REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Komite Tetap Timur Tengah (KT3) dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), Mohamad Bawazeer menuturkan, penerapan Undang-Undang No. 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) pada Oktober 2019 tidak akan menghambat dunia usaha. Regulasi ini justru dinilainya akan membantu meningkatkan daya saing produk dalam negeri di tengah perkembangan industri halal global.
Bawazeer menuturkan, implementasi UU JPH menjadi sebuah ‘konsekuensi’ atas industri halal yang terus berkembang di internasional. Apabila Indonesia tidak melakukannya dari sekarang, ia cemas pelaku industri dalam negeri akan tertinggal mengambil bagian dalam rantai industri halal. “Nilai (industri halal) sudah 4 miliar dolar AS. Masa kita tidak mau ambil bagian?” ucapnya saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (9/1).
Bawazeer juga menilai, UU JPH akan memudahkan proses sertifikasi halal melalui ratusan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang tersebar di berbagai daerah. Oleh karena itu, pengusaha dari Jayapura atau Kawasan Indonesia Timur lainnya tidak perlu lagi jauh-jauh ke Jakarta untuk mendapatkan sertifikat halal, melainkan cukup di kota mereka masing-masing.
Pada dasarnya, Bawazeer mengatakan, UU JPH merupakan regulasi yang mengubah sistem sertifikasi halal di Indonesia. Sebelumnya, proses ini hanya terpusat di Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) yang kini sudah dapat dilakukan LPH melalui Badan Pelaksana Jaminan Produk Halal (BPJPH).
Bawazeer memastikan, Kadin akan membantu agar penerapan UU JPH tidak memberatkan pengusaha, khususnya usaha kecil dan menengah. Ada beberapa opsi yang sudah disampaikan ke pemerintah untuk melindungi mereka, termasuk memberikan keringanan biaya sertifikasi. “Misalkan, mereka cukup bayar 10 persen dari total sertifikasi. Ini semua kan dapat dibicarakan,” ujarnya.
Sumber dan berita selengkapnya:
Salam,
Divisi Informasi
#logistik #logistikindonesia #supplychainindonesia #untuklogistikindonesialebihbaik