Oleh: Aldo Rico Geraldi, S.H., M.H.
Business Legal Section Head | PT Infokom Elektrindo dan
PT MNC GS Homeshopping (MNC Group)
Pengangkutan internasional melalui udara memiliki posisi startegis karena merupakan alternatif yang cepat, efisien, dan ekonomis bagi pengangkutan, pertumbuhan dan pengembangan perdagangan, ekonomi, serta industri antar negara. Pengangkutan internasional merupakan setiap pengangkutan yang dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antar pihak yang mana tempat keberangkatan dan tempat tujuan, dengan ada atau tidaknya pemberhentian sementara selama pengangkutan atau pemindahan muatan terletak di dalam wilayah dua negara.
Pelaksanaan pengangkutan udara internasional memiliki beberapa subjek hukum seperti perusahaan pengangkutan dan penumpang atau pengirim barang/kargo. Para pihak tersebut dalam melakukan kegiatan pengangkutan udara memiliki suatu hubungan hukum yang didasari pada suatu perjanjian pengangkutan yang tidak boleh bertentangan dengan ketentuan internasional yang berlaku.
Convention for the Unification of Certain Rules for International Carriage by Air
Convention for the Unification of Certain Rules for Internatinal Carriage by Air (Konvensi Montreal) tentang unifikasi ketentuan-ketentuan tertentu dalam pengangkutan udara internasional merupakan inisiatif yang diajukan oleh International Civil Aviation Organization (ICAO) dalam rangka melakukan modernisasi dan konsolidasi terhadap Konvensi Warsawa 1929 beserta instrumennya yang memberikan perlindungan lebih baik kepada penumpang maupun cargo shippers. Konvensi Montreal mengakui pentingnya untuk memberikan jaminan pelindungan atas kepentingan konsumen dalam pengangkutan udara internasional dan kebutuhan akan kompensasi yang layak berdasarkan prinsip restitusi.
ICAO melalui Konvensi Montreal berupaya untuk mencapai global uniformity, penerapan unlimited liability, penerapan sistem yang lebih koheren seperti pemisahan antara contractual carrier dengan actual carrier, semakin diakuinya posisi yang lebih baik bagi penumpang yang didasarkan atas hak-hak konsumen, dan memberikan ketentuan yang bersifat non-mandatory tentang advance payment bagi penumpang atau orang yang berhak mewakili untuk mengajukan tuntutan ganti rugi. Konvensi memberikan perluasan pengertian consumer yang tidak hanya mencakup passenger, tetapi juga mencakup shippers dan consignee, serta perluasan terhadap pengertian carrier yang meliputi actual carrier maupun contractual carrier. Pengertian carrier dapat juga meliputi agen baik yang actual maupun contgractual carrier.
Konvensi Montreal mempertahankan prinsip universalitas dan aspek yang terdapat dalam sistem Konvensi Warsawa, serta menekankan pada ketentuan ganti rugi yang tidak terbatas. Konvensi memberlakukan prinsip strict liability yang menjelaskan bahwa according to prevailing academic usage, strict liability is liability without wrongdoing. Pengangkut selalu bertanggung jawab terhadap risiko yang diderita oleh penumpang atau pengirim barang/kargo, tanpa ada kemungkinan bagi pengangkut untuk membuktikan ia tidak bersalah.
Menurut legal liability concept, pengangkut bertanggung jawab terhadap kerugian yang dialami pengguna jasa angkutan udara internasional karena adanya perpindahan tanggung jawab dari injured people kapada actor. Pengangkut tidak hanya bertanggung jawab atas kerugian yang timbul oleh perbuatannya sendiri, namun bertanggung jawab juga atas akibat perbuatan yang dilakukan oleh pegawai atau agen yang mengatasnamakan pengangkut.
Konsep dasar tanggung jawab hukum dalam pengangkutan udara, yakni based on fault liability yang diartikan bahwa tanggung jawab berdasarkan setiap perbuatan atau tindakan melawan hukum yang menimbulkan atau mengakibatkan kerugian terhadap pihak lain mewajibkan pihak yang menimbulkan kerugian tersebut harus mengganti kerugian. Tanggung jawab tersebut berlaku terhadap perusahaan pengangkutan dan pembuktian harus dilakukan oleh penumpang atau pengirim barang/kargo.
Selain itu, terdapat presumption of liability yang diartikan bahwa perusahaan pengangkutan dianggap bersalah, sehingga demi hukum harus membayar ganti rugi yang diderita oleh penumpang atau pengirim barang/kargo tanpa dibuktikan kesalahan lebih dahulu, kecuali perusahaan pengangkutan membuktikan tidak bersalah. Selanjutnya, liability without fault atau tanggung jawab mutlak atau absolute liability yang diartikan bahwa perusahaan pengangkutan bertanggung jawab mutlak terhadap kerugian yang diderita oleh penumpang atau pengirim barang/kargo tanpa melakukan pembuktian terlebih dahulu.
Alasan yang biasanya dapat membebaskan perusahaan pengangkutan dari tanggung jawab atau conventional defenses seperti force majeur, tindakan penguasa, bencana alam, perang, huru-hara, dan lain sebagainya tidak berlaku dalam konvensi, sehingga perusahaan pengangkutan tetap harus bertanggung jawab atas kerugian yang menimpa penumpang dan/atau pengirim barang/kargo karena terjadinya hal tersebut.Pengangkut hanya dapat dibebaskan dari tanggung jawab baik untuk seluruhnya atau sebagian apabila unsur-unsur yang dapat membebaskannya sebagaimana tercantum dalam konvensi terpenuhi atau apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan atau turut disebabkan oleh pihak penumpang atau pengirim barang/kargo atau contributory negligence.
