan untuk memenuhi proses produksi.
Peran logistik dari perspektif produksi ini disebut procurement logistics. Sementara dari perspektif pemasaran, peran logistik adalah mendistribusikan barang dari perusahaan ke konsumen. Peran logistik seperti ini dikenal dengan sales logistics.
Keunggulan dan keberlangsungan perusahaan sangat ditentukan bagaimana perusahaan mengelola logistik secara efektif. “Pengelolaan logistik yang kurang baik akan mengakibatkan pelanggan membatalkan transaksi pembeliannya”, demikian Shigeta mengawali perkuliahan Logistics Management pada pelatihan IDLM AOTS, 2 November 2017.
Pelanggan memerlukan produk sesuai kebutuhan fungsi produk yang diinginkan. Umumnya fungsi produk dapat dipenuhi oleh semua produsen. Fungsi produk dihasilkan dari kegiatan produksi. “Semua produsen dapat memenuhi fungsi produk ini, sehingga nilai proposisi produk tidak lagi ditentukan oleh fungsi produk, namun saat ini keunggulan perusahaan lebih banyak ditentukan pengelolaan dan pelayanan kepada pelanggan”, papar Shigeta, yang saat ini menjabat sebagai Advisor pada Tokyo Logistics Institute.
“Persaingan perusahaan telah lama bergeser dari fungsi produk ke fungsi pemasaran, dan logistik”, ujar Shigeta. Fungsi pemasaran melaksanakan analisis pelanggan dan pasar. Lalu, perusahaan menggunakan informasi ini untuk pengembangan produk, perbaikan kualitas, strategi harga, kebijakan distribusi, periklanan, dan lain-lain. Dalam konsep manajemen pemasaran dikenal dengan 4P (product, price, promotion, dan place)”.
“Sementara fungsi logistik, bersamaan dengan proses produksi dan pemasaran, logistik berperan dalam perolehan material sampai proses produksi, penyimpanan produk, dan distribusi”, tambah Shigeta.
Kami pun menyimak perkuliahan Logistics Management yang diajarkan Yasuo Shigeta dengan seksama. Untuk menggambarkan bagaimana peran penting logistik dalam perusahaan, Shigeta memberikan ilustrasi menarik dalam bentuk cerita. Lalu, kami mendengarkan kata demi kata dari rangkaian cerita Shigeta.
“Dikisahkan seorang perempuan muda bernama Asami Marry akan membeli kulkas di toko elektronik di kawasan perdagangan elektronik Shinjuku. Marry baru tinggal di Tokyo beberapa hari setelah diterima bekerja di Tokyo Kenshu Center (TKC) sebagai staf overseas training service”, cerita Shigeta.
“Sebelumnya Marry hidup di pedesaan bersama orang tua dan adik-adiknya di Fukuoka. Menjelang berangkat ke Tokyo, orang tua Marry berpesan agar Marry hati-hati hidup di kota.
Marry menyewa kamar di sebuah apartment di Kita-senju, tidak jauh dari TKC. Marry mulai melengkapi peralatan di kamar apartment-nya dengan kulkas. Marry menyempatkan diri ke toko elektronik untuk membeli kulkas tersebut setelah pulang kerja”, lanjut Shigeta.
“Marry membutuhkan kulkas untuk kebutuhan minum air mineral dingin dan menyimpan beberapa makanan. Oleh karena itu, Marry membeli kulkas yang ada fungsi freezer. Fungsi dari produk tersebut berkaitan dengan proses produksi, yang disebut sebagai product function”, terang Shigeta.
“Setelah Marry sampai ke toko, Marry mendapatkan aneka kulkas dengan berbagai brand. Sudah barang tentu, karena kulkas maka memiliki fungsi yang sama”, terang Shi Ketika Marry menentukan kulkas mana yang akan dipilih, Marry akan memilih kulkas yang sesuai fungsi kebutuhannya, desain, dan harga”, jelas Shigeta.
