Oleh: Bortiandy Tobing, S.T., MMT | Senior Consultant Supply Chain Indonesia
Saat ini, semua pembahasan dan perdebatan tertuju pada aksi demonstrasi sopir taksi regular yang menolak berlakunya sistem transportasi (taksi) online. Sebelum pembahasan lebih lanjut, pertanyaan yang mengganjal dan diabaikan adalah: “Mengapa taksi online bisa menerapkan harga mulai Rp3.000/km, sedangkan taksi regular mulai Rp7.000 saat buka pintu dan Rp4.000/km berikutnya?”
A. Air Asia dan Traveloka
Pertumbuhan dan perkembangan ICT (Information Communication Technology) telah memberikan perubahan yang teramat besar dalam dunia bisnis.
Konsep low fare yang diterapkan oleh maskapai penerbangan Air Asia dengan berbasiskan sistem penjualan tiket online dan lean operational, telah mendobrak sistem operasional maskapai penerbangan di seluruh dunia. Perubahan yang dilakukan oleh Air Asia telah menjadi role model bagi penerbangan di seluruh dunia, agar dapat bertahan dalam persaingan yang semakin ketat.
Di dalam negeri sendiri, contoh perubahan bisnis model terjadi dalam penjualan tiket online oleh PT Traveloka Indonesia yang dikenal dengan traveloka.com. Traveloka telah membuat perubahan yang besar terhadap bisnis model penjualan tiket, dan menjadikan omset perusahaan penjualan tiket konvensional menurun tajam bahkan tidak sedikit yang harus menutup bisnis ticketing atau merubah proses bisnisnya.
Demikian juga halnya yang terjadi dengan KODAK, NOKIA dan beberapa perusahaan lainnya, yang pada akhirnya harus mengakui kegagalannya dalam memahami dan beradaptasi dengan perubahan.
B. Taksi Online dan Taksi Konvensional
Senin (14/3) dan Selasa (22/3), kawasan Jakarta diramaikan oleh demo pengemudi taksi konvensional, khususnya kawasan Istana Negara dan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Pengemudi taksi berdemo untuk menolak kehadiran taksi berbasis aplikasi online. Bahkan demo terakhir Selasa (22/3) harus berujung dengan kericuhan.
Di luar berbagai perdebatan mengenai peraturan perundang-undangan, legalitas dan hal lainnya, sesungguhnya, pertanyaan di awal tulisan ini, adalah pertanyaan utama yang harus dijawab, sebelum sampai pada pertanyaan atau pokok pembahasan lainnya.
Jika taksi berbasis aplikasi online memberikan tarif yang hampir sama dengan taksi regular (misal lebih murah Rp500), apakah taksi berbasis aplikasi akan menarik perhatian yang sangat besar dari konsumen? Apakah Uber dan Grab Taxi akan sepopuler sekarang dan menyebabkan demo besar-besaran dari pengemudi taksi regular?
Bahkan, jika taksi berbasis aplikasi mengikuti berbagai peraturan yang ada, termasuk penggunaan plat kendaraan penumpang (plat kuning), taksi berbasis aplikasi tetap lebih murah dan semakin banyak peminatnya, dan secara langsung akan menghantam (mematikan) perusahaan taksi konvensional. Sangat jelas sekali, bahwa faktor utama yang membedakan antara tarif taksi berbasis aplikasi dan taksi konvensional adalah Overhead Cost. Perusahaan penyedia jasa aplikasi hanya memiliki kantor yang sederhana dan jumlah tenaga kerja yang sedikit. Sehingga, perusahaan penyedia aplikasi ini tidak membutuhkan komisi yang besar dari setiap transaksi agar dapat menutupi biaya operasional dan memperoleh profit. Hal ini tentu berbeda dengan perusahaan taksi konvensional. Angka-angka perhitungan dan analisa detail terkait hal ini, cukup mudah kita dapatkan dari berbagai sumber.
