Oleh: Bortiandy Tobing, S.T., MMT. | Senior Consultant at Supply Chain
- Defenisi Rantai Pasok Pangan
Lambert & Cooper (1998) mendefenisikan rantai pasok sebagai integrasi bisnis proses utama dari pengguna akhir melalui pemasok asli yang menyediakan produk, layanan dan informasi yang menambah nilai bagi pelanggan dan pemangku kepentingan lainnya. Defenisi ini juga dan sekaligus digunakan oleh Global Supply Chain Forum (GSCF) pada tahun 2000. Dalam pemahaman yang secara sederhana, rantai pasok merupakan rangkaian aliran barang/fisik, informasi dan proses yang digunakan untuk mengirim produk atau jasa dari lokasi sumber (pemasok) ke lokasi tujuan (pelanggan atau pembeli).
Berdasarkan jenis proses produksi dan distribusi dari produk nabati dan hewani, rantai pasok pangan dapat dibedakan atas 2 (dua) tipe (Zuurbier et al., 1996), yaitu:Rantai pasok pangan berbeda dengan rantai pasok produk dan jasa lainnya. Perbedaan yang mendasar antara rantai pasok pangan dengan rantai pasok lainnya adalah perubahan yang terus menerus dan signifikan terhadap kualitas produk pangan di seluruh rantai pasok hingga pada titik akhir, produk tersebut dikonsumsi. Dalam rantai pasok pangan pada Gambar 1, pangan (produk) bergerak mengalir secara berkesinambungan dari produsen ke konsumen melalui proses produksi, pengolahan, distribusi, ritel dan konsumen; dengan demikian, pangan mengalir dari petani ke konsumen (from farm to table). Selain itu, khusus untuk produk pangan yang mudah rusak atau busuk, resiko dalam menghasilkan limbah/kerugian pada setiap tahapan rantai pasok memiliki potensi sangat tinggi yang selanjutnya akan menekan keuntungan dan kualitas produk dalam rantai pasok pangan.
- Rantai Pasok Produk Pangan Segar/fresh (seperti sayuran segar, bunga, buah-buahan). Secara umum, rantai pasok ini meliputi: petani, pengumpul, grosir, importir dan eksportir, pengecer dan took-toko khusus. Pada dasarnya, seluruh tahapan rantai pasok ini memiliki karakteristik khusus, produk ditanam atau diproduksi dari pedesaan. Proses utama adalah penanganan, penyimpanan, pengemasan, pengangkutan, dan terutama perdagangan produk ini.
- Rantai Pasok Produk Pangan Olahan (seperti makanan ringan, makanan sajian, produk makanan kaleng). Pada rantai pasok ini, produk pertanian dan perikanan digunakan sebagai bahan baku dalam menghasilkan produk-produk pangan yang memiliki nilai tambah yang lebih tinggi (Gambar 2). Dalam banyak hal, proses pengawetan dan pendinginan akan memperpanjang masa guna (shelf life) dari produk pangan yang dihasilkan.
Kesuksesan rantai pasok pangan, sangat tergantung pada interaksi yang kuat dan efektif antara pemasok bahan ramuan (ingredient vendors), penyedia bahan kemas utama (contact packaging providers), pengemas ulang (re-packers), pabrik maklon (co-manufacturers), pedagang perantara dan pemasok lainnya.
2. Produsen, Pemrosesan dan Penyaluran
Dalam perkembangannya, rantai pasok pangan memiliki berbagai keunikan yang dibentuk dari:
- Karakteristik Produksi/sumber yang berasal dari proses biologi dan periode panen, yang meningkatkan variabilitas dan resiko kerusakan, fleksibilitas produk dan membutuhkan teknik proses yang khusus.
- Karakteristik Produk dan Distribusi. Karakteristik produk yang mudah rusak (perishability) juga membutuhkan karakteristik dari sistem distribusi.
