Oleh: Dr. Zaroni, CISCP., CFMP.
Head of Consulting Division | Supply Chain Indonesia
Biaya logistik merupakan faktor yang sangat memengaruhi daya saing perusahaan dan negara. Bagi perusahaan, biaya logistik akan memengaruhi harga jual produk akhir. Sementara bagi negara, biaya logistik agregat akan memengaruhi pasar ekspor dan impor. Pengurangan biaya logistik selalu menjadi perhatian, baik para manajer perusahaan maupun regulator.
Biaya logistik akan menambah harga perolehan suatu material dan produk. Dalam aktivitas inbound logistik, biaya logistik untuk aktivitas pergudangan dan transportasi material dari pemasok ke pabrik. Sementara dalam aktivitas outbound logistik, biaya logistik untuk aktivitas pergudangan, transportasi, dan distribusi dari gudang pabrik ke distributor, pengecer, sampai ke konsumen akhir.
Biaya logistik tersebut mencakup semua komponen biaya untuk aktivitas pergerakan barang dalam rangkaian proses rantai pasok. Semakin efisien biaya logistik dalam proses rantai pasok, maka harga produk akhir akan semakin kompetitif.
Biaya logistik baik biaya logistik suatu perusahaan, industri, atau biaya logistik suatu negara secara agregrat selalu menjadi pembahasan yang menarik. Tidak saja hasil perhitungan biaya logistik, perbandingan biaya logistik antarperusahaan, industri, negara, metodologi penghitungan biaya logistik, namun juga perbandingan biaya logistik suatu negara terhadap Produk Domestik Bruto atau Gross Domestics Product (GDP) negara tersebut.
Metodologi perhitungan dan perbandingan biaya logistik terhadap GDP penting untuk dipahami, agar kita dapat mengetahui posisi daya saing negara dalam suatu kawasan regional atau global dalam konteks biaya logistik. Karena apa? Sejatinya daya saing suatu negara banyak ditentukan oleh daya saing produk-produk atau jasa yang dihasilkan suatu negara mampu menjangkau pasar regional dan global secara luas. Biaya logistik merupakan salah satu komponen penting pembentuk harga jual produk atau jasa.
Bagi manajer perusahaan, terutama Supply Chain Manager, pemahaman terhadap komponen biaya logistik perusahaan, dan nilai tambah yang dihasilkan dari aktivitas logistik perusahaan terhadap produk atau jasa yang dihasilkan, menjadi penting bagi Supply Chain Manager dalam melakukan perbaikan kinerja logistik dan upaya untuk melakukan penurunan biaya logistik.
Sementara dari perspektif regulator pemerintah, fokus perhatian diarahkan pada perbaikan metodologi penghitungan biaya logistik secara agregat, upaya pengurangan biaya logistik agregat, dan kontribusi setiap sektor logistik terhadap GDP.
Kinerja Logistik
Logistik berisi serangkaian aktivitas pergerakan barang mulai dari pemasok ke pabrik, gudang pabrik ke distributor, distributor ke pengecer, dan pengecer ke konsumen akhir, sesuai dengan sistem saluran distribusi perusahaan masing-masing.
Dalam aktivitas logistik, selain aliran pergerakan barang, juga mencakup aliran informasi dan aliran keuangan.
Setiap aktivitas logistik banyak menggunakan infrastruktur dan fasilitas seperti pelabuhan, jalan raya, gudang, rel kereta api, alat transportasi, material handling equipment, dan teknologi informasi seperti transport management system (TMS), warehouse management system (WMS), fleet management system (FMS), order management system (OMS), dan lain-lain.
Selain infrastruktur dan fasilitas logistik, dalam aktivitas logistik banyak melibatkan tenaga kerja, mulai dari tenaga kerja driver, operator, supervisor, dan managerial.
Kinerja logistik selalu diukur hasilnya dan dilakukan evaluasi secara periodik, agar dapat dilakukan perbaikan kinerja secara berkelanjutan. Umumnya kinerja logistik diukur berdasarkan: (1) indikator biaya logistik dan (2) indikator kualitas layanan logistik.
Indikator biaya logistik menunjukkan biaya logistik total untuk menjalankan semua aktivitas logistik perusahaan dalam proses rangkaian rantai pasok. Sementara indikator kualitas layanan logistik menunjukkan kinerja layanan yang dihasilkan dari aktivitas logistik. Kinerja layanan logistik umumnya diukur dalam bentuk on time performance, lead time, keamanan, tingkat kerusakan, tracking & tracing, dan lain-lain.
Dalam konteks negara, kinerja logistik suatu negara ditunjukkan dengan Logistics Performance Index (LPI) yang dirilis setiap tahunnya oleh Bank Dunia.