Sebagaimana dalam tulisan sebelumnya, “2016: Tahun Pemulihan dan Pembaharuan Bisnis – Adaptasi dalam Perubahan –”, saat ini terjadi perubahan besar dalam rantai nilai, dimana akan terjadi pemisahan yang sangat jelas antara: Principles (dalam hal ini pemegang merk Uber dan Grab), Manufacturer (dalam hal ini pengemudi dan pemilik kendaraan) serta Distributor (dalam hal ini cakupan area yang lebih luas). Meminjam istilah dari Prof. Rhenald Kasali, Sudden Shift! (bahkan, pasti tulisan Sudden Shift juga telah di-share dan dikomunikasikan di perusahaan taksi konvensional).
Masihkah polemik taksi berbasis aplikasi dengan taksi konvensional ini diselesaikan dengan menerapkan peraturan untuk taksi berbasis aplikasi?
C. Peluang dan Tantangan
Sesungguhnya, perkembangan ICT khususnya dalam aplikasi online adalah peluang yang sangat besar jika perusahaan taksi konvensional mau berubah dan memanfaatkannya. Perubahan terbesar adalah untuk memperkecil beban investasi dan biaya operasional perusahaan. Tiga (3) langkah utama atau Big Win yang dapat dilakukan, adalah:
C.1. Mengalihkan kepemilikan taksi menjadi milik pengemudi
Langkah ini akan mengurangi operational cost secara drastis serta meningkatkan kepedulian dari pengemudi untuk bekerja giat agar dapat memenuhi cicilan kepemilikan kendaraan serta memenuhi biaya hidup.
Jika mengacu pada taksi aplikasi online saat ini, tidak sedikit pemilik kendaraan menggunakan fasilitas cicilan kepemilikan dan menyerahkan operasional kendaraan kepada supir dan dengan target setoran dalam jumlah tertentu.
C.2. Mengurangi beban biaya operational office
Langkah berikutnya, untuk mengurangi biaya operasional (overhead) perusahaan adalah dengan merubah sistem operasional kantor berbasis aplikasi, sehingga mau tidak mau, perusahaan harus melakukan pengurangan aktivitas kantor dan juga pengurangan tenaga kerja.
Khusus untuk pengurangan tenaga kerja, maka perusahaan dapat memperkecil risiko kompenasi biaya pemutusan hubungan kerja dengan memberikan fasilitas kepemilikan kendaraan taksi dan tetap bergabung dalam sistem aplikasi online.
C.3. Merubah bisnis proses pool taksi
Pool taksi selama ini merupakan salah satu fasilitas yang melekat dan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap besarnya biaya operasional perusahaan taksi konvensional. Seiring dengan perubahan bisnis proses, maka fungsi dari pool juga harus dirubah. Aset ini, dapat diubah menjadi gedung perkantoran, bengkel serta parkir (khususnya bagi kendaraan taksi yang sudah menjadi milik pengemudi, namun pengemudi tidak memiliki area parkir di rumah tinggalnya). Pengalihan fungsi pool seabgai gedung perkantoran akan memberikan pendapatan tambahan bagi perusahaan bahkan dapat menjadi unit usaha tersendiri.
Selain itu, track record sebagai perusahaan pengelola taksi yang telah teruji merupakan keunggulan bagi perusahaan taksi untuk tampil sebagai leader dalam mengelola bisnis transportasi taksi berbasis aplikasi. Kemampuan dalam manajemen operasional (termasuk seleksi pengemudi), pemeliharaan kendaraan, menangani keluhan pelanggan serta memenuhi kewajiban dalam pembayaran pajak dan retribusi kepada pemerintah sudah telah teruji.
Melakukan perubahan proses bisnis, tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Inilah tantangan yang harus dihadapi oleh pelaku bisnis taksi konvensional. Tidak mudah, tetapi bukan berarti tidak bisa dilakukan.
Download Artikel ini:
Artikel_Aplikasi_Online_Peluang_dan_Tantangan.pdf (605.7 KiB, 1,876 hits)