Oleh: Nova Indah Saragih
Dosen Program Studi Teknik Industri | Universitas Widyatama
Berbagi informasi adalah persyaratan dasar untuk memastikan kolaborasi yang baik antara dua atau lebih individu. Basis kolaborasi yang diterapkan pada sistem transportasi angkutan kota dapat mengikuti definisi yang diusulkan oleh Laudon dan Laudon (2007) dalam Gonzalez-Feliu dan Salanova (2012) untuk desain sistem informasinya. Untuk logistik kolaboratif dapat mengikuti skema yang diusulkan oleh Gonzalez-Feliu dan Morana (2011) dalam Gonzalez-Feliu dan Salanova (2012). Ilustrasi skema dapat dilihat pada Gambar 1.
Penjelasan setiap modul diberikan sebagai berikut:
- Modul Community’s Deals menyajikan ekspektasi proyek dan risiko yang dipelajari dalam pengembangan awal proyek tersebut dengan mempertimbangkan teknologi dan alat serta tingkat penggunaannya, beberapa pilihan harus dibuat untuk mengatur sistem transportasi kolaboratif terbaik. Untuk membuat pilihan tersebut, maka penting untuk merumuskan pertanyaan terkait dengan tujuan dan risiko proyek dan untuk menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut (Laudon dan Laudon, 2007 dalam Gonzalez-Feliu dan Salanova, 2012).
- Modul Community’s Solutions berisi tujuan proyek dan evaluasi kinerja sistem transportasi kolaboratif (Gonzalez-Feliu dan Morana, 2011 dalam Gonzalez-Feliu dan Salanova, 2012). Tujuan perencanaan logistik kota dihubungkan dengan pengurangan kemacetan, polusi, kebisingan, dan gangguan lain yang berkaitan dengan pergerakan barang perkotaan (Crainic, 2008 dalam Gonzalez-Feliu dan Salanova, 2012). Berkaitan dengan hal ini, akan terdapat perbedaan yang muncul karena dalam logistik kota terdapat stakeholder publik dan swasta berinteraksi (Taniguchi dkk., 2001 dalam Gonzalez-Feliu dan Salanova, 2012). Setelah tujuan diidentifikasi, selanjutnya proyek dikembangkan. Pada modul ini, penting untuk mempertimbangkan hal terkait evaluasi ke dalam proses keputusan strategis. Hal ini karena keberhasilan proyek logistik kota dikembangkan dengan memastikan kesinambungannya. Kesinambungan tersebut hanya akan didapatkan apabila telah diperhitungkan dalam fase konsepsi proyek.
- Modul Stakeholders menggambarkan pelaku utama yang terlibat dalam sistem transportasi perkotaan kolaboratif dan dapat dijelaskan sebagai berikut. “Loader” adalah aktor yang berada di tempat asal (“senders”) atau di tujuan (“receivers”) dari pengiriman. “Loader” dapat berupa produsen industri atau pengrajin, penyedia logistik atau kegiatan ritel. Kategori penting lainnya adalah “transporters” yang dapat menjadi “loader” yang melakukan operasi transportasi mandiri atau transportasi pihak ketiga. Kategori ketiga adalah aktor real estate yang merupakan “pemilik dan perusahaan manajemen” dari fasilitas logistik perkotaan. Meskipun demikian aktor-aktor lain seperti administrasi publik, perusahaan jalan raya, dan operator bea cukai juga dapat dimasukkan dalam klasifikasi ini.
- Modul Operations Management berisi semua elemen perencanaan dan manajemen transportasi angkutan kota kolaboratif, lebih tepatnya dalam model logistik dan skema. Pada literatur, sebagian besar skema organisasi terkait dengan rantai pasokan kolaboratif, seperti Efficient Consumer’s Response (ECR), Vendor Managed Inventory (VMI), dan Collaborative Planning Forecasting and Replenishment (CPFR) (Routhier dkk., 2009 dalam Gonzalez-Feliu dan Salanova, 2012). Skema analog dapat didefinisikan dalam distribusi barang terutama di daerah perkotaan. Hal tersebut adalah kasus transportation pooling, jaringan transportasi, dan e-marketplaces barang kolaboratif (Gonzalez-Feliu dkk., 2010; Simonot dan Roure, 2007 dalam Gonzalez-Feliu dan Salanova, 2012).
- Modul terakhir adalah peran informasi dalam transportasi kolaboratif. Tanpa kolaborasi informasi, level kolaborasi tidak dapat terjadi. Terdapat dua jenis teknologi informasi: Transportation Management Systems (TMS) yang terkait dengan perencanaan transportasi, teknologi informasi, dan komunikasi, serta yang memungkinkan transportasi diintegrasikan ke dalam rantai pasokan. TMS didasarkan terutama pada perancangan rute dan optimisasi. Sejumlah alat komersial menerapkan algoritma yang berasal dari desain jaringan yang sudah umum, seperti perutean kendaraan, penjadwalan kendaraan, dan masalah perutean lokasi (Golden dkk., 2010; Toth dan Vigo, 2001 dalam Gonzalez-Feliu dan Salanova, 2012). Terkait Information and Communications Technology (ICT), terdapat tiga kategori yaitu sistem pertukaran dokumen memastikan komunikasi antar aktor dan menghafal beberapa transaksi. Kemudian, sistem komunikasi memastikan panduan aliran perusahaan. Akhirnya, sistem pelacakan dikembangkan untuk menemukan dan mengikuti pergerakan barang (Fabbes-Costes, 2007 dalam Gonzalez-Feliu dan Salanova, 2012).
Selanjutnya sistem transportasi kolaboratif dapat didefinisikan. Pada transportasi barang perkotaan, sistem seperti tersebut terkait dengan transportasi kolaboratif yang dapat didefinisikan sebagai berikut: dua atau lebih transporter akan mengikuti pendekatan transportation pooling kolaboratif apabila transporter tersebut berbagi sumber daya material dan immaterial. Sumber daya tersebut dapat berupa:
- Fasilitas logistik seperti depo kendaraan, gudang, pusat perawatan, atau platform cross-docking.
- Kendaraan yang dapat dibagi dalam dua cara: pertama adalah kendaraan yang dikumpulkan yang mana kendaraan dapat diambil oleh setiap anggota komunitas untuk operasi transportasinya tanpa menggabungkan pengiriman dengan milik anggota lainnya. Kedua adalah pengelompokan barang, ini berarti untuk memberikan barang kepada pengangkut transportasi lain yang akan mengunjungi tujuan akhir dari barang tersebut untuk mengurangi tingkat pemuatan kendaraan secara keseluruhan.
- Metode perencanaan dan optimisasi, yang mana perencanaan dibuat dalam kelompok dan tidak secara individual.
- Informasi logistik dan transportasi, seperti data lalu lintas, informasi parkir, ketersediaan pelanggan atau informasi lain yang dapat membantu membuat previsi, dan mengelola operasi saat ini (Gonzalez-Feliu dan Salanova, 2012).
7 April 2020
Referensi:
Gonzalez-Feliu, J. dan Salanova, J. (2012): Defining and Evaluating Collaborative Urban Freight Transportation Systems, Procedia – Social and Behavioral Sciences, 39, 172 – 183.
*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.
Download artikel ini:
SCI - Artikel Sistem Transportasi Barang Kolaboratif untuk Wilayah Perkotaan (Bagian 2 dari 2 tulisan) (748.0 KiB, 226 hits)