Oleh: Nova Indah Saragih
Dosen Program Studi Teknik Industri
Universitas Widyatama
Pada wilayah perkotaan, transportasi barang mewakili 20% sampai 30% dari total kilometer kendaraan dan 16% sampai 50% emisi. Fakta bahwa transportasi barang adalah bagian penting dari pembangunan ekonomi, serta pada saat yang sama turut berkontribusi pada kemacetan, kebisingan, dan polusi, hal tersebut merupakan tantangan. Pada dekade terakhir, industri transportasi menjadi semakin peduli dengan dampak konsumsi bahan bakar pada ongkos operasi serta emisi CO2. Hal tersebut berlaku khususnya untuk angkutan barang di wilayah perkotaan yang sebagian besar rantai distribusi dimulai atau berakhir (Arvidsson, 2016).
Peningkatan faktor beban truk diketahui dapat mengurangi dampak negatif lingkungan karena membutuhkan lebih sedikit truk yang digunakan untuk mengangkut jumlah barang yang sama yang juga dikenal sebagai pengurangan angkutan barang (EEA, 2010). Meningkatkan pemanfaatan truk pada semua perjalanan juga diharapkan dapat mengurangi ongkos transportasi (McKinnon dan Edwards, 2010 dalam Teo dkk., 2014).
Utilitas kendaraan adalah ukuran seberapa efisien angkutan barang mengangkut barang dengan kendaraannya. Jika utilitas kendaraan dapat ditingkatkan melalui pengurangan kendaraan kosong dan penggunaan yang lebih baik dari kapasitas angkut masing-masing kendaraan, maka barang yang sama dapat dibawa dengan pergerakan kendaraan yang lebih sedikit. Hal tersebut membantu mengurangi total lalu lintas kendaraan barang yang mengarah pada pengurangan kemacetan, emisi, kecelakaan, dan dampak lingkungan lainnya dari angkutan barang (EAA, 2010).
Faktor beban adalah rasio muatan rata-rata terhadap total kapasitas angkut kendaraan (van, truk, kereta gerbong, dan kapal) yang dinyatakan dalam satuan kilometer kendaraan atau v-km (EAA, 2010). Teo dkk. (2014) menyebutkan bahwa faktor beban juga dapat dinyatakan dalam satuan kilometer ton atau t-km. Beban rata-rata digunakan untuk menghitung kendaraan kosong. Misalnya sebuah truk penuh dengan kapasitas dua ton meninggalkan depot menuju pelanggan sejauh 2 km dan kembali dengan truk kosong akan memiliki faktor muatan 50% (4 t-km dibagi 4 v-km dan kemudian dibagi dengan 2 ton). Unit “t-km” dapat digambarkan sebagai transportasi satu ton barang yang diangkut dalam jarak satu kilometer dan “v-km” mengacu pada pergerakan kendaraan dalam satu kilometer.
Skema faktor beban diterapkan untuk mendorong penggunaan kapasitas truk secara maksimal. Sejumlah negara Eropa telah menerapkan peraturan faktor beban yang berbeda-beda untuk setiap negara. Seperti di Amsterdam, truk dengan berat lebih dari 7,5 ton dapat mengakses jalan-jalan apabila truk yang kurang dari 9 meter mampu mencapai faktor beban lebih dari 80% dan memenuhi standar emisi Euro II (Castro dan Kuse, 2005 dalam Teo dkk., 2014). Di Kopenhagen, van dan truk yang beratnya lebih dari 2,5 ton memerlukan sertifikat untuk berhenti di Medieval City. Skema yang disebut City Goods Ordinance adalah uji coba dari Februari 2002 hingga 31 Oktober 2003 yang mengeluarkan sertifikat hijau jika truk mencapai faktor muatan lebih dari 60% selama periode tiga bulan dan mesin yang memenuhi kriteria tidak lebih dari 8 tahun.
