JAKARTA,KOMPAS-Wakil Ketua DPP Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia Kyatmaja Lookman meminta agar standar timbangan untuk mengukur berat kendaraan diseragamkan. Sebab, sering kali sopir dianggap memenuhi aturan muatan di satu tempat, tetapi tidak lolos di tempat lainnya.
“Sering kali timbangan dan standar yang digunakan di jembatan timbang atau tempat pengujian kendaraan bermotor berbeda-beda. Contohnya, jembatan timbang di Pulau Jawa dan Sumatera. Di Jawa, bobot 12-13 ton belum dianggap overload. Namun, di Sumatera bobot 9-10 ton sudah overload,” kata Kyatmaja, saat dihubungi, Minggu (5/3).
Menurut Kyatmaja, timbangan di kir berbeda dengan timbangan di jembatan timbang. Misalnya, saat uji kir berat kendaraan hanya 14 ton, di jembatan timbang bisa 20 ton. Jadi, ada kelebihan 6 ton.
Karena itu, Kyatmaja juga mengusulkan agar pemerintah berbicara dengan para pemilik barang. “Sering kali pemilik barang memaksa kami membawa barang berlebih. Seharusnya hanya 20 ton, dia minta 25 ton. Kami tidak bisa menolak karena pengusaha angkutan yang lain yang akan mengangkutnya,” ujar Kyatmaja.
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan berencana mengambil alih 25 jembatan timbang di seluruh Indonesia. Dengan pengambilalihan ini, Ditjen Perhubungan Darat bertekad menindak tegas truk yang berlebihan muatan. “Tak ada lagi penerapan denda, lalu truk diperbolehkan jalan, tetapi kelebihan barang diturunkan,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Pudji Hartanto.
Sumber dan berita selengkapnya:
Kompas, edisi cetak Senin, 6 Maret 2017.
Salam,
Divisi Informasi