Jasa logistik diperlukan untuk mewujudkan prospek bisnis penangkapan ikan senilai Rp 241 triliun per tahun. Nilai ini berdasarkan jumlah kuota untuk industri dalam Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur di enam (6) zona yang ditetapkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Enam zona tersebut dibagi menjadi empat zona untuk kuota investor dalam negeri dan luar negeri serta dua zona khusus untuk investor dalam negeri. Pembagian zona tersebut terdiri dari:
- Zona 1: WPPNRI 711 mencakup Perairan Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut Natuna Utara
- Zona 2: WPPNRI 716 mencakup Perairan Laut Sulawesi dan sebelah utara Pulau Halmahera dan WPPNRI 717 mencakup Perairan Teluk Cendrawasih dan Laut Lepas (Samudera Pasifik)
- Zona 3: WPPNRI 715 mencakup perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, dan Teluk Berau; WPPNRI 718 perairan Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor bagian Timur); dan WPPNRI 714 mencakup perairan Teluk Tolo dan Laut Banda (Zona untuk Penangkapan Ikan Terbatas dan Spawning/Nursery ground)
- Zona 4: WPPNRI 572 mencakup perairan Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda) dan WPPNRI 573 mencakup perairan Samudera Hindia sebelah selatan Jawa hingga sebelah selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian Barat, dan Laut Lepas
- Zona 5: WPPNRI 571 mencakup perairan Selat Malaka dan Laut Andaman
- Zona 6: WPPNRI 712 mencakup perairan Laut Jawa dan WPPNRI 713 mencakup perairan Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali
Kuota penangkapan ikan untuk industri ditetapkan sebanyak 5.991.562 ton per tahun. Angka ini dihitung dari 82 persen jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebanyak 9.901.879 ton per tahun yang ditentukan oleh Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas Kajiskan). Dari enam zonasi di atas, Zona 3 merupakan zona yang paling banyak mencakup wilayah timur Indonesia dengan potensi ikan sebesar 3,9 juta ton dan nilai produksi sekitar Rp117 triliun. Melalui penerapan kebijakan penangkapan terukur di Zona 3, prospek bisnis dari multiplier effect ekonomi diperkirakan mencapai Rp154,44 triliun. Hal ini juga mendukung implementasi program Maluku Lumbung Ikan Nasional.
KKP menerapkan kebijakan sistem kuota penangkapan ikan dan zonasi agar pemanfaatan sumber daya ikan dapat sesuai dengan daya dukungnya. Kuota penangkapan diberikan untuk industri, nelayan lokal, dan tujuan non-komersial. Kebijakan tersebut mempertimbangkan ekologi dan ekonomi, serta merupakan bagian dari komitmen Indonesia kepada dunia dalam implementasi ekonomi biru dan meningkatkan kontribusi Indonesia dalam melestarikan ekosistem laut dunia. Kebijakan Penangkapan Terukur berbasis kuota berdampak positif khususnya untuk perekonomian wilayah timur Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari tumbuhnya usaha baru sehingga pertumbuhan ekonomi di wilayah pesisir mulai meningkat dan mengurangi ketimpangan yang terpusat di Pulau Jawa.
Salah satu peranan dan tantangan jasa logistik adalah meminimalkan risiko kerusakan komoditas perikanan yang diperkirakan sebesar 12 persen dalam proses distribusinya di Indonesia. Dalam proses distribusi ini, dibutuhkan peranan penyedia jasa logistik untuk menerapkan rantai dingin (cold chain).
Berdasarkan data FAO, kerusakan komoditas perikanan sebesar 35 persen yang terjadi sepanjang rantai pasoknya mulai tahap penangkapan, pasca penangkapan, pengolahan, distribusi, hingga konsumsi. FAO juga mencatat tingkat kerusakan jenis komoditas lainnya, yaitu 20 persen untuk komoditas daging serta 45 persen untuk komoditas buah dan sayuran.
Sistem Logistik Ikan
Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No. 58 Tahun 2021 tentang Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN) memperbarui Permen KP No. 5 Tahun 2014. SLIN diatur lebih komprehensif meliputi pengembangan jaringan distribusi dan pengelolaan sistem distribusi untuk mempertahankan mutu dan keamanan hasil perikanan. Diatur juga pengembangan dan peningkatan sarana dan prasarana distribusi, kelembagaan distribusi, pasokan dan permintaan, sistem informasi, dan peran pemda.
Permen terbaru juga mengatur tahapan pelaksanaan kegiatan lebih rinci. Misalnya untuk kegiatan pengelolaan sistem distribusi ikan dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu (1) penyusunan cara distribusi ikan yang baik (standar higienis; teknik penanganan; teknik pengemasan dan pelabelan; teknik distribusi ikan; serta standar prasarana, sarana, dan fasilitas.), (2) penerapan cara distribusi ikan yang baik (sosialisasi; bimbingan teknis; dan/atau pendampingan) terhadap pelaku usaha dan penyedia jasa logistik, dan (3) penilaian cara distribusi ikan yang dilakukan oleh pejabat fungsional pembina mutu.
Peraturan tersebut menunjukkan keseriusan dan konsistensi KKP dalam pengembangan logistik sektor perikanan, pembaruan SLIN juga diperlukan untuk mengadaptasi perkembangan bisnis dan tantangan sektor perikanan secara global. SCI mendukung peningkatan pengaturan SLIN dalam bentuk Perpres mengingat implementasi SLIN membutuhkan dukungan lintas kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah, di samping para pelaku usaha dan penyedia jasa logistik.
Bandung, 30 Maret 2022
Setijadi
Chairman
Supply Chain Indonesia
E-mail : setijadi@SupplyChainIndonesia.com