Oleh: Setijadi, S.T., M.T., IPM.
Chairman | Supply Chain Indonesia
Setelah vakum selama 5 tahun, Laporan Logistics Performances Index (LPI) kembali dirilis Bank Dunia pada tahun 2023 ini berdasarkan pengukuran di 139 negara/ekonomi. Pengukuran LPI berdasarkan enam dimensi, yaitu: Customs, Infrastructure, International Shipments, Logistics Competence and Quality, Timelines, dan Tracking & Tracing. LPI merupakan alat perbandingan interaktif yang menunjukkan nilai kinerja logistik suatu negara secara umum, serta bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai tantangan dan peluang yang mungkin dihadapi dalam kinerja logistik perdagangan negara.
LPI 2023 menempatkan Singapore pada peringkat pertama dengan skor 4,3, diikuti Finlandia (4,2), Denmark (4,1), dan Jerman (4,1). Pada 2018, peringkat pertama adalah Jerman dengan skor 4,2, sementara Singapore pada peringkat 7 dengan skor 4,0.
Di antara negara-negara ASEAN, peringkat LPI 2023 tertinggi setelah Singapore adalah Malaysia (peringkat 31), diikuti Thailand (37), Philippines (47), Vietnam (50), Indonesia (63), Cambodia (116), dan Lao PDR (82). LPI 2023 ini tidak mencakup Brunei dan Myanmar yang pada 2018 berada di peringkat 80 dan 137.
Dari 8 negara ASEAN, hanya 3 negara yang naik peringkat dibandingkan periode sebelumnya yaitu tahun 2018. Singapura naik 6 peringkat menjadi peringkat pertama. Kenaikan peringkat lebih tinggi dicapai Philippines (naik 13 peringkat) dan Malaysia (10 peringkat).
LPI Indonesia anjlok 17 peringkat dari peringkat 46 (2018) menjadi 63 (2023) dengan penurunan skor dari 3,15 menjadi 3,0. Analisis SCI menunjukkan dari enam dimensi LPI Indonesia 2018 dan 2023, yang mengalami kenaikan adalah Customs (dari 2,7 menjadi 2,8) dan Infrastructure (dari 2,895 menjadi 2,9).
Dari empat dimensi yang mengalami penurunan, penurunan terbesar pada dimensi Timelines (dari 3,7 menjadi 3,3) dan Tracking & Tracing (dari 3,3 menjadi 3,0), diikuti International Shipments (dari 3,2 menjadi 3,0), dan Logistics Competence & Quality (dari 3,1 menjadi 2,9).
Dimensi Timeliness didefinisikan dalam LPI sebagai frekuensi pengiriman yang mencapai penerima dalam waktu pengiriman yang sudah dijadwalkan. Dwelling time di pelabuhan, bandara, atau darat cenderung berkorelasi negatif dengan skor LPI keseluruhan suatu negara. Dwelling time yang lama adalah pertanda masalah kinerja, tetapi dwelling time yang singkat tidak selalu menunjukkan kinerja logistik yang tinggi secara keseluruhan. Penurunan skor timeliness Indonesia diduga disebabkan oleh adanya bottlenecks di Pelabuhan akibat disrupsi rantai pasok yang terjadi pasca pandemi Covid-19 dan keadaan geopolitik dunia yang tidak stabil.
Tracking & Tracing berkaitan dengan kemampuan untuk melacak kiriman. Implementasi logistics tracking system di Indonesia masih tergolong rendah. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti dukungan teknologi informasi dan komunikasi yang belum memadai, kurangnya stimulus kebijakan serta rendahnya efisiensi kelembagaan yang terpadu. International Shipments berkaitan dengan kemudahan mengatur dan mengelola harga pengiriman internasional yang kompetitif. Rendahnya nilai Indonesia untuk dimensi ini, menunjukkan harga pengiriman internasional Indonesia masih kurang kompetitif, jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia yang memiliki skor 3,7.
Skor LPI tidak hanya dapat menggambarkan kinerja logistik suatu negara, tetapi juga dapat menjadi salah satu pertimbangan investor untuk mengembangkan bisnisnya di Indonesia. Oleh karena itu, berbagai upaya perlu dilakukan untuk meningkatkan LPI itu, di samping meningkatkan kinerja logistik Indonesia secara umum.
Peningkatan LPI Indonesia harus dilakukan dengan perencanaan lintas kementerian/lembaga terkait secara terintegrasi, serta melibatkan para pemangku kepentingan, terutama pelaku usaha terkait. Perencanaan itu dengan menyusun program secara sistematis berdasarkan kondisi dan permasalahan pada semua sektor terkait.
Revisi atas Perpres 26/2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional (Sislognas), pembentukan UU logistik, dan pembentukan lembaga permanen bidang logistik menjadi tiga hal penting yang harus segera dipertimbangkan.
Lembaga permanen itu, misalnya, sangat diperlukan mengingat logistik bersifat multisektoral dan multistakeholders. Beberapa kementerian/lembaga, bahkan kementerian koordinator, terkait dengan sektor logistik. Selain itu, sektor logistik juga menyangkut kepentingan pemerintah pusat dan semua pemerintah daerah.
Implementasi National Logistics Ecosystem (NLE) yang menunjukkan perkembangan dan hasil yang baik perlu diperkuat, baik secara regulasi maupun kelembagaan, dengan dukungan semua kementerian/lembaga terkait.
Bandung, 26 April 2023
Setijadi
Chairman
Supply Chain Indonesia
E-mail: setijadi@SupplyChainIndonesia.com
www.SupplyChainIndonesia.com
Download catatan ini:
Catatan SCI - Menganalisis Kinerja Logistik Indonesia berdasarkan LPI 2023 (357.9 KiB, 195 hits)