Oleh: Ir. Hasanuddin Yasni, M.M.
Ketua Asosiasi Rantai Pendingin Indonesia (ARPI)
Cold chain atau rantai dingin merupakan sebuah sistem rantai pasok yang dalam prosesnya sangat mempertimbangkan suhu. Cold chain berfungsi untuk menjaga kualitas produk terutama komoditas yang bersifat mudah rusak (perishable) dengan menggunakan temperatur tertentu mulai dari proses penyimpanan, transportasi, hingga penjualan.
Potensi peningkatan kebutuhan cold chain di Indonesia sangat besar terutama pada industri farmasi, produk pertanian, produk unggas dan daging sapi, serta industri perikanan. Saat ini industri cold chain di Indonesia mengalami pertumbuhan yang signifikan. Tingkat pertumbuhan didorong oleh peningkatan pengguna e-Commerce yang saat ini cenderung memilih berbelanja secara online termasuk untuk kebutuhan bahan pokoknya seperti makanan, minuman, suplemen, dan sejenisnya. Selain itu, pertumbuhan tersebut juga didorong oleh peningkatan permintaan pasar untuk produk makanan beku atau frozen food yang naik pesat akibat pandemi Covid-19.
Perkembangan konsumsi makanan beku di Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut.
Sumber: BPS, 2019 diambil dari Modul e-Training & e-Certification Cold Chain Logistics
Kebutuhan cold chain saat ini tercatat sebesar 12,5 juta meter kubik belum mencukupi untuk permintaan makanan beku atau frozen food. Sedangkan industri baru bisa memenuhi sekitar 34 persen untuk frozen food. Hal tersebut juga dilihat dari kebutuhan di luar Pulau Jawa yang masih belum tercover meski jumlah permintaannya belum sebanyak Pulau Jawa.
Untuk memenuhi permintaan frozen food saja, saat ini paling tidak Indonesia harus memiliki 40 juta meter kubik. Tidak perlu dengan kapasitas yang besar cukup yang kecil seperti yang ada di minimarket saat ini.
Meski demikian, besaran tambahan kapasitas cold chain akan tergantung pada permintaan setiap provinsi. Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur yang merupakan provinsi yang menyatakan minat dalam pengembangan cold chain sebagai salah satu upaya menjaga ketahanan pangan daerahnya.
Proyeksi permintaan cold storage di Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut.
Sumber: PT Capricorn Indonesia, 2019 diambil dari Modul e-Training & e-Certification Cold Chain Logistics
Sumber: ITA Cold Chain Top Markets Report, 2016 diambil dari Modul e-Training & e-Certification Cold Chain Logistics
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa India menduduki puncak kapasitas cold storage terbesar dengan kapasitas 131 juta meter kubik, kemudian disusul oleh Amerika dengan kapasitas 115 juta meter kubik, selanjutnya pada posisi ketiga adalah China dengan kapasitas 76 juta meter kubik.
Dibandingkan dengan negara lain seperti India, Amerika maupun China, Indonesia masih tertinggal jauh dengan kapasitas cold storage sebanyak 200 ribu meter kubik sedangkan kebutuhan cold storage di Indonesia semakin bertambah.
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengenai kebutuhan cold storage dan ketersediaan yang ada di Indonesia, menyebutkan bahwa kebutuhan cold storage terbanyak terletak di wilayah Jawa dengan jumlah ketersediaan sebesar 14,15%, disusul oleh sumatera dengan jumlah ketersediaan sebesar 6,51%, Sulawesi sebesar 12,55%, Bali dan Nusa Tenggara dengan persentase ketersediaan 9,51%, Kalimantan sebesar 3,96%, serta Papua dan Maluku sebesar 12,28%.
Jika dilihat dari data di atas, terdapat ketimpangan tingkat kebutuhan cold storage dibandingkan dengan tingkat ketersediaan cold storage di Indonesia sehingga peluang bisnis cold storage di Indonesia masih sangat besar. Ketersediaan infrastruktur cold chain juga dapat ditingkatkan dengan upaya pemerintah dalam menekan biaya logistik.
22 Mei 2021
*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.
Download artikel ini:
SCI - Artikel Peluang Industri Cold Chain di Indonesia (762.7 KiB, 293 hits)