Oleh: Nova Indah Saragih
Dosen Program Studi Teknik Industri | Universitas Widyatama
Wilayah perkotaan, khususnya kota-kota besar di dunia, saat ini sedang menghadapi permasalahan transportasi yang sama yaitu kemacetan lalu lintas. Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah populasi di wilayah perkotaan, tantangan yang dihadapi oleh kota-kota di seluruh dunia dalam menciptakan sistem transportasi yang efektif dan efisien, baik untuk manusia maupun untuk barang juga semakin meningkat (Benjelloun dkk., 2010).
Selain itu, kondisi lalu lintas di wilayah perkotaan juga semakin memburuk. Jumlah kendaraan dalam berbagai jenis meningkat dengan cepat. Sebagai akibatnya, tingkat kemacetan dan polusi juga turut meningkat (Crainic dkk, 2004). Aktivitas transportasi dari sektor logistik yang didorong oleh pertumbuhan sektor e-commerce tidak dapat dipungkiri semakin memperburuk kondisi tersebut.
Jasa pengiriman barang yang ditawarkan melalui sektor e-commerce pada umumnya adalah cepat, langsung, dan individual (Taniguchi dkk., 2001). Konsekuensinya adalah peningkatan jumlah kendaraan dan perjalanan barang yang memasuki wilayah perkotaan seperti yang diilustrasikan pada Gambar 1.
Tidak hanya kemacetan dan polusi, peningkatan jumlah kendaraan dan perjalanan barang tersebut juga berpotensi meningkatkan kecelakaan lalu lintas dan kebisingan di wilayah perkotaan. Kondisi tersebut pada akhirnya akan merugikan masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan (citizen), yang ironisnya menuntut jasa pengiriman barang yang cepat, langsung, dan individual. Terlepas dari hal tersebut, masyarakat perkotaan berhak untuk mendapatkan kota yang layak huni, aman, dan nyaman. Oleh karena itu, pemerintah mulai dari tingkat nasional, provinsi, dan kota memiliki kewajiban untuk menciptakan kota yang tidak hanya manfasilitasi perkembangan perekonomian semata, tetapi juga kenyamanan hidup warga kotanya.
Mengingat semua proyeksi perkembangan sektor e-commerce di Indonesia yang telah diuraikan pada tulisan sebelumnya, pemerintah perlu untuk segera mengambil tindakan nyata dalam menghadapi tantangan peningkatan kemacetan, polusi, kebisingan, dan kecelakaan lalu lintas tersebut. Ide besarnya adalah mengurangi jumlah kendaraan dan perjalanan barang yang masuk ke wilayah perkotaan tanpa mengurangi kuantitas barang yang dikirimkan. Pengiriman barang secara langsung yang saat ini terjadi atau yang dikenal pula dengan B2C (business to consumer) jelas tidak dapat dipertahankan lebih lama lagi.
Salah satu solusi untuk mengurangi jumlah kendaraan dan perjalanan barang tersebut adalah dengan menggunakan konsep urban consolidation centre atau UCC. Ilustrasi penggunaan UCC diberikan pada Gambar 2.
Barang dari berbagai pemasok yang menuju wilayah perkotaan dikonsolidasikan di fasilitas logistik skala besar yang berada di pinggir wilayah perkotaan. Barang-barang tersebut kemudian disortir untuk selanjutnya didistribusikan ke titik-titik permintaan yang berada di dalam wilayah perkotaan (Saragih dkk., 2015).
Kendaraan yang digunakan untuk mengirimkan barang-barang tersebut adalah kendaraan barang bersama, sehingga jadwal dan utilitas kendaraan dapat ditentukan. Penentuan jadwal pengiriman barang ke dalam wilayah perkotaan perlu dilakukan, agar pada saat pengiriman barang tersebut tidak menambah kemacetan di dalam wilayah perkotaan yang sudah tinggi akibat transportasi manusia. Penentuan utilitas kendaraan perlu dilakukan untuk memastikan bahwa kendaraan barang yang masuk ke dalam wilayah perkotaan adalah kendaraan yang sesuai dengan kapasitasnya. Apabila memungkinkan, kendaraan barang tersebut kembali lagi dengan membawa barang-barang dari wilayah perkotaan (pick-up and delivery).
Dengan adanya konsep UCC tersebut, pengiriman langsung tidak akan terjadi. Hasilnya adalah jumlah kendaraan dan perjalanan barang akan berkurang, namun tidak mengurangi kuantitas barang yang dikirimkan. Peran pemerintah, baik itu di tingkat nasional, provinsi, dan kota sangat penting apabila konsep UCC ini dikembangkan di Indonesia. Target yang diharapkan adalah bangsa ini mampu memanfaatkan peluang perkembangan e-commerce dan juga mampu menghadapi tantangan yang dibawa bersamaan dengan peluang tersebut.
Referensi:
- Benjelloun, A., Crainic, G.T., dan Bigras, Y. (2010): Towards a taxonomy of city logistics projects, Procedia – Social and Behavioral Sciences, 2, 6217–6228.
- Chwesiuk, K., Kijewska, K., dan Iwan, S. (2010): Urban consolidation centres for medium-size touristic cities in the Westpomeranian Region of Poland, Procedia – Social and Behavioral Sciences, 2, 6264–6273.
- Crainic, G.T., Ricciardi, N., Storchi, G. (2004): Advanced freight transportation systems for congested urban areas, Transportation Research Part C, 12, 119–137.
- Taniguchi, E., Thompson, R.G., Yamada, T. dan van Duin, R. (2001): City logistics: network modelling and intelligent transport systems, Pergamon, Oxford.
- Saragih, N. I., Bahagia, S. N., Suprayogi, dan Syabri, I. (2015): City logistics for mega city: A conceptual model (case study: DKI Jakarta), Proceedings – Joint International Conference On Electric Vehicular Technology And Industrial, Mechanical, Electrical And Chemical Engineering.
*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.
Download artikel ini:
SCI - Artikel Tantangan di Balik Pertumbuhan E-Commerce di Indonesia terhadap Transportasi Perkotaan (Bagian 2 dari 2 tulisan) (875.5 KiB, 186 hits)