Oleh: Dr. Tomy Perdana | Dosen Fakultas Pertanian – Universitas Padjadjaran
Pembangunan pertanian memiliki posisi yang strategis dalam pembangunan perekonomian nasional. Peran strategis tersebut berupa kontribusi nyata melalui pembentukan kapital, penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan bio-energi, penyerap tenaga kerja, sumber devisa negara, dan sumber pendapatan serta pelestarian lingkungan melalui praktek usaha tani yang ramah lingkungan. Dengan demikian, tergambarkan secara jelas bahwa sektor pertanian menjadi tumpuan utama bagi masyarakat Indonesia dalam memenuhi pangannya (food security) serta menjadi tumpuan utama bagi penghidupan sebagian besar masyarakat Indonesia yang tinggal di perdesaan. Dengan peran tersebut, pembangunan pertanian yang optimal akan mampu mewujudkan kemandirian dan daya saing bangsa Indonesia dalam era globalisasi.
Salah satu penentu daya saing sektor pertanian adalah sistem logistik. Hal tersebut terjadi karena sistem logistik mampu menciptakan efisiensi dan memberikan nilai tambah bagi produk pertanian. Sistem logistik pertanian bukan hanya berfungsi untuk penyimpanan dan distribusi hasil pertanian tetapi juga berfungsi untuk mempertahankan (preserve) kualitas hasil pertanian dari mulai kebun sampai dengan ke konsumen (from farm to table).
Sektor pertanian Indonesia memiliki keunikan dibandingkan negara lain karena sebagian besar pelaku pertanian Indonesia adalah petani kecil dengan lokasi usahanya yang terpencar (dispersal) pada ribuan kepulauan. Dengan demikian, sistem logistik pertanian yang dikembangkan harus mengakomodasi karakteristik unik tersebut.
Fakta yang ada saat ini menunjukkan sistem logistik pertanian Indonesia masih belum optimal karena biaya logistik yang masih tinggi, berkisar 20-25% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Secara khusus, biaya logistik pada rantai pasok hortikultura berkisar pada angka 20-30% dari harga pokok penjualan. Tingginya biaya logistik pertanian disebabkan oleh tidak efisiennya aktivitas logistik yang terjadi pada rantai pasok pertanian. Penyebab tidak efisiennya aktivitas logistik pertanian adalah penanganan pasca panen yang tidak tepat, infrastruktur logistik pertanian (seperti rumah kemasan, cold chain, dan moda transportasi), rusaknya jalan perdesaan, tidak adanya jasa pelayanan logistik khusus pertanian di perdesaan yang terbatas, pengetahuan pelaku tentang manajemen logistik pertanian yang terbatas serta ketiadaan kerangka kelembagaan (institutional framework) yang secara khusus memperhatikan sistem logistik pertanian.
Menurut Banomyomg (2007), terdapat empat faktor kunci untuk mewujudkan sistem logistik yang mampu mewujudkan daya saing suatu industri, termasuk industri pertanian, yakni (1) infrastruktur; (2) kerangka kelembagaan; (3) layanan jasa; dan (4) pelaku logistik (lihat gambar). Keempat faktor kunci tersebut saling berinteraksi dan tidak dapat dipisahkan sehingga mampu mewujudkan efisiensi biaya, ketersediaan, keamaanan, dan responsif sebagai pembentuk daya saing.
Gambar Sistem Logistik Pertanian
(Sumber: Banomyomg, 2007)
Dalam mewujudkan sistem logistik pertanian di atas perlu dilakukan upaya bersama seluruh pemangku kepentingan dari mulai pemerintah, asosiasi industri logistik, akademisi, dan pelaku pertanian. Sistem logistik pertanian tersebut sepatutnya mengkaitkan level makro (kebijakan pemerintah), level meso (pengembangan klaster/sentra pertanian), dan level mikro (pelaku pertanian).
Pada level makro diperlukan kerangka kelembagaan berupa regulasi khusus pengembangan sistem logistik pertanian dari mulai kebun sampai ke pasar. Pada level meso, perlu dilakukan pembangunan infrastruktur logistik pertanian di pedesaan bekerjasama dengan pelaku logistik yang akan mengembangkan berbagai layanan jasa logistik pertanian di pedesaan. Pada level mikro, perlu dilakukan upaya sistematis untuk mengkaitkan pelaku pertanian di pedesaan, terutama petani dengan pelaku pasar (ritel modern, eksportir, pasar induk , industri pengolahan, dan jasa pangan).
Keterkaitan petani dengan berbagai pelaku pasar dibangun untuk menciptakan sistem produksi pertanian yang berkesinambungan pada aspek kualitas, kuantitas, kestabilan harga, dan keamanan pangan. Sistem produksi pertanian tersebut akan memberikan peluang dan kelayakan usaha bagi para pelaku logistik untuk mengembangkan berbagai layanan jasa logistik pertanian. Dengan demikian, hal tersebut akan mewujudkan sinergi antara pelaku pertanian, pelaku pasar, dan pelaku logistik untuk mewujudkan daya saing sektor pertanian di Indonesia.
24 Juni 2016
Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.
Download Artikel ini:
Sistem_Logistik_Pertanian.pdf (550.3 KiB, 746 hits)