Oleh: Rudy Sangian | Senior Consultant at Supply Chain Indonesia
Konsep tol laut sangat diharapkan oleh Pemerintah dan para pelaku jasa logistik untuk bisa memperbaiki sistem logistik di Indonesia, namun pada kenyataannya, konsep ini belum berjalan sesuai dengan harapan.
Pemerintah masih berusaha menjalankan konsep tol laut ini dengan cara mendirikan infrastruktur-infrastruktur di 24 pelabuhan di Indonesia, dengan harapan setelah memperbaiki infrastruktur-infrastruktur di 24 pelabuhan tersebut biaya logistik di Indonesia bisa menurun.
Pengertian konsep tol laut ini masih sangat beraneka ragam, saya akan mencoba untuk mempertajam konsep tol laut ini dengan cara mereview Pulau Batam sebagai contoh untuk mempertajam konsep tol laut ini.
Selat Malaka dilewati kurang lebih 1200 kapal setiap harinya tetapi sayangnya hal ini belum menarik minat para pelaku logistik internasional untuk membuka representative office-nya di Batam.
Di waktu malam, dari pinggir Pelabuhan Batu Ampar kita bisa melihat lampu-lampu gedung mewah representative office pelaku usaha logistik internasional.
Di Batam itu tidak ada BUMN operator pelabuhan seperti di Priok, Belawan, Semarang, Perak dan seterusnya yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Pelabuhan Batu Ampar yang berdekatan dengan negara Singapore itu tidak dikelola oleh BUMN operator pelabuhan tetapi dikelola oleh otoritas Batam atau sekarang disebut dengan BP Batam dibawah pengawasan Kemenhub.
Pelabuhan Kabil secara manajerial itu dikelola oleh pihak swasta dan infrastruktur di pelabuhan dilengkapi dengan layanan satu atap (bea cukai, imigrasi, kanpel, dan karantina). Tetapi sampai saat ini belum bisa menarik para pelaku usaha logistik internasional itu untuk menyandarkan kapalnya di Pelabuhan Kabil.
Jika pemerintah berupaya keras memutakhirkan ke 24 pelabuhan di Indonesia dengan dana ratusan trilyunan rupiah maka bisa kita review Pelabuhan Batu Ampar di Batam sejak dari pertama kali berdiri selama 35 tahun yang lalu bahwa hal itu belum bisa menarik pelaku usaha logistik internasional untuk berkantor di seluruh penjuru pelabuhan Indonesia yang tersebar di ke-24 pelabuhan yang akan dimutakhirkan dengan dana ratusan trilyunan rupiah tersebut.
Artinya: ke-24 pelabuhan itu berpotensi menjadi sama nasibnya dengan Pelabuhan Batu Ampar yang berdekatan dengan Singapore apalagi dikerjasamakan dengan pihak asing yang mau menanggung ratusan trilyun rupiah utang BUMN operator pelabuhan di Indonesia sebagai CAPEX.
BIAYA LOGISTIK PADA KONSEP TOL LAUT
Salah satu cara pemerintah agar dapat menekan biaya logistik adalah dengan cara membenahi dan memperbaiki birokrasi-birokrasi yang ada.
Sewaktu saya di Batam maka perbandingan etmal tarif jasa kepelabuhanan Batam dengan Singapore itu selisihnya jutaan rupiah. Tarif di Batam itu jauh lebih murah dibandingkan Singapore tetapi hal itu sudah 35 tahun lebih belum bisa menarik bagi pelaku usaha logistik international karena bagi mereka ukuran biaya logistik dan PDB kita di Indonesia adalah 30% sedangkan Singapore tidak lebih dari 10%.
SEJARAH INDUSTRI PELAYARAN INDONESIA DAN KAITANNYA DENGAN KAPAL PERINTIS
Sejak Inpres No. 4/ 1985 yang tujuannya meningkatkan ekspor non-migas untuk menekan biaya logistik maka pemerintah waktu itu melonggarkan pendirian perusahaan pelayaran tidak lagi dipersyaratkan memiliki kapal berbendera Indonesia.
Saat itu dimulailah sejarah baru bahwa kapal feeder Indonesia bersaing dengan kapal asing yang mampu menawarkan biaya yang lebih rendah.
