Artikel di lautindo.com mengenai “Tol Laut Turunkan Disparitas Harga Kebutuhan Pokok di Indonesia Timur” menyebutkan bahwa:
“Esensi dari penerapan program Tol Laut ini untuk menjaga agar disparitas harga logistik di pulau-pulau tersebut tidak berbeda jauh dari di kota-kota besar…. Untuk Perhubungan Laut ada anggaran untuk Angkutan Laut perintis baik penumpang maupun barang sebesar Rp 1,16 Trilyun yang rinciannya adalah untuk angkutan barang Rp 220 Milyar, angkutan ternak Rp 8 Milyar, dan penumpang khususnya untuk wilayah Indonesia Bagian Timur sebesar Rp.937 Milyar.”
Komoditi primer seperti beras, bawang merah, gula pasir, minyak goreng curah, tepung terigu, daging ayam ras, telur ayam ras, dan lain-lain memerlukan anggaran trilyunan rupiah untuk mencegah terjadinya disparitas harga.
Berdasarkan tabel diatas yang bersumber dari Kemenko Bidang Maritim dan Sumber Daya RI, program Tol Laut hanya fokus pada Biaya Angkutan Kapal saja. Masih belum jelas dan harus ditelusuri terlebih dahulu apakah local end-user price berbeda dengan daerah lainnya sehingga dapat ditarik kesimpulan Tol Laut adalah solusi disparitas harga. Di sini terlihat jelas bahwa kebijakan pemerintah untuk mengucurkan anggaran trilyunan Tol Laut dikendalikan dari sudut pandang Ocean Carrier. Sementara untuk mencegah terjadinya disparitas harga lebih kompleks dari sudut pandang dimaksud. Kebijakan pemerintah terhadap subsidi dana PSO trilyunan pada Ocean Freight Program Tol Laut sekalipun biaya angkut ditanggung 100% tidak dapat memberi jaminan hilangnya dispariti harga.
Pada alur gambar di atas, jika kebijakan pemerintah hanya menjamah Vessel Carrier dari POO (Port of Origin) ke POD (Port of Destination) dan mengabaikan supply chain pada alur Inbound & Outbound maka itu tidak akan memberikan jaminan hilangnya disparitas harga.
Ada metodologi yang diterapkan di beberapa produsen komoditi sekunder untuk mencegah terjadinya disparitas harga barang, yaitu BW SAP Technology. Ekosistem dan supply chain di mana pelabuhan sebagai hub bongkar muat dan delivery receiving channel memerlukan BW SAP Technology agar disparitas harga tidak terjadi. Sebenarnya solusi Disparitas Harga tidak hanya BW – SAP Technology, namun perusahaan produsen komoditi ini sudah kadung menggunakan SAP Technology maka ditambahkan berbagai berbagai fitur yang diperlukan untuk disparitas harga. Ada banyak teknologi pendukung lainnya yang lebih murah, yang penting pemahaman mengenai metodologi supply chain dan disparitas harga serta komponen biaya logistik termasuk business process kepelabuhanan yang bertujuan untuk tercapainya sebuah Port Supply Chain yang efektif dan efisien seperti pada gambar alur di atas. Dengan demikian dari Shipper ke Consignee diharapkan terjadi percepatan waktu dan penghematan biaya.
Program Tol Laut ini adalah program utama pemerintah agar biaya logistik turun dan tidak terjadi disparitas harga. Pada PM 93 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan & Pengusahaan Angkutan Laut yang menyebutkan pentingnya masukan Kepala Daerah setempat (Gubernur, Bupati/ Walikota), para asosiasi dan lainnya agar Trayek Kapal dapat ditetapkan dan selanjutnya Perusahaan Angkutan Laut Nasional membuat RPK (Rencana Pengoperasian Kapal) dengan melampirkan dokumen muatan kapal dan dokumen lainnya. Load Factor Ratio pada penyelenggaraan program Tol Laut ini merupakan pekerjaan inti Pelni.
Apa itu Load Factor Ratio?
Keseimbangan permintaan pengiriman barang dan ketersediaan ruang Kapal Tol Laut sehingga terjadinya sebuah trayek yang diatur oleh Rencana Pengoperasian Kapal Tol Laut yang dipengaruhi oleh:
1. Pengembangan Pusat Industri
2. Perdagangan
3. Pariwisata
4. Keterpaduan intra dan antarmoda transportasi
Filosofi port follows the trade and so creating no disparity price and reduce cost of logistic adalah peranan utama Pelni sebagai Operator Kapal Tol Laut untuk menunjukan data-data pertumbuhan ekonomi setempat, perdagangan serta tingkat mobilitas penduduk yang menggambarkan potensi kebutuhan pengiriman Tol Laut
Pernyataan bahwa dalam program Tol Laut itu terjadinya disparitas harga dan bahkan biaya logistik jadi tinggi yang disebabkan oleh karena permasalahan infrastruktur pelabuhan beserta supra strukturnya kurang bisa disetujui. Load Factor Ratio yang dikerjakan Pelni di atas justru dapat menjelaskan mengenai kendala-kendala dimaksud agar Kemenhub atau Pemerintah Pusat dapat mencari jalan keluar untuk menyelesaikan masalah infrastruktur pelabuhan beserta supra strukturnya. Selain itu, untuk membahas keterkaitan Tol Laut dan disparitas harga alangkah lebih baik jika dibentuk tim kerja yang solid yang benar-benar mengerti iklim dan budaya Indonesia yang memiliki 1241 pelabuhan dan 60.000 Km panjang garis pantai yang terpanjang di dunia.
Download artikel ini:
Tol_Laut_dan_Disparitas_Harga_di_Indonesia_Timur.pdf (155.0 KiB, 983 hits)