Daya saing suatu negara ditentukan pula salah satunya oleh LPI ini. LPI diukur dari aspek berkut:
- Efisiensi customs dan pengelolaan perbatasan (“Customs”).
- Kualitas perdagangan dan infrastruktur transportasi (“Infrastructure”).
- Kemudahan mengatur pengiriman dengan harga yang kompetitif (“Ease of arranging shipments”).
- Kompetensi dan kualitas layanan logistik (“Quality of logistics services”).
- Kemampuan untuk melacak dan menelusuri kiriman (“Tracking and tracing”).
- Frekuensi pengiriman yang tepat waktu (“Timeliness”).
Dari keenam aspek assessment LPI tersebut, paling tidak ada empat aspek LPI yang ditentukan oleh kinerja logistik perusahaan, baik perusahaan sebagai pengiriman barang (shipper) maupun perusahaan penyedia jasa logistik, yaitu: kemudahan mengatur pengiriman dengan harga yang kompetitif, kompetensi dan kualitas layanan logistik, kemampuan untuk melacak dan menelusuri kiriman, dan frekuensi pengiriman yang tepat waktu.
Daya saing bisnis dan negara, setidaknya ditentukan oleh dua faktor utama: biaya dan kualitas layanan, oleh karena itu pengukuran dan evaluasi kinerja logistik penting untuk dilakukan agar dapat dilakukan perbaikan secara berkelanjutan.
Pengurangan Biaya Logistik
Pengukuran kinerja logistik dengan menggunakan indikator biaya logistik banyak digunakan oleh perusahaan dan negara, meskipun sampai saat ini tidak ada standar atau pedoman baku dalam metodologi dan pengukuran biaya logistik.
Banyak pendekatan yang digunakan dalam penghitungan biaya logistik, seperti halnya banyak pendekatan dalam penghitungan biaya (costing) suatu produk. Setidaknya, ada dua pendekatan dalam penghitungan biaya produksi: traditional costing dan activity-based costing.
Dalam traditional costing, penghitungan biaya didasarkan pada pemakaian sumber daya di setiap komponen biaya produksi dan biaya komersial, yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya overhead, biaya pemasaran, biaya distribusi, dan biaya administrasi. Sementara activity-based costing, penghitungan biaya didasarkan pada pemakaian sumber daya di setiap aktivitas untuk menjalankan serangkaian proses bisnis perusahaan.
Kedua pendekatan tersebut dapat diterapkan dalam penghitungan biaya logistik. Secara umum, biaya logistik dikelompokkan menjadi tiga klasfikasi biaya logistik: (1) biaya transportasi, (2) biaya penyimpanan barang, dan (3) biaya administrasi. Berdasarkan pengelompokkan biaya logstik tersebut, biaya logistik mencakup semua komponen biaya sebagai berikut:
- Biaya transportasi untuk setiap moda transprotasi;
- Biaya penyimpanan untuk setiap aktivitas pergudangan;
- Biaya investasi modal kerja untuk persediaan barang;
- Biaya pemberian tanda barang dan kemasan, pengidentifikasian barang, dan pencatatan barang;
- Biaya aktivitas stacking/unstacking;
- Biaya pengepakan;
- Biaya aktivitas consolidation/deconsolidation;
- Biaya aplikasi dan integrasi sistem informasi dan komunikasi (ICT);
- Biaya sistem manajemen logistik;
- Biaya yang terjadi karena ketiadaan stock barang (stock out).
Biaya Transportasi
Dalam penghitungan biaya logistik, komponen biaya transportasi mencakup biaya transportasi primer dan biaya transportasi sekunder.
Transportasi primer adalah transportasi untuk pergerakan produk jadi dari pabrik dan pemasok ke gudang. Biaya transportasi primer mencakup biaya pergerakan barang dari pabrik atau pusat distribusi ke pabrik atau pusat distribusi lain, atau angkutan inbound pembelian barang dari pabrik atau distributor untuk dijual kembali (resale).
Sementara transportasi sekunder merupakan distribusi atau pengiriman produk jadi ke konsumen akhir. Biaya transportasi sekunder mencakup biaya pickup, biaya angkutan distribusi, biaya operasional bongkar dan muat barang, dan biaya administrasi distribusi.
Biaya transportasi mencakup semua biaya transportasi setiap moda transportasi yang digunakan untuk aktivitas pergerakan barang dalam rangkaian proses rantai pasok dan saluran distribusi.
Moda transportasi meliputi trucking, kereta api, transportasi air, saluran pipa, transportasi udara, baik domestik maupun internasional. Dalam penghitungan biaya transportasi ini juga mencakup penggunaan fasilitas dan layanan logistik di pelabuhan, stasiun, dan terminal.
