MATARAM, KOMPAS-Kementerian Kelautan dan Perikanan diminta memberlakukan mekanisme buka-tutup untuk ekspor bibit lobster. Periode penutupan pada November-Februari dan ekspor kembali dibuka pada Maret-Oktober.
Usulan kebijakan ekspor itu mengemukakan dalam diskusi fokus grup “Menguak Fenomena Penyelundupan Benih Lobster di Wilayah Nusa Tenggara Barat”, Kamis (17/11), di Mataram, Lombok, yang diselenggarakan Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat. Hadir sebagai pembicara Lalu Hamdi, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan NTB, Busrah Hasan, anggota DPRD NTB, serta Muhlin, Kepala Balai Karantina Ikan Mataram.
Kepala Subdirektorat 4 Direktorat Kriminal Khusus Polda NTB Ajun Komisaris Besar Komang Sudana mengutarakan, ada 18 kasus perdagangan bibit lobster dan penyelundupan yang ditangani Polda NTB, berikut barang bukti 24.700 ekor. Semua barang bukti itu sudah dilepas ke laut. Ini terkait dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1 Tahun 2016, yang melarang penangkapan lobster, teripang, dan rajungan. Peraturan menteri itu mengatur larangan penangkapan lobster dengan berat 200 gram.
Menurut Lalu Kumala, benih lobster asal NTB umumnya di ekspor ke Vietnam. Karena ada peluang pasar itulah, masyarakat memanfaatkan. Dengan berbagai cara, mereka akan berusaha melakukan penangkapan.
“Namanya orang butuh uang, ada saja caranya. Apalagi, nilai ekonomisnya tinggi dan ada pembeli yang menampung benih lobster. Saat ini harga benih lobster pasir Rp 8.000 per ekor dan lobster mutiara Rp 45.000 per ekor,” ujarnya.
Sumber dan berita selengkapnya:
Kompas, edisi cetak Jumat, 18 November 2016.
Salam,
Divisi Informasi