Oleh: Imran Rasyid dkk.
| Kementerian Perhubungan Republik Indonesia
Jalan utama di Pulau Jawa yang lebih dikenal dengan nama Jalur Pantura (Jalur Pantai Utara) merupakan jalur dengan signifikansi yang sangat tinggi dan menjadi urat nadi pertama transportasi darat di Indonesia. Jalan ini melewati lima provinsi dengan panjang mencapai 1.316 km yang menghubungkan pesisir pantai utara Jawa, mulai dari Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, hingga Jawa Timur.
Keberadaan jalur Pantura menjadikan wilayah tersebut sebagai jalur utama dalam proses distribusi barang dan sebagai salah satu lintas utama koridor perekonomian nasional yang berperan besar dalam mendorong industri barang dan jasa nasional. Jalur Pantura memiliki arus lalu lintas perdagangan dengan total nilai ekonomi mencapai Rp1.963 triliun atau menyumbang 26,5% dari total PBD Indonesia pada tahun 2011. Potensi ekspor yang dimiliki wilayah jalur Pantura ini diperkirakan mencapai 38,5% dari total ekspor Indonesia.
Dominasi Truk
Pergerakan arus barang melalui jalur Pantura khususnya koridor Jakarta-Surabaya sangat padat dengan angkutan barang jenis umum (general cargo) atau paket. Meski jalur darat koridor Jakarta-Surabaya sudah dapat dilayani moda kereta api namun dari segi kuantitas pengiriman barang ekspedisi masih didominasi angkutan truk.
Pemilihan pengiriman barang ekspedisi menggunakan moda truk banyak dipilih oleh perusahaan jasa pengiriman ekspedisi karena tidak terikat oleh waktu mengingat pengiriman barang dapat dilakukan kapan saja, dengan demikian angkutan truk menjadi pilihan utama untuk pengiriman barang melalui jalur Pantura sehingga volume terus meningkat tiap tahunnya.
Besarnya volume pengguanaan truk untuk angkutan barang di jalur Pantura menyebabkan tingginya beban jalan di sepanjang jalur Pantura. Kondisi ini pada akhirnya menimbulkan kerusakan jalan, kemacetan, serta dampak lain seperti meningkatnya polusi udara, efisiensi penggunaan BBM, bertambahnya biaya pemeliharaan dan perawatan jalan, serta meningkatnya risiko kecelakaan lalu lintas.
Konsekuensi dari dampak tersebut adalah biaya yang tinggi pada transportasi khususnya distribusian barang. Oleh karena itu, diperlukan sinergi dan integrasi antarmoda transportasi agar tercipta konektivitas untuk menekan biaya tinggi transportasi.
Rel Ganda Jakarta-Surabaya
Pembangunan jalur rel ganda Jakarta-Surabaya di jalur Pantura bertujuan untuk mengurangi kepadatan tinggi di jalur Pantura dengan mengalihkannya menjadi menggunakan kereta api. Jalur rel ganda dengan panjang rel kereta mencapai 727 km dapat diintegrasikan dengan moda angkutan truk untuk distribusi barang.
Moda kereta api memilki beberapa kelebihan dibandingkan dengan moda truk, di antaranya adalah kapasitas angkut barang yang besar, bebas pungutan liar, keamanan serta keselamatan barang lebih terjamin, dan waktu perjalanan yang relatif cepat.
Waktu yang harus ditempuh apabila menggunakan truk umumnya 11 hingga 12 jam. Namun, dengan menggunakan kereta jalur ganda dapat ditempuh dalam waktu 8,5 jam. Tentu hal ini memberikan dampak yang positif terutama dari efisiensi waktu dan biaya.
Jalur rel ganda juga semakin meningkatkan frekuensi lalu lintas kereta api khususnya di wilayah Pulau Jawa, dari sebelumnya hanya 84 perjalanan per hari menjadi 148 perjalanan per hari atau meningkat hampir mencapai 50%. Peningkatan jumlah perjalanan ini akan membuka peluang bagi tumbuhnya jenis usaha baru, yaitu jasa pengiriman barang.