Sertifikat merah dapat dibeli jika truk tidak dapat memenuhi persyaratan dan valid untuk penggunaan satu hari (Kjaersgaard dan Jensen, 2004 dalam dalam Teo dkk., 2014). Fungsi sertifikat merah mirip dengan Area Licensing Scheme (ALS) yang diterapkan di Singapura pada tahun 1975 untuk mobil penumpang yang memungkinkan kendaraan memasuki area Central Business District pada jam-jam sibuk ketika mereka membeli lisensi area apabila kendaraan membawa kurang dari empat penumpang (Phang dan Toh, 1997 dalam Teo dkk., 2014). City Goods Ordinance terbukti efektif dalam memaksimalkan pemanfaatan kapasitas truk dengan rata-rata faktor beban sekitar 70%.
Skema faktor beban mirip dengan skema lain yang biasanya digunakan oleh para pembuat kebijakan di kota-kota seperti Praha, Budapest, Maribor, Paris, dan Stockholm untuk mengelola aliran lalu lintas truk di dalam kota seperti larangan truk dan pembatasan berat/ukuran/waktu (Castro dan Kuse, 2005; Allen dan Browne, 2010; Huschebeck, 2001 dalam Teo dkk., 2014). Analisis larangan truk dilakukan oleh Yamada dan Taniguchi (2005) dalam Teo dkk. (2014) yang ditemukan bahwa skema pembatasan akses dapat meningkatkan ongkos pengiriman. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Tamagawa dan Taniguchi (2010) dalam Teo dkk. (2014), inisiatif larangan truk menghasilkan pengurangan emisi NOx.
Adapun persentase faktor beban untuk sejumlah negara adalah sebagai berikut:
1. Belgia
Gambar 1 menunjukkan evolusi faktor beban untuk truk yang dihitung sebagai rasio kilometer untuk perjalanan bermuatan ke total kilometer yang ditempuh. Faktor beban bervariasi dari 73% hingga 76,1%. Rata-rata 2002 (75,3%) lebih tinggi dari rata-rata 2003 (74,9%).
2. Denmark
Di Denmark, faktor beban untuk perjalanan bermuatan turun dari lebih dari 70% pada tahun 1984 menjadi 47% pada tahun 1996, dan untuk semua perjalanan (termasuk kendaraan kosong) dari 45% menjadi 38%.
3. Inggris Raya
Faktor beban di Inggris Raya (tidak termasuk kendaraan kosong) adalah antara 40% dan 65%.
4. Austria
Faktor beban di Austria adalah antara 22% sampai dengan 73% tergantung pada jenis kendaraan dan ukurannya.
5. Perancis
Nilai minimum faktor beban di Perancis adalah 36% dan nilai maksimum sebesar 81%.
6. Jerman
Faktor beban di Jerman berkisar dari 53% (untuk kelas berat <7,5 t) hingga 62% (untuk kelas berat 7,5-10 t) yang dapat dilihat pada Gambar 2.
21 April 2020
Referensi:
- Adra, N., Michaux, J.L., dan Andre, M. (2004): Analysis Of The Load Factor And The Empty Running Rate For Road Transport. Artemis – Assessment And Reliability Of Transport Emission Models And Inventory Systems, INRETS, Perancis.
- Arvidsson, N. (2016): The Load Factor Paradox In Urban Freight Transports, Northern LEAD, Swedia.
- EEA (European Environment Agency) (2010): Load Factors For Freight Transport, EAA, Denmark.
- Teo, J.S.E., Taniguchi, E., dan Qureshi, A.G. (2014): Evaluation of Load Factor Control and Urban Freight Road Pricing Joint Schemes with Multi-agent Systems Learning Models, Procedia – Social and Behavioral Sciences, 125, 62 – 74.
*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.
Download artikel ini:
SCI - Artikel Pengendalian Faktor Beban untuk Mengurangi Dampak Lingkungan di Wilayah Perkotaan (758.4 KiB, 233 hits)