Oleh: Setijadi | Chairman at Supply Chain Indonesia
Pemerintah telah mencanangkan Program Tol Laut yang dilatarbelakangi disparitas harga yang cukup tinggi antara wilayah barat dan timur Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang terpusat di Pulau Jawa mengakibatkan inefisiensi transportasi laut di Indonesia karena ketidakseimbangan muatan balik dari wilayah-wilayah yang pertumbuhan ekonominya rendah, khususnya di Kawasan Timur Indonesia.
Pemerintah telah menetapkan beberapa dasar hukum Program Tol Laut, antara lain Perpres No. 106 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Kewajiban Publik untuk Angkutan Barang di Laut dan Permenhub No. PM. 4 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 161 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik untuk Angkutan Barang di Laut.
Pemerintah telah menetapkan enam trayek tol laut tahap pertama dengan SK AL.108/7/8/DJPL-15 tentang Jaringan Trayek Pelayaran Tol Laut Tahun Anggaran 2016 dan Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaannya. Selain itu, ditetapkan pula Permenhub No. 10 Tahun 2016 tentang Tarif Angkutan Barang di Laut dalam Rangka Pelaksanaan Kewajiban Pelayanan Publik (Public Service Obligation).
Pemerintah juga mengevaluasi implementasi Program Tol Laut yang dinilai belum optimal.
Implementasi Program Tol Laut tersebut berbeda dengan konsep awal Tol Laut yang direncanakan dalam bentuk pelayaran dari barat ke timur Indonesia dan sebaliknya dengan menggunakan kapal berkapasitas besar secara terjadwal.
Supply Chain Indonesia (SCI) dapat memahami perubahan konsep Tol Laut, termasuk evaluasi yang dilakukan Kementerian Perhubungan.
Namun, Pemerintah perlu segera merancang dan menetapkan rencana induk (master plan) Tol Laut. Rencana induk diperlukan sebagai acuan kementerian/lembaga terkait dalam mengimplementasikan Tol Laut. Acuan ini juga diperlukan bagi para pelaku dan para pihak (stakeholders) lainnya untuk terlibat dalam Program Tol Laut, termasuk perusahaan-perusahaan pelayaran.
Rencana induk terutama mencakup perencanaan rute, pelaku, mekanisme, rencana pengembangan pelabuhan dan infrastruktur lainnya, serta industri pendukung, termasuk galangan kapal.
Perencanaan rute harus mempertimbangkan arus dan volume barang antar wilayah, termasuk potensi setiap wilayah. Perencanaan ini bersifat jangka menengah dan panjang sehingga harus terintegrasi dengan rencana kementerian terkait, seperti Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035 dan Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Perencananaan Program Tol Laut harus terintegrasi dan sinergi dengan rencana pembangunan wilayah, baik terkait dengan rencana pengembangan komoditas unggulan maupun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) masing-masing. Karakteristik komoditas wilayah akan menentukan infrastruktur fisik dan suprastruktur pelabuhan.
Tol Laut hendaknya melibatkan pelayaran nasional, baik perusahaan BUMN maupun swasta. Kegiatan operasional Tol Laut perlu diintegrasikan dengan pelayaran yang sudah berjalan, termasuk dengan Pelayaran Rakyat.
Pengembangan Tol Laut juga harus terintegrasi dengan sistem transportasi hinterland masing-masing wilayah. Integrasi mencakup dukungan infrastruktur transportasi (jalan dan rel kereta api) dan para pelakunya (perusahaan jasa transportasi sebagai feeder).
SCI memandang bahwa Tol Laut menjadi salah satu strategi penting pengembangan transportasi laut untuk Indonesia yang merupakan negara kepulauan atau negara maritim. Konsep tol laut perlu dikembangkan dan diimplementasikan agar transportasi laut menjadi backbone sistem transportasi multimoda Indonesia yang terintegrasi.
Tol Laut diharapkan dapat mendorong keseimbangan pertumbuhan wilayah, baik ekonomi maupun industri dengan meningkatnya konektivitas dan arus barang, baik ke maupun dari KTI. Selanjutnya, dengan pertumbuhan KTI, maka volume pengiriman barang akan meningkat dan balik mendorong implementasi Konsep Tol Laut.
Terima kasih.
13 September 2016.
Download Catatan ini:
Catatan_SCI_-_Mendesak_Rencana_Induk_Tol_Laut.pdf (509.7 KiB, 447 hits)