Oleh: Gita Anggaranie
Junior Consultant | Supply Chain Indonesia
Pergeseran pola perdagangan dari cara tradisional menjadi era digital terasa dampaknya hampir di segala aspek. Perdagangan digital atau yang lebih dikenal dengan istilah e-commerce, secara tidak langsung ikut mempengaruhi perkembangan industri properti. Salah satunya adalah dengan peningkatan permintaan untuk penyediaan pergudangan (warehousing) modern.
Tentu saja hal ini membuat para pelaku bisnis properti mulai melirik properti pergudangan modern sebagai bisnis yang menjanjikan. Terlihat sekarang mulai banyak logistics centers seperti warehouse (gudang) terutama di daerah-daerah yang infrastrukturnya sudah baik seperti: Bekasi, Cikampek, Karawang, dan wilayah Banten (Serang atau Cilegon). Meskipun belum ada angka yang pasti terkait pertumbuhan sektor properti pergudangan ini, banyak pihak memprediksi kecenderungannya akan meningkat untuk beberapa tahun ke depan.
Sebelumnya, para pelaku bisnis ritel membutuhkan lahan toko untuk menyimpan dan memasarkan komoditas kepada para pelanggan. Namun, kini para pelanggan mulai beralih dari gaya berbelanja tradisional, yakni mengunjungi toko untuk membeli barang kebutuhannya, menjadi berbelanja melalui toko digital (online). Fungsi toko sebagai tempat pemasaran kini mulai tergantikan oleh toko-toko di dunia virtual (maya) melalui berbagai situs e-commerce.
Pemerintah telah mengeluarkan Perpres No. 74 tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik. Kebijakan ini dianggap akan memicu perkembangan e-commerce di Indonesia. Salah satu implikasinya memang berdampak pada kebutuhan terhadap toko retail berkurang, tetapi ada pertambahan ke arah yang berbeda seperti pergudangan dan pusat distribusi.
Business to Consumer (B2C)
Business to Consumer (B2C) adalah jenis e-commerce antara perusahaan dan konsumen akhir. Jenis e-commerce ini biasa disebut juga dengan istilah e-retail. Jenis e-commerce ini berkembang dengan sangat cepat karena adanya dukungan dari bermunculannya website serta banyaknya toko virtual (dunia maya), bahkan mall di internet yang menjual beragam kebutuhan masyarakat. Beberapa contoh e-commerce berjenis Business to Customers (B2C) seperti Lazada, Blibli, Shopee, Zalora, Berrybenka, dan Bhinneka.
E-commerce B2C memerlukan gudang untuk menyimpan barang dagangannya sebelum didistribusikan ke konsumen. Gudang atau warehouse memegang peran penting dalam mengelola stok barang, penyimpanan, memproses pemesanan, pengemasan, dan sampai pada proses pengiriman. Pengadaan ruang untuk pusat pendistribusian barang seperti gudang barang dan gudang transit di berbagai titik wilayah, merupakan hal yang sangat mutlak.
Hal ini terlihat dari beberapa e-commerce kategori Business to Consumer (B2C) yang mulai menyediakan gudang khusus atau bahkan menambah jumlah dan kapasitas gudang baru di berbagai daerah untuk ekspansi bisnis, dan memperluas jaringan serta mendekatkan diri kepada konsumen yang berasal dari berbagai wilayah.
Pergudangan Modern
Pergudangan adalah suatu tempat untuk menyimpan barang untuk produksi (bahan baku atau barang setengah jadi) atau hasil produksi dalam jumlah dan periode waktu tertentu, yang akan didistribusikan ke lokasi-lokasi tujuan sesuai permintaan.
Konsep modern warhehouse ini merupakan pergeseran dari fungsi gudang konvensional menjadi lebih efektif serta efisien. Semakin bervariasinya barang yang beredar lewat gerai digital, maka gudang pun mengalami pergeseran model dari gudang tradisional, menjadi gudang modern dengan sejumlah fasilitas yang disesuaikan dengan kebutuhan.
Perbedaannya biasanya dari mulai struktur bangunan, ketinggian, kemampuan loading docks, fasilitas tambahan seperti penahan panas, hingga floor loading. Konsep pergudangan modern ini telah diterapkan dalam beberapa negara, dan biasanya diterapkan untuk produk yang berkaitan dengan fast-moving cunsomer goods. Contohnya seperti beberapa perusahaan e-commerce yang membutuhkan gudang penyimpanan yang efisien.
Sistem pergudangan modern menaungi semua alur proses, mulai dari saat pertama barang masuk (inbound) baik dari para distributor maupun produk-produk consignment dari para merchants, tahapan quality controls (QC), penyimpanan (storage), processing orders, packaging, hingga barang siap dikirim (outbound) melalui bagian pengiriman maupun partner ekspedisi yang telah bekerja sama dengan situs e-commerce tersebut.
Sebagai contoh sebuah perusahaan e-commerce yang menguasai pasar di Indonesia, pada awalnya perusahaan e-commerce ini tahun 2012 hanya memiliki gudang seluas 2000 m2. Luas fasilitas itu meningkat pada tahun 2013 menjadi 4000 m2 dan terus meningkat menjadi 12.000 m2 pada tahun 2015. Saat ini, tercatat total luas fasilitas gudang milik e-commerce tersebut mencapai 40.000 m2, yang tersebar di Depok, Surabaya, dan Medan.
20 Desember 2017
Referensi:
Perpres No. 74 tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik.
*Isi artikel merupakan pemikiran penulisdan/atau sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis, serta tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.
Download artikel ini:
SCI - Artikel Pertumbuhan E-Commerce dan Pergudangan Modern (751.7 KiB, 554 hits)