- Preferensi Konsumen yang sangat rentan dengan isu-isu kesehatan dan tekanan lingkungan
Hal sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari adalah sayuran dan buah-buahan segar yang memiliki umur produk sangat pendek, sehingga membutuhkan penanganan khusus mulai dari proses pasca panen di tingkat petani hingga tingkat konsumen, sehingga dapat menekan nilai kerugian yang ditimbulkan dari tingkat kerusakan yang terjadi sebagai dampak dari penanganan yang tidak tepat dan mempengaruhi mutu produk. Penanganan yang khusus ini dapat ditemukan di pasar modern, yang telah menyediakan alat pendingin (chiller), yang memperlambat proses penurunan mutu produk serta memperpanjang umur produk (masa guna) produk yang menjadi lebih lama. Sedangkan untuk produk pangan yang melalui proses pembekuan, akan mendapat penangan yang khusus dalam suatu rantai dingin (cold chain) pada setiap tahapan, dan membutuhkan ruang penyimpanan khusus yang bersuhu lebih rendah dari minus 18 derajat Celsius.
Hal ini berbeda dengan penanganan produk pangan yang telah melalui tahapan pengolahan pabrik dengan kemasan yang baik, akan memiliki masa guna yang lebih lama dan dapat disimpan pada suhu ruangan normal (ambient). Di beberapa negara, 20% – 60% dari total jumlah produk agrikultur segar terbuang sia-sia atau hilang, akibat keslahan dalam penanganan, pengangkutan dan penyimpanan (Widodo et al. (2006)).
Industri makanan dan minuman melakukan pengelolaan siklus pasokan produk ke seluruh konsumen di berbagai tempat dengan perlakukan yang khusus untuk setiap kategori produk dan saluran pemasaran (channel) dan menggunakan sistem distribusi yang berbeda untuk outlet kecil dan outlet besar (Gambar 3).
3. Keamanan Pangan (Food Safety)
Produk pangan baik makanan dan minuman adalah produk yang memiliki kaitan langsung atau resiko terhadap kesehatan dari setiap konsumen yang mengkonsumsi produk tersebut. Resiko yang melekat pada produk pangan inilah yang membedakan rantai pasok produk pangan dengan rantai pasok produk lain.
Dalam rantai pasok pangan, seluruh pelaku (stake holders) rantai pasok bertanggung jawab dan berupaya untuk mencegah terjadinya kontaminasi (pencemaran) produk yang mengakibatkan produk berbahaya bagi kesehatan konsumen baik pada jangka pendek, maupun pada jangka panjang. Persyaratan akan produk pangan yang aman dikonsumsi dikenal dengan istilah Keamanan Pangan (Food Safety). Dalam perkembagan rantai pasok pangan, keamanan produk tidak terbatas pada kontaminasi yang mempengaruhi kesehatan konsumen, tetapi telah meluas menjadi jaminan akan kesesuaian produk dengan spesifikasi dan kriteria produk yang ditawarkan kepada konsumen. Sehingga, jenis kontaminasi ini dapat digolongkan menjadi 3 (tiga), yaitu:
- Kontaminasi Fisik: benda asing (foreign material), yang tercampur ke dalam produk, baik yang berbahaya langsung ataupun tidak langsung, seperti rambut, logam, dll.
- Kontaminasi Kimia: proses kimiawi yang berbaur dengan produk seperti bau lumpur (modish smell) pada produk perikanan, tercampur minyak tanah, dll.
- Kontaminasi biologi: pencemarn yang disebabkan oleh mikroorganisma (bakteri), baik yang bersumber dari produk langsung (proses dekomposis/pembusukan), maupun yang berasal dari lingkungan.