Prinsip dasar dalam penghitungan biaya logistik dari komponen biaya transportasi adalah pemakaian sumber daya di setiap aktivitas transportasi, yang meliputi semua moda transportasi, infrastruktur, dan fasilitas transportasi. Setiap perusahaan atau rantai pasok barang berbeda dalam proses rantai pasoknya, oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi proses aktivitas rantai pasok setiap komoditas, perusahaan, industri, dan sektor ekonomi, agar dapat dihitung biaya logistik secara akurat, lengkap, dan komprehensif.
Biaya Penyimpanan Barang
Biaya penyimpanan barang (inventory carrying costs) mencakup biaya aktivitas penyimpanan di gudang, biaya penggunaan modal kerja untuk pembelian dan penyimpanan barang (opportunity atau interest), pajak, asuransi, dan biaya risiko shrinkage.
Dalam penghitungan biaya logistik dari komponen biaya penyimpanan barang, dikelompokkan menjadi: (1) capital costs, (2) inventory service costs, (3) storage space costs, and (4) inventory risk costs.
Biaya Administasi
Komponen ketiga dalam biaya logistik adalah biaya administrasi. Termasuk dalam biaya administrasi adalah biaya gaji pegawai dan staf kantor pusat dan cabang, gaji pegawai di pusat distribusi, gaji pegawai analis dan perencanaan inventory, dan traffic; biaya ICT, dan biaya overhead di kantor pusat dan unit support.
Biaya Logistik dan GDP
Dari penghitungan biaya logistik setiap komoditas, perusahaan, industri, dan sektor akan diperoleh biaya logstik total atau biaya logistik agregat suatu negara. Selanjutnya, biaya logistik agregat ini dibandingkan secara proporsi dengan GDP total.
Seperti kita ketahui, bahwa GDP dihitung berdasarkan 2 pendekatan. Pendekatan pendapatan (income) dan pendekatan pengeluaran (expenditure). Dalam pendekatan pendapatan, GDP dihitung dari kontribusi pendapatan setiap sektor ekonomi suatu negara. Sementara pendekatan pengeluaran, GDP dihitung berdasarkan pengeluaran dari setiap sektor ekonomi.
Berdasarkan perbandingan biaya logistik agregat terhadap GDP total akan diperoleh pengukuran efisiensi dan daya saing suatu negara dari aspek indikator kinerja logistik.
Perbandingan biaya logistik agregat terhadap GDP total, akan memberikan informasi penting dari dua persepktif. Pertama, dari perspektif efisiensi biaya. Semakin kecil proporsi biaya logistik total terhadap GDP menunjukkan semakin efisien pengelolaan logistik di negara tersebut. Pemerintah dan pengambil kebijakan logsitik suatu negara akan berusaha menurunkan biaya logistik total terhadap GDP.
Kedua, perspektif kontribusi sektor logistik. Biaya logistik agregat dapat dipandang sebagai “kontribusi sektor penyedia jasa logistik” terhadap GDP. Sektor logistik mencakup perusahaan transportasi barang, perusahaan penyedia dan pengelola gudang, penyedia jasa logistik pelabuhan, terminal, stasiun, dan lain-lain. Semakin besar biaya logistik agregat terhadap GDP menunjukkan produktivitas dan kontribusi sektor logistik terhadap GDP suatu negara.
Dari kedua perspektif ini sepertinya saling bertolak belakang. Biaya logistik menjukkan beban sekaligus menunjukkan kontribusi. Tinggal bagaimana sudut pandang kita dalam melihatnya.
Apakah biaya logistik agregat sebesar 24% terhadap GDP itu tidak efisien? Dalam konteks pembandingan dengan biaya logistik negara-negara lain Ya, karena di negara-negara yang kinerja logistiknya maju seperti China, Jepang, Korea, Amerika Serikat, biaya logistik total tidak kurang dari 15% terhadap GDP.
Namun dalam konteks kontribusi sektor logistik terhadap GDP, angka tersebut menunjukkan suatu kontribusi yang cukup besar. Persoalannya, sampai saat ini belum ada standar berapa biaya logistik total terhadap GDP yang paling efisien dan optimal.
Satu hal yang perlu menjadi perhatian bersama adalah apakah biaya logistik tersebut merupakan biaya yang benar-benar memberikan nilai tambah bagi kinerja layanan logistik, ataukah biaya logistik kita masih sebagai biaya pemborosan karena ekonomi biaya tinggi seperti biaya karena adanya pungutan liar, buruknya infrastruktur dan fasilitas logistik, pajak dan retribusi yang kurang mendukung kinerja logistik, dan buruknya kualitas birokrasi layanan logistik?
15 April 2017
*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.
Download artikel ini:
SCI - Artikel Biaya Logistik Agregat (682.0 KiB, 769 hits)