Null and Void Kontrak Pengangkutan Udara Internasional
Para pihak yang melakukan kegiatan pengangkutan udara memiliki hubungan hukum yang didasarkan pada suatu perjanjian pengangkutan. Hubungan hukum tersebut merupakan hubungan kewajiban dan hak secara timbal balik yang timbul karena adanya peristiwa hukum berupa perbuatan, kejadian, atau keadaan. Hubungan tersebut terjadi baik karena adanya suatu perjanjian maupun karena ditentukan oleh suatu peraturan yang berlaku.
Perjanjian pengangkutan udara merupakan perjanjian timbal balik antara pengangkut dan pihak penumpang atau pengirim barang/kargo, dimana pihak pengangkut mengikatkan dirinya untuk menyelengarakan pengangkutan ke suatu tempat atau tujuan tertentu dan pihak penumpang atau pengirim barang/kargo mengikatkan diri untuk memberikan imbalan bayaran atau bentuk imbalan jasa yang lain. Dalam hal ini, pengangkut tidak melaksanakan pengangkutan sebagaimana yang telah disepakati dalam perjanjian, maka pengangkut bertanggung jawab atas semua akibat yang timbul dari penyelenggaraan pengangkutan baik karena kesengajaan ataupun karena kelalaian pengangkutan sendiri.
Konvensi Montreal bersifat memaksa dalam hal ketentuan mengenai jumlah batas tanggung jawab pengangkut yang tidak dapat dihapus atau dikurangi sekalipun atas persetujuan para pihak. Pengangkut dapat menetapkan bahwa terhadap perjanjian pengangkutan berlaku batasan pertanggungjawaban yang lebih tinggi dari yang diatur dalam konvensi atau tidak terdapat batasan pertanggungjawaban sama sekali. Konvensi telah mengatur bahwa segala ketentuan yang bertujuan untuk melepaskan tanggung jawab pengangkut atau menetapkan batas tanggung jawab yang lebih rendah dari yang ditentukan pada Konvensi, harus diabaikan dan dinyatakan batal demi hukum atau null and void.
Perusahaan pengangkutan dilarang untuk membuat perjanjian yang mengurangi atau meniadakan jumlah tanggung jawab, apabila perusahaan pengangkutan membuat perjanjian yang jumlah ganti ruginya lebih kecil dibandingkan dengan jumlah ganti kerugian yang tercantum dalam Konvensi, maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Namun, pembatalan ketentuan tersebut bukan berarti pembatalan perjanjian pengangkutan secara keseluruhan yang tetap tunduk pada ketentuan Konvensi. Dalam hal ketentuan perjanjian tidak bertentangan dengan konvensi, maka prinsip kebebasan berkontrak tetap dihormati karena tidak satu pun ketentuan dalam Konvensi yang dapat mencegah pengangkut untuk menolak melakukan perjanjian pengangkutan apa pun, melepaskan hak pembelaan diri yang ada dalam Konvensi, atau menetapkan syarat-syarat yang tidak bertentangan dengan ketentuan di dalam Konvensi.
3 Januari 2022
Referensi:
- Agus Pramono, 2011, Dasar-Dasar Hukum Udara Dan Ruang Angkasa, Ghalia Indonesia, Bogor.
- Abdulkadir Muhammad, 2013, Hukum Pengangkutan Niaga, Citra Aditya Bakti, Bandung.
- Convention for The Unification of Certain Rules for International Carriage by Air, done at Montreal on 28 May 1999. The Convention entered into force on 4 November 2003.
- Candra Irawan, Politik Hukum Hak Kekayaan Intelektual Indonesia Kritik Terhadap WTO/TRIPs Agreement dan Upaya Membangun Hukum Kekayaan Intelektual Demi Kepentingan Nasional, Mandar Maju, Bandung, 2011.
- E. Saefullah Wiradipradja, 1989, Tanggung Jawab Pengangkut dalam Hukum Angkutan Udara Internasional dan Nasional, Liberty, Yogyakarta.
- E. Suherman, 1979, Masalah Tanggung Jawab Pada Charter Pesawat Udara dan Beberapa Masalah Lain Dalam Bidang Penerbangan, Offset Alumni, Bandung.
- I H Ph Diederiks-Verschoor, 2012, An Introduction to Air Law, Walter Kluwers, Netherlands.
- K. Martono dan Eka Budi Tjahjono, Asuransi Transportasi Darat-Laut-Udara, Mandar Maju, Bandung, 2011.
- Soegijatna Tjakranegara, 1995, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, Rineka Cipta, Jakarta.
- Subekti, 2014, Aneka Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung.
- Suwardi, 1991, Penulisan Karya Ilmiah tentang Penentuan Tanggung Jawab Pengangkut yang Terikat dalam kerja sama Pengangkutan Udara Internasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional Separtemen Kehakiman, Jakarta.
*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.
Download artikel ini:
SCI - Artikel Null and Void Kontrak Pengangkutan Udara Internasional dalam Konvensi Montreal (747.7 KiB, 172 hits)