Oleh: Setijadi, S.T., M.T., IPM.
CEO | Supply Chain Indonesia
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kenaikan harga bahan pangan setelah Pemilu dan menjelang Ramadan 2024. Kenaikan harga pangan terjadi pada periode itu karena beberapa faktor seperti permintaan yang meningkat menjelang Ramadan serta faktor politik dan ekonomi setelah Pemilu yang memengaruhi stabilitas harga.
Dibandingkan dengan Januari 2024, misalnya, harga beras secara nasional naik hingga 2,92% di pekan ketiga Februari 2024 yang mencapai Rp14.380/kg. Kenaikan harga beras terjadi di 179 kabupaten/kota dan harga beras di sebanyak 20 persen wilayah Indonesia di atas harga rata-rata nasional pada pekan tersebut.
Kenaikan harga pangan juga terjadi untuk komoditas cabai, minyak goreng, dan telur ayam. Harga rata-rata cabai merah pada minggu ketiga Februari 2024 mencapai Rp55.359/kg. Kenaikan harga minyak goreng juga terjadi, yaitu sebesar 1,25% dibandingkan pada bulan Januari 2024 atau sebesar Rp17.691/liter. Selain itu, terdapat kenaikan harga telur dari Rp29.862/kg pada pekan kedua Februari 2024 menjadi Rp29.862/kg.[1]
Di lain sisi, terjadi ancaman krisis pangan global karena perubahan iklim secara ekstrim yang mengakibatkan El Nino sejak 2023 dan diprediksi BMKG masih akan berlanjut hingga April ini. Diperkirakan sebanyak 40 negara sudah mengalami krisis pangan karena El Nino yang tersebar di Amerika Selatan, Amerika Tengah, Afrika, dan Asia-Pasifik.
Kekeringan yang diakibatkan oleh El Nino tersebut dapat mengancam pasokan beras, gandum, minyak sawit, dan produk pertanian lainnya di berbagai negara. Hal tersebut memungkinkan adanya penurunan jumlah ekspor pangan dari negara-negara produsen akibat EL Nino.
Berkaitan dengan kenaikan harga pangan dan ancaman krisis pangan global tersebut diperlukan sistem logistik yang tangguh untuk menjamin ketersediaan dan ketahanan pangan yang diamanatkan UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Sistem logistik tersebut dibutuhkan dalam proses perencanaan, antisipasi, dan mitigasi.
Berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, ketersediaan pangan adalah kondisi tersedianya pangan dari hasil produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional serta impor apabila kedua sumber utama tidak dapat memenuhi kebutuhan.
Sementara, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Undang-undang ini mengatur berbagai aspek mulai dari penyelenggaraan pangan, distribusi pangan, stabilitas harga, tingkat pendapatan petani, dsb.[2]
UU Pangan tidak secara khusus mencantumkan istilah dan pengertian logistik, namun menye-butkan dan menjelas-kan secara gamblang tentang distribusi dan transportasi yang me-rupakan bagian dari sistem logistik yang diperlukan untuk menjamin ketersediaan dan ketahanan pangan.
Berdasarkan UU Pangan, distribusi pangan merupakan hal yang penting untuk memenuhi pemerataan ketersediaan pangan ke seluruh wilayah Indonesia dan memastikan perseorangan dapat memperoleh pangan dalam jumlah yang cukup. Pelaksanaan distribusi pangan menurut UU Pangan dilakukan dengan tiga hal, yaitu pengembangan, pengelolaan, dan perwujudan kelancaran dan kemananan distribusi pangan.[3]
Mengutip UU itu, pemerintah berkewajiban mengelola stabilisasi pasokan dan harga pangan pokok, mengelola cadangan pangan pokok pemerintah, dan distribusi pangan pokok untuk mewujudkan kecukupan pangan pokok. UU Pangan tidak hanya berbicara mengenai ketahanan pangan, tetapi juga UU Pangan disusun untuk memperjelas dan memperkuat pencapaian ketahanan pangan dengan mewujudkan kedaulatan pangan dengan kemandirian pangan serta keamanan pangan. Kedaulatan pangan merupakan hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal.[4]
Selain itu, pemerintah dan pemerintah daerah (pemda) bertanggung jawab dalam mewujudkan keterjangkauan pangan dengan pelaksanaan kebijakan di bidang distribusi melalui pengembangan dan pengelolaan sistem distribusi pangan yang menjangkau seluruh wilayah Indonesia secara efektif dan efisien.