Pengoperasian jalur ganda kerata api Jakarta-Surabaya telah menunjukkan peran nyata dalam mendukung peningkatan mobilitas penumpang dan barang yang tercermin dalam beberapa indikator sasaran kinerjanya pada capaian tahun 2015. Capaian tersebut diyakini dapat terus meningkat dan dapat memenuhi target awal kinerja jalur ganda Jakarta-Surabaya mengingat banyaknya potensi yang belum dioptimalkan pada jalur tersebut.Sumber: Puslitbang Transportasi Antarmoda
Potensi Jalur Ganda Jakarta-Surabaya
Salah satu potensi jalur ganda Jakarta-Surabaya yang dapat dioptimalkan adalah kapasitas lalu lintas pergerakan kereta api. Penggunaan kapasitas lintas jalur tersebut ditunjukkan pada tabel di bawah ini.
Hasil analisis penggunaan kapasitas lintasan jalur ganda Jakarta-Surabaya sepanjang 727 km, menunjukan adanya variasi tingkat utilitas atau penggunaan dengan rata-rata berkisar 40-45%.Sumber: Puslitbang Transportasi Antarmoda
Frekuensi layanan kereta api tahun 2014 dengan tahun 2015 menunjukkan tren peningkatan jumlah layanan kereta api. Potensi pengembangan angkutan barang menggunakan moda kereta api lintas Jakarta-Surabaya diprediksi masih dapat ditingkatkan hingga mencapai estimasi tingkat penggunaan sebesar 60-75%.
Hal tersebut disebabkan karena pergerakan barang masih tinggi. Jenis layanan angkutan kereta api barang yang diperkirakan mengalami kenaikan frekuensi layanan adalah angkutan barang BBM, semen, dan peti kemas.
Optimalisasi Kereta Barang
Potensi angkutan barang dengan moda kereta api di Pulau Jawa sudah mencapai 4,4 juta ton dengan jumlah volume angkutan barang dengan negosiasi mecapai 3,8 juta ton (87,64%) sisanya merupakan angkutan barang non negosiasi sebesar 0,6 juta ton (12,36%).
Angkutan barang jenis BBM Pertamina yang paling besar mencapai 1,7 juta ton (57,31%). Selain jenis BBM Pertamina, jenis angkutan komoditas batu bara mencapai 0,695 juta ton (22,84%), angkutan komoditas semen mencapai 0,491 juta ton (16,14%), angkutan komoditas pasir kuarsa mencapai 108.800 (3,57%), dan angkutan komoditas pupuk 4.200 (0,14%).
Potensi permintaan angkutan kereta barang di jalur Pantura dapat dilihat berdasarkan data analisis kajian yang dilakukan Ditjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan. Hasil analisis menunjukkan terjadi peningkatan permintaan barang yang dilihat dari jumlah bangkitan tarikan dan tujuan tarikan barang dari tiga provinsi yang berada di jalur Pantura yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Mengingat masih tingginya permintaan tarikan dan tujuan barang di jalur Pantura maka diperlukan jaringan infrastruktur yang memadai dan terintegrasi untuk dapat memfasilitasi distribusi barang secara efisien.
Integrasi moda transportasi yang tercipta harus bertumpu pada tiga unsur, yaitu pelayanan angkutan barang seperti jadwal dan moda transportasi, jaringan pelayanan angkutan barang, serta jaringan prasarana angkutan seperti fasilitas alih moda, sehingga akan terbentuk sistem transportasi antarmoda barang.
20 November 2017
Dirangkum dari:
Rasyid, Imran, dkk. 2016. Wajah Angkutan Barang Jalur Pantura dalam Mengenal Transportasi Multimoda Barang Berbasis Rel. Cetakan Pertama. Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Kementerian Perhubungan Jakarta.
*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan/atau sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis, serta tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.
Download artikel ini:
Pengangkutan Barang di Jalur Pantura - SCI (683.9 KiB, 831 hits)