Berdasarkan data Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Laut Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, volume muatan berangkat Tol Laut selama semester I/2019 tercatat 2.276 TEUs. Namun, volume muatan balik hanya 191 TEUs. Untuk mendorong peningkatan arus muatan balik kapal, sejak awal tahun ini, tarif muatan balik kapal Tol Laut dipangkas menjadi 50% dari muatan berangkat demi memicu return cargo dari wilayah Indonesia timur yang selama ini masih rendah.
Sejalan dengan pemangkasan tarif return cargo, Kemenhub akan memaksa operator kapal dan dinas perdagangan di daerah menghimpun muatan balik dari timur. Apabila dalam dua voyage tetap tidak ada muatan balik, trayek bersangkutan tidak akan dilayani lagi atau trayek diubah.
Muatan balik menjadi salah satu indikasi yang menunjukkan perekonomian daerah bergeliat setelah Program Tol Laut berjalan. Di samping itu, keberadaan muatan balik dapat mengurangi beban subsidi serta memangkas biaya per unit barang.
Tarif muatan berangkat Tol Laut sesungguhnya selama ini sudah lebih murah, yakni separuh dari tarif komersial. Tarif yang disubsidi itu diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 113/2018 tentang Tarif Angkutan Barang di Laut untuk Melaksanakan Kewajiban Pelayanan Publik.
PENYEBAB
Kalangan operator trayek Tol Laut menilai, para pelaku usaha di daerah yang belum terhimpun dalam koperasi rupanya ikut menjadi penyebab minimnya muatan balik dari daerah tujuan Tol Laut. General Manager Strategy Business Unit (SBU) Tol Laut PT Djakarta Lloyd (Persero), Eka Danila mengatakan, bahwa petani, pekebun, nelayan, dan UKM di daerah tujuan Tol Laut selama ini terbiasa menjual produknya kepada pengepul yang memiliki jaringan ke kapal swasta.
Pada sisi lain, para pelaku usaha tersebut tidak dapat mengirimkan produknya menggunakan kapal Tol Laut karena tidak terdaftar dalam platform reservasi daring Tol Laut, yakni Informasi Muatan Ruang Kapal (IMRK). Untuk dapat teregistrasi ke dalam IMRK, pengirim barang (shipper) a.l. harus berbentuk badan hukum serta memiliki izin usaha dan nomor pokok wajib pajak (NPWP).
“Semestinya, UKM-UKM, para petani, atau nelayan di desa bergabung dalam satu koperasi. Dengan badan hukum, mereka bisa bekerja sama dengan kapal Tol Laut melalui gerai maritim,” kata Eka kepada Bisnis, Minggu (14/7).
Sumber dan berita selengkapnya:
Bisnis Indonesia, edisi cetak Selasa, 16 Juli 2019.
Salam,
Divisi Informasi