Akhirnya pemerintah menyadari efek kelonggarannya untuk tujuan menekan Biaya Logistik yang berimbas kepada Perusahaan Pelayaran Indonesia lalu menerbitkan PP No. 82/ 1999 yang salah satunya adalah kapal berbendera asing hanya boleh beroperasi pada pelayanan domestik dalam batas waktu 3 bulan saja.
Saat itu perusahaan pelayaran asing protes keras dengan berbagai cara karena telah berefek legalitas terhadap mata rantai kontrak logistik pengiriman barang dan akhirnya pemberlakuan ketentuan itu diundur hingga Oktober 2003 (4 tahun lamanya).
Margin perusahaan pelayaran Indonesia itu hanya 4% dan kapal-kapal sudah di atas 15 tahun yang rentan rusak, jalannya tidak bisa cepat sehingga dapat mengganggu kelancaran logistik distribusi pengiriman barang.
Hadirnya pengoperasian puluhan kapal perintis yang besar-besaran bahkan dibeli dari luar tidak akan memberi pertumbuhan ekonomi perusahan pelayaran di Indonesia. Kemudian, kerjasama pelabuhan dengan pihak asing sampai 72 tahun itu kiranya hanya akan membuat negara Indonesia semakin terpuruk.
KONDISI BISNIS SEWA ANGKUTAN KONTAINER
Salah satu perusahaan yang menyewakan jasa angkutan kontainer telah beralih ke fokus bisnis ke non kontainer, hal ini disebabkan oleh:
INTANGIBLE COST
Biaya per kontainer dalam radius 50 Km s/d 100 Km itu hanya mendapatkan sedikit margin yang disebabkan:
- Jarak tempuh dari pintu keluar Priok ke lokasi pemilik barang dapat dicapai 3 s/d 5 jam untuk radius tersebut tetapi belum termasuk:
- Antrean di hari Selasa dan Kamis di pintu keluar masuk pelabuhan selama 2 atau 3 jam
- Terkadang truk masuk malam mulai dari jam 1 s/d jam 4 pagi tetapi barang di kapal baru dibongkar jam 8 pagi
- Biasanya antara tanggal dan jam kontainer/barang di lini I quay yard itu dinformasikan oleh pengelola terminal di H+1
- Kegiatan forwarder saat ini terkondisi di ranah sekitar pelabuhan yang disebabkan:
- Jika ada keperluan container empty yang diperlukan pemilik barang maka forwarder harus selalu ke lokasi di sekitar pelabuhan yang disebabkan container empty dipusatkan oleh perusahaan pelayaran di depo sekitar pelabuhan
BIAYA TAK TERDUGA
- Adanya kerusakan kontainer penyok dsbnya, yang besaran biayanya tergantung dari kondisi kerusakannya
- Biaya cleaning jika kontainer kotor dan tergantung dari kondisi kotornya
Biaya lainnya sifatnya fixed seperti hitungan lo–lo per TEUs, hitungan OB (jika ada), hitungan tarif per TEUs, ongkos sopir dan lain-lain.
Berdasarkan order pengiriman barang kita akan tahu persis berapa sebenarnya selisih biaya yang signifikan antara:
- Jika kita menggunakan kapal SSS Jakarta Surabaya
- Jika kita menggunakan double track dari Jakarta Surabaya
- Jika kita menggunakan jalur pantura dari Jakarta Surabaya
Data-data tersebut berdasarkan tanggal dan jam keberangkatan dan kedatangan dari Jakarta dan ke tujuan Surabaya, naik ke kapal SSS dan bongkar dari kapal SSS, kapan ditarik oleh kapal pandu/tunda untuk mendapatkan tanggal dan jam ikat tali kapal SSS, muat ke GD Kereta Api dan turun dari GD Kereta Api, plus biaya-biaya lainnya termasuk biaya tol.
Jika kita turun ke lapangan untuk berhadapan dengan petugas KSOP (Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan), pengelola terminal pelabuhan dan sebagainya maka kita akan mendapatkan data-data yang akurat, bukti-bukti yang akurat.
Mungkin hanya dengan cara mendapatkan data-data yang akurat di atas tadi, kita dapat memberi masukan kepada pemerintah di Indonesia agar terjadi perubahan yang jauh lebih baik di pelabuhan-pelabuhan di Indonesia.
Download Artikel ini:
Mereview Pulau Batam untuk Rencana Aksi Konsep Tol Laut (449.0 KiB, 413 hits)