Fungsi penting dalam distribusi pangan yang perlu diatur mencakup pengadaan bahan, penyi-apan data dan informasi jaringan distribusi pangan, pengembangan kelemba-gaan distribusi pangan, pemantauan, dan pela-poran kegiatan distribusi. Diperlukan pengambilan langkah strategis oleh pemerintah melalui Kementerian Pertanian dan Dinas Ketahanan Pangan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan efisiensi pelayanan distribusi pangan.[5]
Pemerintah dan pemda mewujudkan kelancaran distribusi pangan dengan mengutamakan pelayanan transportasi yang efektif dan efisien, serta menyediakan sarana dan prasarana distribusi pangan, termasuk gudang, pelabuhan, dan jalan. Pelayanan transportasi yang efektif dan efisien dapat dicapai melalui mengintegrasikan moda transportasi melalui angkutan multimoda, memonitor dan mengendalikan persediaan secara real-time, menggunakan rute yang optimal, dan melakukan kolaborasi antara pelaku logistik dan transportasi.[6]
Sistem logistik tidak hanya diperlukan dalam menjamin ketersediaan dan ketahanan pangan, tetapi juga dalam membangun kemandirian pangan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan pangan dengan memanfaatkan antara lain potensi sumber daya alam. Kemandirian pangan merupakan kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan secara berkelanjutan. Pencapaian kemandirian pangan dapat dilakukan dengan optimalisasi peran Badan Urusan Logistik, peningkatan produksi pangan, diversifikasi pangan, serta pengelolaan distribusi dan transportasi yang efektif dan efisien.[7]
Rekomendasi SCI
SCI merekomendasikan beberapa langkah untuk peningkatan ketersediaan dan ketahanan pangan.
Pertama, penguatan stok pangan di BUMN dan pelaku usaha dengan pendataan secara terintegrasi, akurat, dan real-time. Stok pangan diperlukan untuk mengantisipasi perubahan permintaan yang dikeluarkan ketika terjadi peningkatan atau lonjakan permintaan. Ketika terjadi penurunan permintaan atau peningkatan produksi pangan, kelebihan pasokan disimpan sebagai stok.
Penguatan stok pangan ini sangat penting untuk meningkatkan jaminan ketersediaan pangan dan menghindarkan fluktuasi dan lonjakan harga yang berlebihan.
Kedua, peningkatan komoditas pangan lokal melalui pemetaan dan penguatan rantai pasok pangan. Dengan karakteristik wilayah dan iklim di Indonesia, banyak komoditas pangan yang potensial yang perlu dipetakan, mencakup jenis komoditas, sebaran wilayah produksi, serta volume dan periode produksinya.
Di lain sisi, sebaran permintaan komoditas pangan tersebar secara tidak merata. Permintaan pangan dari masyarakat maupun industri masih terpusat di Pulau Jawa.
Ketiga, pengembangan in-frastruktur berbasis komo-ditas pangan dengan mem-pertimbangkan perbedaan karakteristik komoditas yang membutuhkan pena-nganan logistik yang ber-beda. Pengembangan in-frastruktur ini juga men-cakup peningkatan jumlah, kapasitas, dan sebaran infrastruktur, serta jaringan transportasinya.
Keempat, pengembangan sistem rantai dingin (cold-chain system) secara end-to-end untuk komoditas pangan yang bersifat mudah rusak (perishable). Sistem ini sangat penting untuk menjaga kualitas produk dan memperpanjang shelf-life produk yang rentan atau sensitif terhadap suhu seperti daging, ikan, dan bahan pangan lainnya.
Kelima, pengembangan sistem informasi terintegrasi untuk memantau ketersediaan dan distribusi pangan. Hal ini penting karena wilayah Indonesia yang sangat luas dengan produksi pangan yang beragam dan tersebar di berbagai wilayah sesuai dengan karakteristik masing-masing wilayahnya.
Upaya peningkatan ketersediaan dan ketahanan pangan membutuhkan peran dan kolaborasi banyak pihak terutama pelaku usaha terkait dari hulu hingga hilir, penyedia jasa transportasi dan pergudangan, operator infrastruktur dan fasilitas logistik, serta pemerintah pusat maupun daerah.
[1] https://ekonomi.bisnis.com/read/20240219/12/1742030/bps-harga-pangan-naik-gila-gilaan-jelang-ramadan-2024
[2] Undang-undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan
[3] Ibid.
[4] Ibid.
[5] https://dkpp.indramayukab.go.id/bidang-ketersediaan-dan-distribusi-pangan/
[6] https://supplychainindonesia.com/strategi-pelaku-logistik-untuk-menjaga-efisiensi-logistik-di-tengah-naiknya-harga-avtur-atau-moda-transportasi-udara/
[7] Azahari, Delima H. “Membangun Kemandirian Pangan dalam Rangka Meningkatkan Ketahanan Nasional.”
22 Februari 2024
Setijadi
CEO
Supply Chain Indonesia
E-mail: setijadi@SupplyChainIndonesia.com
www.SupplyChainIndonesia.com
Download catatan ini:
Catatan SCI 22-02-2024 - Pengembangan Aspek Logistik dalam UU Pangan untuk Antisipasi Ancaman Krisis Pangan (447.2 KiB, 101 hits)