Oleh: Beni Setia Aji
Mahasiswa Program Studi Teknik Industri
Universitas Widyatama
Efektivitas sumber informasi dalam Supply Chain Management (SCM) secara umum dipengaruhi oleh teknologi modern yang digunakan. Faktor yang melatarbelakangi pemanfaatan teknologi dalam mengelola sebuah informasi adalah dengan kelahiran istilah “Era Revolusi Industri 4.0” yang dideklarasikan Jerman pada tahun 2011. Istilah tersebut lahir pada saat peristiwa Hannover Fair 2011 di Jerman, bertujuan untuk mendorong kebijakan-kebijakan terbaru dalam mempertahankan Jerman sebagai negara terdepan dalam dunia manufaktur (Purba, 2021).
Konsep Revolusi Industri 4.0 secara tidak langsung mendorong negara lain untuk mengolaborasikan kecerdasan buatan modern yang dimiliki dalam mengoptimalkan penggunaan sumber daya secara efektif dan efisien. Salah satu sumber daya yang dimaksud yaitu sumber daya informasi.
Penerapan dari Teknologi Informasi (TI) mulai mempengaruhi pola kerja SCM secara keseluruhan, salah satunya dalam manajemen logistik kemanusiaan (logistik penanggulangan bencana). Hal tersebut ditandai dengan penggunaan perangkat modern dan aplikasi penunjang untuk mengintegrasikan proses olah data yang dapat terhubung dengan internet. Perubahan yang terjadi adalah peningkatan efektivitas gerak informasi sehingga dapat diakses secara mudah.
TI adalah sebuah alat perangkat untuk mengetahui keberadaan informasi dan menganalisis informasi yang dijadikan sebagai landasan dalam pengambilan keputusan bagi rantai pasok. TI berperan bagaikan sebuah mata, telinga, dan otak dari sistem manajemen rantai pasok yang berperan penting dalam proses pengumpulan dan analisis informasi yang dibutuhkan. Terdapat empat penggerak utama dalam SCM, yaitu: persediaan, transportasi, fasilitas, dan informasi. Di antara keempat penggerak utama (key drivers), informasi memegang peran paling penting dan sangat mempengaruhi kinerja daripada ketiga penggerak lainnya (Chopra, 2019).
Indonesia secara global menempati urutan kedua sebagai negara dengan tingkat risiko bencana tertinggi dari 193 negara lain. World Risk Report (WRR) di tahun 2023 menyatakan Indonesia sebagai urutan kedua tertinggi terkena risiko bencana dengan skor World Risk Index (WRI) sebesar 43,5 dari 100 sedangkan negara dengan tingkat risiko bencana tertinggi pertama diduduki oleh Filipina dengan skor indeks 46,86 dari 100. Skor WRI sangat dipengaruhi oleh tingkat bahaya, risiko terpapar, dan kemampuan masyarakat dalam menanggulangi kasus bencana yang terjadi (Maharani, 2024).
Pemerintah telah mendirikan lembaga resmi dalam menanggulangi setiap bencana yang terjadi di wilayah Indonesia, yaitu Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Pemerintah juga menyadari kepentingan merancang sebuah sistem manajemen logistik penanggulangan bencana, meliputi: jenis bantuan logistik bencana, kuantitas, kualitas, sasaran, waktu, pelaporan, dan biaya yang dibutuhkan (Zaroni, 2017).
Manajemen logistik penanggulangan bencana atau logistik kemanusiaan (humanitarian logistics) merupakan kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian aliran bantuan kemanusiaan yang dilakukan dengan efisien, hemat biaya, penyimpanan bantuan kemanusiaan, serta informasi terkait, dari titik asal ke titik konsumsi yang bertujuan untuk mengurangi dampak korban bencana (Gunawan, 2020).
Permasalahan yang sering kali dialami dalam manajemen logistik bencana yaitu kesulitan menjangkau area terdampak (tingkat aksesibilitas rendah), menyebabkan kerugian yang ditimbulkan berangsur-angsur memburuk. Kerusakan fasilitas publik (jalan, listrik, air bersih, dan sebagainya) dapat mengganggu proses penanggulangan bencana secara cepat. Dengan begitu, kinerja yang dapat dilakukan akan terhambat dan tidak optimal.
TI memegang peranan yang paling penting dalam mencapai tingkat aksesibilitas yang tinggi dalam manajemen logistik kemanusiaan. Hal tersebut bermanfaat dalam memudahkan pihak terkait untuk mengatasi bencana yang telah terjadi. Aksi yang dilakukan berupa: pengiriman logistik, relawan, tenaga medis, serta memberi solusi lain yang dapat dilakukan, baik sebelum maupun sesudah terjadi bencana. Pemangku kepentingan (stakeholders) juga memegang peranan dalam mencapai aksesibilitas yang tinggi, yaitudalam merancang skema penanggulangan bencana dengan matang sehingga biaya dan sumber daya dapat digunakan dengan efisien dan optimal.
Tantangan yang akan dihadapi oleh pemangku kepentingan dalam proses implementasi teknologi informasi pada manajemen logistik penanggulangan bencana yaitu memerlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten dan terampil dalam mengoperasikan alat teknologi yang digunakan (Jamal, 2024). Selain itu, koordinasi yang terjalin di setiap rantai juga perlu diperhatikan, sebab rantai pasok memiliki kerumitan yang berbeda-beda sehingga memerlukan perhatian dalam proses eksekusinya (Nisa, 2023).
