Oleh: Kyatmaja Lookman, CISCP | Director of PT Lookman Djaja
Pada saat ini keadaan minyak dunia sedang berada di level terendah dan menunjukkan trend terus menurun. Menurut data Economist dalam artikelnya yang berjudul “The Oil Conundrum”, minyak sekarang sedang mengalami massive oversupply. Jika minyak turun dari level 27 USD, maka akan banyak perusahaan minyak yang bangkrut. Untuk perusahaan di negara dengan cost production dibawah 27USD (sebagai contoh: IRAN 3USD, Saudi 8USD, Russia 9USD, US Shale Oil 13USD, Canada 17USD dan Brazil 20USD) mungkin masih bisa bertahan, tetapi bagaimana dengan negara dengan biaya lifting jauh lebih tinggi dari itu. Shale oil sebagai substitusi dari minyak bumi itu cost productionnya begitu rendah yaitu 13USD. Menurut Bapak Ihsanudin Noorsy, Pakar Ekonom, USA sekarang sudah mencapai kemerdekaan energi karena sudah tidak tergantung dari minyak negara manapun, bahkan mereka menjual minyak.
Komposisi biaya transportasi itu 60% dari komponen biaya logistik, sedangkan biaya pergudangan 30%-40%. Tetapi, untuk menurunkan harga transportasi itu sebenarnya bukan inti utama dalam penurunan harga. Seperti yang telah dipaparkan, sebenarnya komposisi biaya logistik (gudang dan transportasi) di dalam harga barang itu, tergantung dari state barang tersebut. Raw material akan memiliki komposisi biaya pengiriman dan gudang jauh lebih tinggi daripada finished goods. Berikut contohnya:
Oleh karena itu, trade facilitation itu memegang peranan yang sangat penting. Ship Follow the trade itu harus dibarengi dengan trade facilitiation untuk membuat high value item atau finished goods di daerah itu. Sebagai contoh, di NTT Raw material rumput dimana-mana, pengembangbiakan sapi murah, tetapi jika RPH nya tidak ada maka semua keistimewaan yang dimiliki NTT itu tidak ada artinya. Setelah RPH dibangun, pabrik lanjutan dibangun seperti baso dll. Selain itu, infrastruktur seperti listrik di daerah itu masih belum stabil. Infrastruktur lain seperti bandara, jalan, dan lain sebagainya juga harus dibuat bersamaan. Bagaimana investor akan invest pabrik jika akses ke daerah itu saja jika naik mobil harus 6 jam dan naik perahu 3 jam? Membuat infrastruktur itu harus berdasarkan prioritas dimana ada potensi di daerah itu. Jika tidak, maka BEP akan memakan waktu yang lama dan menghabiskan anggaran saja. Karena, tidak semua daerah itu berpotensi. Jadi intinya, jika sudah masuk jangan ragu-ragu. Negara Indonesia adalah negara yang terkenal dengan pengiriman bahan mentahnya, maka tidak heran biaya logistiknya mahal karena state barang kita masih di tahap sangat dasar.
Kembali ke komponen BBM terhadap transportasi, memang komponen BBM itu memegang peranan yang sangat besar terhadap sektor transportasi yakni mencapai 30%-40%, tetapi seberapa besarkah pengaruh komponen BBM tersebut terhadap harga barang? pada kenyataannya, kurang lebih hanya 3% sd 5% untuk barang finished goods. Sama halnya dengan komponen UMK hanya 5% saja. Dengan UMK 3.1 Juta, biaya transportasi mencapai Rp 175.000. Jadi kenaikan BBM 10% hanya berdampak 0,5% terhadap penghasilan seseorang. Tetapi lain halnya dengan makanan yang lebih kurang 30% sd 40% komponen UMK. Kenaikan 10% akan berdampak sebesar 3%-4%. Sebenarnya kunci utamanya adalah bagaimana kita menjaga harga barang agar tidak terus naik, karena itulah yang terus mengerus penghasilan para buruh. Mereka terus mengusahakan membuat UMK yang lebih tinggi karena daya beli yang rendah. Dampak UMK ini sangat besar, khususnya bagi industri yang padat karya komponen UMK bisa mencapai 40%-50% dari biaya pembuatan barang dan hasil akan berpengaruh terhadap UMK lagi ketika harga barang naik, dan juga banyak sekali industri yang masih padat karya.
Untuk industri pada modal menurut Frans Kongi, APINDO, Jawa Tengah, komponen cost yang utama itu bahan baku 60% dan listrik 20%. Oleh karena itu, pentingnya pemerintah untuk menjaga stabilitas nilai rupiah karena bahan baku kita sebagian besar masih impor. Oleh karenanya, ketika rupiah anjlok 20% beberapa waktu lalu, berdampak sangat besar pada sektor industri, yaitu sekitar 12% dari harga barang. Selain itu, walaupun BBM turun, akan tetapi biaya listrik tidak turun sebanyak BBM. Hal tersebut dapat terjadi meskipun power generator kita masih banyak menggunakan BBM. Sama halnya menurut Pak Kurkit, Ketua KADIN, Jawa Tengah, tidak ada dampak penurunan harga BBM terhadap industri, sehingga harga barang tidak bisa turun.
Memang benar komponen cost pengusaha truk itu sebagian besar BBM, akan tetapi dampak kenaikan dan penurunannya itu tidak signifikan terhadap harga barang. Tidak adil rasanya mahalnya biaya transportasi itu dikonotasikan dengan pengusaha angkutan khususnya pengusaha truk. Kenyataan yang ada dampaknya tidak signifikan terhadap harga barang, juga ketika adanya penurunan BBM, tidak adil rasanya jika yang diambil satu komponen saja yakni BBM itu sendiri. UMK juga sangat berpengaruh terhadap industri kita bernilai 20%, karena jika terlalu rendah maka tidak ada poin menjadi driver. Belum lagi biaya-biaya komponen yang cenderung naik seperti oli, ban, dan sebagainya, ditengah harga minyak turun. Harga oli Pertamina juga tidak turun sama halnya dengan ban yang komponen materialnya sebagian besar minyak. Karena posisi terjepit inilah akhirnya overload dan overdimensi sebagai jalan keluar. Karena cost sudah terlalu tinggi, seperti yang dikatakan Pak Ganjar , Gubernur Jawa Tengah, ini adalah masalah kebutuhan untuk bertahan hidup.
Download Artikel ini:
Pengaruh BBM terhadap Harga Barang (447.5 KiB, 547 hits)