Prosedur dan prinsip utama Keamanan Pangan adalah pencegahan dan antisipasi terhadap kontaminasi –kontaminasi fisik seperti benda asing, kontaminasi kimia seperti bau minyak tanah, dll, produk dari berbagai kemungkinan, sebelum produk sampai kepada konsumen. Dalam rantai pasok pangan, prosedur keamanan pangan ini berlaku untuk seluruh tahapan tanpa terkecuali, berdasarkan tingkat resiko pencemaran (low risk to high risk). Apabila resiko pencemaran semakin tinggi, maka prosedur pencegahan yang diterapkan juga akan semakin ketat. Program dan prosedur keamanan pangan mengacu pada regulasi yang diterapkan pemerintah (Kementrian Kesehatan /BPOM, LPOM MUI) maupun oleh lembaga internasional, seperti CODEX Alimentarius, USFDA, ISO 22000, HACCP dan lainnya. Beberapa program yang prosedur yang dimaksud antara lain adalah:
3.1. Cara Operasional yang Benar (GMP, GAP, GHP, GDP, GWP, GRP, GLP)
Good Manufacturing Practice (GMP) atau Cara Produksi yang Baik, merupakan prosedur keamanan pangan yang pertama sekali diterapkan, dengan fokus pada standarisasi proses pabrikasi yang memenuhi kriteria keamanan pangan (Personil, Peralatan Kerja, Proses Produksi dan Lingkungan Pabrik). Seiring dengan perkembangan rantai pasok pangan, persaingan serta persyaratan kosumen, maka prosedur pencegahan ini diberlakukan pada setiap tahapan rantai pasok (Gambar 4), yaitu antara lain:
- GAP (Good Agriculture Practices): yaitu prosedur yang bertujuan untuk mencegah proses pencemaran selama masa budi daya atau panen/menangkap ikan/seafood.
- GHP (Good Handling Practices): yaitu prosedur yang bertujuan untuk mencegah proses pencemaran yang dapat ditimbulkan dari kesalahan dalam proses penanganan, pengangkutan dan penyusunan selama proses perpindahan, baik dari dan kedalam kendaraan, dari dan kedalam gudang.
- GDP (Good Distribution Practices): yaitu prosedur yang bertujuan untuk mencegah proses pencemaran dari ketidaksesuaian proses penyaluran produk menurut kategori produk pangan dan persyaratan produk termasuk saluran pemasaran (distribution channel) dan rantai dingin (Cold Chain).
- GWP (Good Warehouse Practices): yaitu prosedur yang bertujuan untuk mencegah proses pencemaran yang dapat ditimbulkan dari kesalahan dalam proses penyimpangan di dalam gudang, seperti batas jumlah tumpukan, penyimpanan yang bersamaan dengan bahan kimia dan bahan berbahaya, suhu ruangan, dan lain sebagainya.
- GRP (Good Retail Practices): yaitu prosedur yang bertujuan untuk mencegah proses pencemaran yang dapat ditimbulkan dari kesalahan dalam tata cara penyusunan dan penyajian produk di retail (toko). Prosedur ini adalah pengembangan dari prosedur GWP.
- GLP (Good Laboratory Practices): yaitu prosedur yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kesalahan analisa dalam proses pemeriksaan produk di laboratorium.
3.2. Sanitation Standard Operating Procedures (SSOPs)
Sanitation Standard Operating Procedures (SSOPs) adalah prosedur baku sanitasi pada rantai pasok pangan. Sama seperti GMP, SSPOs pada awalnya haya diberlakukan pada aktivitas di manufaktur dan restaurant. Akan tetapi seiring dengan perkembangan akan resiko keamanan pangan, maka SSPOs juga diteatpkan pada seluruh rantai pasok pangan.
SSOPs adalah dokumen yang berisikan prosedur baku/langkah-langkah yang harus diikuti untuk memastikan kebersihan dari lingkungan produk pangan, baik yang kontak langsung dengan produk maupunyang tidak kontak langsung, agar produk terhindar dari pencemaran. SSOPs disusun sedemikian rupa dengan tingkat kerumitan/rinci tergantung pada tingkat resiko pencemaran yang ditimbulkan pada produk. Semakin tinggi resiko pencemaran (high risk) maka SSOPs disusun sangat detail/rinci, demikian juga sebaliknya. Peralatan dan media (termasuk armada/truk) yang digunakan dalam rantai pasok pangan juga harus dirancang memenuhi konsep saniter. Beberapa aktivitas yang diatur dalam prosedur SSOPs antara lain, adalah:
- Prosedur pembersihan peralatan atau areal yang bersentuhan langsung dengan produk.
