Oleh: Setijadi | Chairman at Supply Chain Indonesia
Supply Chain Indonesia (SCI) memberikan apresiasi kepada Wapres Jusuf Kalla yang memutuskan pembatalan rencana pembangunan Pelabuhan Cilamaya yang telah menjadi wacana dan memberikan ketidakpastian selama ini. Semua pihak diharapkan dapat menerima keputusan tersebut, karena apapun keputusannya (pembangunan pelabuhan jadi atau tidak jadi) pasti akan ada keuntungan dan kerugiannya.
Keputusan tersebut penting untuk memberikan kepastian kepada para pihak terkait, baik industri manufaktur dan pemilik barang lainnya, industri penyedia jasa logistik, investor pelabuhan, maupun pemerintah pusat dan pemerintah daerah sendiri.
Keberadaan pelabuhan di wilayah timur Jakarta sangat penting karena volume barang yang tinggi. Berdasarkan volume arus barang dari/ke Pelabuhan Tanjung Priok, misalnya, sekitar 70% volume berasal dari wilayah timur Jakarta (sekitar 20% dari wilayah selatan dan sekitar 10% dari wilayah timur Jakarta).
SCI juga memberikan apresiasi kepada Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang segera menindaklanjuti keputusan pembatalan pembangunan Pelabuhan Cilamaya tersebut. Walaupun semula menghendaki pembangunan pelabuhan itu, Kemenhub dapat menerima keputusan itu dan segera menindaklanjutinya dengan menyiapkan alternatif lokasi pengganti.
Apresiasi kepada Kemenhub juga perlu diberikan atas langkahnya berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) terkait dengan penentuan lokasi pengganti itu. Koordinasi tersebut sangat diperlukan untuk memperlancar perencanaan, persiapan, dan pembangunan pelabuhan.
Pemerintah harus segera menindaklanjuti keputusan pembatalan Pelabuhan Cilamaya dengan mengacu kepada UU No. 17/2008 tentang Pelayaran dan PP No. 61/2009 tentang Kepelabuhanan.
Selain harus memperhatikan aspek teknis, seperti ketersediaan luas daratan dan kedalaman perairan, penetapan lokasi pelabuhan pengganti Cilamaya juga harus memperhatikan rencana tata ruang wilayah (RTRW) nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota yang bersangkutan. Selain itu, rencana lokasi juga harus mempertimbangkan potensi ekonomi wilayah dan sumber daya alam. Penetapan lokasi itu juga harus memperhatikan keterpaduan intra dan antarmoda (terutama dengan jaringan jalan dan jalur kereta api), serta aksesibilitas terhadap hinterland.
Selain harus memperhatikan kesesuaian dengan RTRW Jawa Barat 2009-2029 (Perda No. 22 tahun 2010), Pemprov Jabar harus memanfaatkan rencana pembangunan pelabuhan baru itu untuk mendukung Master Plan Pengembangan Wilayah Jawa Barat Bagian Timur dalam rangka pengembangan pusat pertumbuhan industri. Mengacu kepada Master Plan yang dibuat oleh Kementerian Perindustrian tahun 2014, pusat pertumbuhan industri di wilayah itu dibagi menjadi dua kawasan, yaitu Kawasan Peruntukan Industri Kertajati (Kec. Kertajati, Kab. Majalengka dan Kec. Ujungjaya, Kab. Sumedang) dan Kawasan Peruntukan Industri Cirebon (Kec. Gebang, Losari, Pabedilan, dan Ciledug).
Selain itu, pembangunan pelabuhan juga harus mendukung dan mendorong perkembangan Wilayah Pendukung Pusat Pertumbuhan Industri di kawasan itu, yaitu Kota Cirebon, Kab. Indramayu, Kab. Majalengka, Kab. Kuningan, dan Kab. Sumedang. Dengan demikian, keberadaan pelabuhan tidak hanya bermanfaat untuk investasi dan produk asing, namun terutama justru untuk investasi dan pengembangan komoditas lokal di Jabar bagian timur itu.
Dari perspektif nasional, penetapan lokasi dan perencanaan pembangunan pelabuhan itu harus terintegrasi dengan konsep pembangunan infrastruktur transportasi dan sistem logistik nasional, seperti Konsep Tol Laut dan Short-Sea-Shipping (SSS). Perencanaan lokasi, jenis, dan kapasitas pelabuhan yang akan dibangun harus memperhatikan pula keberadaan pelabuhan-pelabuhan yang sudah ada (misal Pelabuhan Tanjung Priok) maupun yang akan dikembangkan (misal Pelabuhan Cirebon), sehingga akan saling mendukung untuk efisiensi logistik nasional.
Berkaitan dengan rencana pembangunan dan pengembangan pelabuhan-pelabuhan lainnya, Pemerintah perlu melakukan perencanaan dan penataan pelabuhan-pelabuhan secara nasional. Pada saat ini, di Indonesia terdapat 2.154 pelabuhan, yang terdiri atas 111 pelabuhan komersial, 1.129 pelabuhan non-komersial, dan 914 terminal khusus. Jumlah pelabuhan yang banyak tersebut belum diikuti dengan kinerja yang baik, sehingga belum bisa memberikan kontribusi yang baik terhadap efisiensi logistik nasional.