“Mungkin juga Marry berpikir, untuk membeli produk kulkas, Marry akan memilih produk buatan Jepang, merek Hitachi. Marry berpikir berapa harga kulkas yang akan dibeli. Marry akan mencari kulkas dengan harga yang sesuai dengan budget-nya berkisar JPY60,000 sampai JPY65,000”, ujar Shigeta.
“Selain itu, dia ingin kulkas yang tidak terlalu besar, dengan pilih model kulkas yang slim. Marry menemukan kulkas yang slim dengan harga JPY62,000. Dari situ Marry menemukan 3 pilihan warna kulkas: hijau muda, biru, dan putih.
Marry memutuskan kulkas warna hijau muda. Pada sisi pintu kulkas, Marry menemukan ada gambar kecil Snoopy yang lucu. Kemudian, dia cek apa merek kulkasnya, ternyata Hitachi.
Kemudian, dia memanggil petugas toko, Marry mengatakan untuk membeli kulkas tersebut. Petugas toko mengecek, ternyata stock kulkas yang dipilih Marry sedang habis (out of stock). Petugas toko selanjutnya menanyakan ke produsen atau grosir, kulkas tersebut baru datang dalam 2 minggu lagi.
Marry mengatakan, saya butuh kulkas hari Minggu, karena Marry mengundang kawan-kawan kerjanya pada hari Minggu untuk perayaan kerja pertama Marry. Petugas toko mengatakan kalau yang kulkas warna lain ada stock, tetapi mereknya Panasonic, harganya JPY58,000.
“Meski dengan sedikit kecewa, Marry akhirnya memutuskan tetap membeli kulkas di toko itu. Anda benar, kulkas yang dibeli tentu bukan kulkas Hitachi, namun kulkas Panasonic”, Shigeta meneruskan ceritanya.
“Pada saat kondisi ini, perusahaan Hitachi kehilangan kesempatan yang sangat besar sekali. Ketika ada pelanggan yang mau membeli kulkas Hitachi, ternyata tidak jadi karena stock produk habis”, ujar Shigeta mengingatkan.
“Dalam hal ini Hitachi minus satu point, ujar Shigeta serius. “Namun minus satu point yang dialami Hitachi tidak berhenti di sini saja. Karena apa? Pada hari Minggu, ketika sahabat-sahabat Marry yang diundang 7 orang datang, dia menceritakan kepada mereka”.
“Sampai di sini, Hitachi tambah point minus menjadi 7. Terlebih lagi sekarang zaman internet, Marry bisa menulis pengalaman kecewa membeli kulkas Hitachi karena stock habis. Marry pun menceritakan kekecewaannya ke netizen, bahwa Hitachi dalam mengelola stock produknya kurang bagus.
Sebaliknya, Panasonic mendapatkan point plus atas kondisi ini. Panasonic dinilai bagus dalam mengelola inventory produk jadi (finished goods)”, lanjut Shigeta.
“Belajar dari case ini, dari perspektif fungsi produksi, suatu produk sejatinya sama. Semua produk dirancang dan diproduksi untuk memenuhi fungsional produk yang sama”.
“Demikian juga fungsi pemasaran yang menjelaskan informasi keunggulan produk, sehingga pelanggan tertarik untuk memutuskan pembelian produk. Fungsi pemasaran setiap perusahaan pun sama”.
“Namun, karena manajemen logistik yang kurang baik, utamanya dalam pengendalian stock produk, perusahaan bisa kehilangan profit dan kesempatan penjualan. Tidak hanya kehilangan penjualan dan profit saat ini, perusahaan juga berpotensi kehilangan kesempatan penjualan di masa mendatang”, imbuh Shigeta.
“Hanya dengan manajemen stock saja, di mata pelanggan Hitachi dan Panasonic berbeda, yang berakibat pada kesenjangan sales. Kehabisan stock, hanyalah problem permukaan, kemungkinan perencanaan produksi yang kurang cermat, dan pasokan material dari supplier yang kurang tepat”, pungkas Shigeta.
15 November 2017
*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.
Download artikel ini:
SCI_-_Artikel_Logistik_dan_Manajemen_Perusahaan_Bagian_1.pdf (653.9 KiB, 765 hits)