- Peralatan dan metoda yang diperbolehkan untuk aktivitas sanitasi
- Metode pembersihan dan sanitasi
3.3. Mampu Telusur (Traceability)
Mampu telusur didefenisikan sebagai persyaratan yang dimiliki oleh perusahaan untuk mengendalikan dan menyimpan informasi melalui identitas unik yang melakat pada produk (The standard requires the organization to control and record the unique identification of the product, ISO 9000:2000). Persyaratan mampu telusur ini menambah keunikan rantai pasok pangan dengan rantai pasok lainnya dan merupakan persyaratan yang memberikan jaminan implementasi konsep keamanan pangan “from farm to plate”. Dengan sistem mampu telusur ini, setiap produk pangan akan memiliki kode unik yang mampu memberikan informasi yang cepat pada rantai pasok pangan (Gambar 1) mengenai sumber (source) produk, proses produksi (process) dan penyaluran (distribusi) produk, sehingga dapat mengurangi potensi resiko penggunaan produk yang telah terkontaminasi hingga tingkat konsumen.
Secara umum, identitas unik mampu telusur dalam bentuk angka atau kombinasi huruf dan angka. Dengan perkembangan teknologi informatika, kode unik mampu telusur yang tertera pada produk tersusun dalam rata-rata 5 karakter/digit rangkaian huruf dan atau angka.
4. Kinerja Rantai Pasok Pangan (Food Supply Chain Performance Indicators)
Pengukuran Kinerja Rantai Pasok memberikan 3 (tiga) manfaat yang memberikan gambaran atas kinerja (Konrad dan Mentzer (1991) dan Caplice dan Sheffi (1994)):
- Utilisasi: aktual masukan/masukan standard; contoh jam pemakaian mesin/kapasitas yang tersedia
- Produktivitas: aktual keluaran/aktual masukan; contoh hasil pekerjaan/jumlah jam kerja
- Efektivitas: aktual keluaran/standard keluaran; contoh jumlah pengiriman tepat waktu/total jumlah pengiriman.
Food Quality (Mutu Pangan): merupakan seluruh aspek karakteristik produk (ISO 9000), peraturan yang berlaku serta persyaratan pelanggan.Dalam rantai pasok pangan, tiga manfaat pengukuran kinerja tersebut diukur melalui 4 (empat) indikator kinerja rantai pasok pangan Aramyan et al., Performance Indicators in Agri-Food Production Chains, 2006), yaitu:
- Responsiveness: merupakan kepekaan dan kecepatan rantai pasok menyediakan produk dan informasi ke pelanggan (SCOR 2006)
- Efficiency: efisiensi merupakan indikator kinerja rantai pasok yang mengukur hasil (keluaran) yang dicapai dengan masukan (input) yang digunakan. Indikator efisiensi pada rantai pasok antara lain adalah: biaya/cost (produksi, pertanian, distribusi), Keuntungan, tingkat pengembalian investasi dan persediaan.
- Flexibility; fleksibilitas merupakan indikator tingkat kemampuan rantai pasok pangan dalam merespon perubahan pasar untuk mendapatkan atau memelihara keunggulan kompetitif (SCOR 2006). Fleksibilitas dalam rantai pasok pangan tidak hanya respon pada perubahan permintaan pelanggan (fleksibilitas volume), tetapi juga respon atas perubahan sumber pasokan pangan yang bersifat seasonal (musiman). Karakteristik sumber pasokan pangan yang bersifat musiman berdampak pada fleksibilitas operasional (proses produksi) dan fleksibilitas dalam distribusi/penyaluran.
Download Artikel ini:
Rantai Pasok Pangan (1.4 MiB, 8,492 hits)