Bentuk Konkret Penerapan Teknologi Informasi
Adapun bentuk konkret penerapan Teknologi Informasi Era 4.0 dalam menunjang aksesibilitas logistik bencana, yaitu:
- Implementasi Internet of Things (IoT): Pelacakan logistik secara real-time dapat dilakukan dengan bantuan IoT, yaitu melengkapi setiap kendaraan maupun logistik penanggulangan bencana menggunakan sensor GPS. Sensor GPS sanggup memberi sinyal yang mampu ditangkap oleh lembaga penanggulangan bencana nasional sehingga bisa diketahui secara pasti pergerakan logistik, apakah dapat sampai tujuan dengan selamat atau tidak.
- Implementasi Artificial Intelligence (AI): Pengaplikasian kecerdasan buatan berperan dalam melakukan proses analisis data, menghasilkan peramalan kebutuhan logistik bencana secara cepat. Data yang dimaksud dapat berupa data historis (tren atau pola dari bencana serupa) maupun data aktual yang baru diperoleh. Dengan demikian, hasil analisis data dapat dijadikan sebagai acuan dalam pengambilan keputusan final.
- Implementasi Cloud Computing: Komputasi awan dapat berperan dalam memastikan setiap sumber informasi pada server dapat terjaga dengan aman. Teknologi ini juga meningkatkan otomatisasi dan kemudahan dalam hal menyimpan maupun backup data. Dengan begitu, setiap data informasi tidak hilang begitu saja dan sanggup dipulihkan.
- Implementasi Satelit dan Drone: Penggunaan kedua alat teknologi ini berperan dalam membantu lembaga penanggulangan bencana dalam memberi tampilan visual area yang terkena bencana secara real-time. Baik satelit maupun drone, sama-sama mampu memberi tangkapan gambar dan video dari kondisi kerusakan yang ditimbulkan akibat bencana. Hasil penggambaran tersebut dapat diolah menjadi sebuah peta tematik yang mengandung informasi apa saja yang dibutuhkan oleh korban terdampak. Selain itu, kedua alat ini juga dapat membantu dalam mengevakuasi dan mendeteksi keberadaan korban-korban terdampak dengan menggunakan sensor.
- Implementasi Armada Canggih: Kemajuan teknologi informasi menghadirkan armada kendaraan modern yang digunakan tidak hanya melalui jalur darat, melainkan melalui jalur laut dan udara. Pada jalur udara, helikopter, drone, dan pesawat jet ringan dapat digunakan untuk mengangkut muatan logistik kemanusiaan. Selain itu, proses evakuasi hingga ke pelosok daerah dapat dilakukan dengan mudah. Kapal rumah sakit, kapal angkut, dan kapal amfibi adalah contoh armada laut yang sering digunakan dalam proses penanggulangan bencana. Dengan kehadiran armada-armada tersebut, wilayah yang dapat diakses oleh lembaga penanggulangan bencana dapat lebih luas dan fleksibel.
Kesimpulan
TI menduduki posisi krusial dalam menunjang aksesibilitas manajemen logistik bencana, terutama di era Revolusi Industri 4.0. Penerapan IoT, AI, cloud computing, satelit, drone, dan armada-armada canggih menjadi bukti nyata kemajuan teknologi informasi dalam menunjang proses pengumpulan, analisis, dan pendistribusian informasi menjadi lebih terencana secara sistematis. Selain itu, TI juga berperan sebagai kunci dalam membangun sistem manajemen logistik penanggulangan bencana yang lebih terkendali. Penerapan teknologi informasi memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas, serta infrastruktur dan biaya yang cukup besar sehingga keberadaannya perlu dipertimbangkan lebih lanjut.
Referensi:
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Kepulauan Riau (2024). “Data Bencana Indonesia 2023” diakses pada 22 Agustus 2024 melalui https://bpbd.kepriprov.go.id/files/buku-data-bencana-indonesia-tahun-2023.pdf.
Chopra, S. (2019). Supply Chain Management: Strategy, Planning, and Operation Seventh Edition. Harlow Pearson Education, 2019.
Gunawan, E. O. (2020). Perangkat Lunak Logistik Kemanusiaan untuk Memantau Distribusi Bantuan Korban Bencana Alam. Jurnal Informatika, 1-5.
Jamal, R. (2024). Penggunaan Teknologi Informasi dalam Mengoptimalisasi Supply Chain Management. Jurnal Inovasi Global, 737-750.
Maharani, A. K. (2024). “Negara dengan Indeks Risiko Bencana Alam Tertinggi di Dunia, Indonesia Masuk 3 Teratas” diakses pada 22 Agustus 2024 melalui https://goodstats.id/article/negara-dengan-indeks-risiko-bencana-alam-tertinggi-di-dunia-indonesia-masuk-tiga-teratas-aczUE.
Nisa, F. Z. (2023). Studi Literatur : Strategi dan Tantangan dalam Penerapan Supply Chain Management. Jurnal Sistem Informasi, 21-33.
Purba, N. (2021). Revolusi Industri 4.0 : Peran Teknologi dalam Eksistensi Penguasaan Bisnis dan Implementasinya. Jurnal Perilaku dan Strategi Bisnis, 91-98.
Zaroni (2017). “Manajemen Logistik Penanggulangan Bencana (Bagian #1)” diakses pada 13 Agustus 2024 melalui https://supplychainindonesia.com/manajemen-logistik-penanggulangan-bencana-bagian-1/.
*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.
Download artikel ini:
SCI - Artikel Peran Penting Teknologi Informasi dalam Menunjang Aksesibilitas Logistik Penanggulangan Bencana (207.5 KiB, 56 hits)