Berdasarkan laporan Bank Dunia, Indeks Kinerja Logistik (Logistics Performance Index/LPI) pada tahun 2014, Indonesia menempati posisi ke-53. Sejumlah negara ASEAN lain berada di posisi yang lebih kompetitif, seperti Singapura peringkat ke-5, Malaysia ke-25, Thailand ke-35, dan Vietnam ke-48. Salah satu penghambat meningkatnya peringkat LPI negara ini yaitu mahalnya logistic cost di tanah air kita.
“Untuk menurunkan logistic cost, yaitu bukan dengan menurunkan tarif. Namun dengan menurunkan biaya dari pihak yang bertransaksi di pelabuhan,” ungkap Direktur Operasi dan Pengembangan Bisnis PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) (Pelindo III), Rahmat Satria.
Rahmat memproyeksikan, jika produktivitas di pelabuhan tinggi, diharapkan biaya pelayaran akan lebih rendah dari kondisi sekarang. Misalnya, pada pelayaran Jakarta-Medan atau Banjarmasin-Surabaya yang semula hanya bisa sekali perjalanan dalam seminggu, dengan produktivitas pelabuhan yang tinggi (proses bongkar muat dan penyelesaian dokumen yang lebih cepat) maka diharapkan kapal akan dapat melakukan dua hingga tiga kali perjalanan tiap minggunya.
Seiring dengan peningkatan pelayanan yang dilakukan pelabuhan, para pemilik barang (selaku pelaku usaha) melalui asosiasi juga terus menuntut penurunan biaya Pelindo. Padahal, Pelindo III misalnya, operator pelabuhan yang berpusat di Surabaya ini terus melakukan investasi bernilai triliunan rupiah. Namun tetap tidak meningkatkan tarif operasional. Tentunya justru dengan meningkatkan produktivitas pelabuhan itulah pengguna jasa mendapatkan keuntungan lebih dengan kelancaran arus barang
Sumber dan berita selengkapnya:
Bisnis Indonesia, edisi cetak 30 Desember 2014