JAKARTA. Pebisnis angkutan dan logistik memprotes kenaikan tarif penyeberangan mulai Mei 2012, karena akan langsung menaikkan biaya logistik. Hitungan pengusaha logistik, kenaikan tarif penyeberangan antara 19%-24% di 25 rute penyeberangan itu bakal membuat biaya logistik naik 5% dari tarif sekarang.
Zaldy Ilham Masita, Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), memahami bahwa kenaikan tarif penyeberangan memang sulit dihindari. Sebab, pengusaha angkutan penyeberangan perlu meremajakan kapal serta kebutuhan untuk investasi lain.
Namun yang membuat pebisnis logistik keberatan adalah masih lambatnya pembangunan infrastruktur. “Saat ini antrean di pelabuhan lebih dari 6 jam, ini yang berkontribusi besar terhadap kenaikan biaya logistik,” ujarnya, kepada KONTAN, kemarin.
Sejauh ini, biaya tambahan para pengusaha logistik lebih banyak berasal dari biaya-biaya yang timbul akibat antrean sebelum masuk ke kapal penyeberangan. Tarif kapal feri boleh dibilang tak memberatkan pengusaha logistik.
Zaldy juga menyarankan, sebaiknya tarif penyeberangan mengikuti mekanisme pasar, bukan diatur pemerintah. Sehingga bisa menarik minat investor masuk ke bisnis jasa penyeberangan.
Toh, Ketua Umum DPP Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap), Bambang Harjo, meminta pemerintah mengerek lebih tinggi lagi tarif penyeberangan. “Kenaikan tarif hanya Rp 750 per mil, target semula adalah Rp 1.500 per mil,” ujarnya.
Tertinggi di dunia
Asal tahu saja, mulai 3 Mei 2012, Kementerian Perhubungan menaikkan tarif penyeberangan. Alasannya, beban penyeberangan naik terus. “Kami sudah mensosialisasikan kepada pemakai jasa,” klaim Bambang S Ervan, Kepala Pusat dan Komunikasi Kementerian Perhubungan.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, mencatat, biaya logistik di Indonesia mencapai 24% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) atau senilai Rp 1.820 triliun per tahun. Ini merupakan biaya logistik tertinggi di dunia.
Bandingkan dengan biaya logistik Malaysia yang cuma 15% dari PDB atau Jepang dan Amerika yang 10%. “Jumlah itu terdiri dari biaya penyimpanan Rp 546 triliun, biaya transportasi Rp 1.092 triliun, dan biaya administrasi Rp 182 triliun,” ujar Natsir Mansyur, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perdagangan, Distribusi dan Logistik.