Oleh: Bambang S. Gunawan
Ketua Kompartemen Maritim
DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI)
Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 40 Tahun 2020 tentang Ketentuan Penggunaan Angkutan Laut Nasional dan Asuransi Nasional untuk Ekspor dan Impor Barang Tertentu telah terbit pada 1 April 2020. Permendag itu menggantikan peraturan sebelumnya, yaitu Permendag No. 82 Tahun 2017 yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Permendag No. 80 Tahun 2018.
Pada awal mula sosialisasi Permendag No. 82 tahun 2017, perwakilan dari DPP ALFI sempat menjadi bagian dari Tim Teknis Pembahas Permendag tersebut. Namun, dalam perjalanannya, pelaksanaan Permendag tersebut ditunda.
Dalam beberapa kali pertemuan anggota Tim Teknis, salah satu yang menjadi perhatian adalah perdebatan hangat yang muncul dari stakeholder para eksportir batu bara dan crude palm oil (CPO). Perdebatan terjadi karena pada kenyataannya, armada atau kapal niaga dari perusahaan pelayaran nasional memang masih belum memadai jika dibandingkan dengan volume ekspor batu bara yang begitu besar. Target ekspor batu bara per tahun berkisar sebanyak 400 juta ton (https://www.cnbcindonesia.com). Pada sisi lain, ekspor CPO berkisar sebanyak 35 juta ton per tahun (https://industri.kontan.co.id).
Silang pendapat yang dialami anggota Tim Teknis bukan dititikberatkan pada masalah asuransi, namun pada kesiapan perusahaan pelayaran nasional untuk pengadaan kapal-kapal nasional. Hal tersebut yang menjadi pertanyaan terbesar dalam penanganan kelancaran arus ekspor dua komoditas primadona yang volume ekspornya terbilang sangat fantastis.
Kenyataannya, jika saat itu diberlakukan Permendag, maka perusahaan pelayaran nasional yang menggunakan kapal berbendera Indonesia sudah tentu tidak siap. Bahkan dapat dikatakan bahwa armada nasional yang berbendera Indonesia tidak siap hingga tulisan ulasan Permendag ini dipublikasikan. Saat tim teknis untuk sosialisasi Permendag No. 82 Tahun 2017 tersebut dibentuk oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag), masih terdapat para eksportir yang menyelesaikan existing contract yang tengah berjalan dengan para pembeli di luar negeri. Para pembeli tentu telah menetapkan kapalnya yang bendera asing, otomatis berkaitan dengan produk asuransi. Hal tersebut menyebabkan penerapan Permendag No. 82 Tahun 2017 tidak dapat dipaksakan untuk segera diterapkan. Permendag tersebut pun berujung ditunda pelaksanaannya.
Pada Permendag No. 40 Tahun 2020 yang baru ini, berkenaan dengan angkutan laut, tidak tercantum penggunaan “kapal berbendera indonesia” yang ada hanya “angkutan laut nasional”. Pada pasal 1 ayat 5, angkutan laut nasional didefinisikan sebagai angkutan laut yang dimiliki atau disewa oleh perusahaan angkutan laut nasional dalam bentuk bareboat, time charter, voyage charter, contract of affreightment, atau kontrak kapal lainnya. Tambahan lainnya, di pasal 1 ayat 7 terdapat keterangan yang berkenaan dengan perusahaan angkutan laut nasional yaitu perusahaan yang berbadan hukum Indonesia yang melakukan kegiatan angkutan laut di dalam wilayah perairan Indonesia dan/atau dari dan ke pelabuhan luar negeri.
Jika terdapat kata “angkutan laut nasional”, maka bisa saja penafsiran dan penerapan di lapangan adalah kapal yang dipakai tetap saja bendera asing, akan tetapi yang mengoperasikannya adalah perusahaan pelayaran nasional. Kata-kata usaha “angkutan laut nasional” menjadi penting dalam konteks ini. Namun, mengapa harus terpaku dengan perusahaan pelayaran nasional? Pada Permendag ini tidak tertera keharusan menggunakan pelayaran nasional, akan tetapi usaha “angkutan laut nasional” sepanjang “berbadan hukum”.
Jika merujuk definisi di Permendag tersebut mengenai badan usaha yang bukan pelayaran nasional, seharusnya boleh saja, namun masih berkaitan dengan angkutan laut, sehingga badan usaha yang bukan pelayaran pun semestinya dapat ikut andil di dalamnya.
Artinya, perusahaan-perusahaan seperti NVOCC (non vessel owned common carrier), freight forwarder, atau perusahaan berbasis supply chain dan logistik yang berbadan hukum di Indonesia dan memiliki kapasitas angkutan laut seharusnya diperbolehkan sepanjang mampu melakukan bareboat, time charter, voyage charter, contract of affreightment, atau kontrak kapal lainnya. Hal tersebut yang diamanatkan dalam Permendag ini. Selanjutnya adalah evaluasi terkait implementasi di lapangan dengan harapan pihak kementerian terkait dapat menerapkan fair play atas Permendag yang baru dirilis ini.
Jadi, karena kekurangan armada/kapal niaga, maka perusahaan angkutan laut nasional yang mampu melakukan bareboat, time charter, voyage charter, dan contract of affreightment kapal berbendera asing untuk mengangkut komoditas yang dimaksud diperbolehkan sepanjang memiliki kapasitas untuk menjalankannya. Hal ini demi kepentingan nasional, menghidupkan industri pelayaran, serta menghidupkan industri logistik angkutan laut dalam negeri pada umumnya. Upaya Kemendag sampai pada titik ini merupakan bagian dari langkah strategis.
Pada sisi lain, Permendag ini mendorong para trader (eksportir) komoditas batu bara dan CPO melakukan perubahan drastis pada “terms of trade” yang semula menjual FOB menjadi CIF/C&F, dengan diberlakukannya Permendag ini, maka penjual Indonesia yang mencari kapalnya. Hal tersebut merupakan mandatori, jika melihat pada pasal 2 di Permendag ini, eksportir batu bara dan CPO wajib menggunakan angkutan laut nasional, begitu pula importir beras atau komoditas pemerintah lainnya, wajib menggunakan angkutan laut nasional. Jika importir komoditas beras yang pada awalnya mengimpor beras CIF yaitu penjual di luar negeri yang mencari kapalnya, maka dengan pemberlakukan Permendag ini berubah menjadi FOB, yakni pembeli di Indonesia yang mencari kapalnya. Pada era sebelumnya, dapat dikatakan mustahil jika para trader baik itu eksportir maupun importir melakukan hal tersebut.
25 April 2020
Referensi:
- Peraturan Menteri Perdagangan No. 40 Tahun 2020 tentang Ketentuan Penggunaan Angkutan Laut Nasional dan Asuransi Nasional untuk Ekspor dan Impor Barang Tertentu.
- https://www.cnbcindonesia.com/market/20190625120405-17-80452/ekspor-batu-bara- ri-turun-14-tahun-esdm-fokus-domestik diakses pada 24 April 2020 pukul 17.30 WIB.
- https://industri.kontan.co.id/news/sepanjang-2019-gapki-catat-volume-ekspor-produk- sawit-sebesar-357-juta-ton?page=all diakses pada 24 April 2020 pukul 17.35 WIB.
*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia
Download artikel ini:
SCI - Artikel Ulasan atas Permendag No. 40 Tahun 2020 (Bagian 1 dari 3 Tulisan) (455.2 KiB, 170 hits)