Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan bongkar muat (PBM) memangkas lebih dari 60% biaya relokasi atau pindah lokasi penumpukan kargo jenis breakbulk nonpeti kemas dari terminal 3 dan terminal multipurpose pelabuhan Tanjung Priok untuk memberikan efisiensi jasa logistik kepada pemilik barang impor di Pelabuhan Tanjung Priok.
Ketua Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Juswandi Kristanto mengatakan selama ini kegiatan relokasi barang impor breakbulk yang dilaksanakan mitra perusahaan pindah lokasi penumpukan (PLP) di pelabuhan Priok mengenakan lima komponen biaya, di antara moving atau pengangkutan dari terminal asal ke terminal tujuan, receiving, delivery, mekanis, dan biaya penumpukan (storage).
“Relokasi kargo breakbulk yang dilakukan PBM hanya mengenakan biaya moving sebesar Rp.40.000/ton dan storage sesuai SK Direksi Pelindo II,” ujarnya kepada Bisnis, pagi hari ini, Rabu (11/9/2013).
Dia menyatakan hal itu menanggapi keluhan Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (Ginsi) yang menyoal mahalnya biaya relokasi kargo breakbulk non peti kemas impor di pelabuhan Priok yang dikerjakan oleh PBM.
“Mungkin informasi yang diperoleh Ginsi itu keliru, soalnya jika PBM yang melaksanakan relokasi kargo itu hanya mengenakan dua komponen biaya dalam layanan tersebut yakni jasa moving dan storage,”paparnya.
Juswandi menyebutkan mitra perusahaan PLP di Pelabuhan Priok masih mengenakan tarif relokasi dengan komponen biaya, di antara moving Rp.40.000 per ton, receiving Rp.15.000 per ton, delivery Rp15.000 per ton, mekanis Rp.22.000 per ton, dan biaya storage.
“Sedangkan kami (PBM) hanya mengenakan dua komponen biaya, yaitu moving dan storage untuk kegiatan relokasi kargo impor itu. Jadi, justru kami pangkas lebih dari separohnya biaya-biaya itu untuk efisiensi logistik,”tuturnya.
Dia mengatakan pengenaan biaya moving Rp.40.000 per ton yang di pungut PBM merupakan jasa angkut atau memindahkan kargo impor breakbulk nonpeti kemas tersebut dari terminal asal ke gudang atau tempat penimbunan sementara (TPS) tujuan.
“Kalau long distance kan,TPS-nya sama, sedangkan jika pergerakan dari TPS asal ke TPS tujuan yang berbeda dipungut biaya moving,” jelasnya.
Barang-barang yang ditangani PBM tersebut, kata dia, umumnya merupakan barang impor jenis breakbulk yang mudah rusak dan sensitif terhadap cuaca, bahkan penanganan bongkar muatnya dilakukan dengan peralatan khusus.
Juswandi mengungkapkan, bahkan penanganan saat didalam palka kapal terhadap barang jenis itu sudah dilindungi dengan pelindung khusus supaya tidak terjadi gesekan antar barang.
Barang-barang tersebut, kata dia, al; coil yang merupakan bahan baku untuk industry otomotif, steel and envelop, dan wire rod.
“Barang sensitif jenis itu mesti segera di pindahkan ke gudang supaya tidak terkontaminasi dengan cuaca, sedangkan fasilitas gudang di lini satu pelabuhan kini terbatas,” ujarnya.
Sekjen BPP Ginsi Achmad Ridwan Tento,sebelumnya mengatakan kegiatan relokasi kargo breakbulk non peti kemas dari terminal 3 Pelabuhan Priok yang dilakukan PBM dengan sistem angkut lanjut atau long distance tetapi biaya yang dibebankan ke pemilik barang merupakan biaya PLP.
“Kalau perpindahan kargo breakbulk long distance harusnya dikenakan Rp.15.000/ton, tetapi kini pemilik barang di kenakan Rp.40.000/ton. Ini sudah menyalahi aturan,” tuturnya.
Dia menambahkan, selain itu biaya storage terhadap kargo breakbulk juga banyak yang tidak terkendali alias liar. Padahal, kata dia, sesuai SK Direksi Pelindo II, biaya storage untuk masa satu di lapangan hanya Rp.2.250/ton, sedangkan di gudang Rp.2.750/ton. “Kami minta semua itu di tertibkan oleh Pelindo,” ujar Ridwan.
Ditertibkan
Sementara itu, General Manager Pelindo II Tanjung Priok Ari Henryanto berjanji akan menertibkan biaya-biaya di pelabuhan Priok yang tidak ada landasan hukumnya.”Kami akan teliti dilapangan jika ada yang memungut tarif diluar ketentuan Direksi akan kami tindak,” ujarnya dikonfirmasi Bisnis (11/9/2013).
Pelindo II, imbuh dia, akan memberlakukan single billing terhadap seluruh kegiatan di terminal 3 dan terminal konvensional/multipurpose di Pelabuhan Tanjung Priok.
”Termasuk untuk kegiatan relokasi kargo dan peti kemas juga akan diberlakukan single billing untuk memberikan kepastian biaya logistik di pelabuhan,” ujar dia.
Ari mengatakan, program modernisasi Pelabuhan Tanjung Priok mesti didukung stake holders di pelabuhan tersebut dengan mengedepankan kepentingan nasional melalui pemberian layanan jasa kepelabuhanan yang cepat dan efisien.
“Kita ingin pelabuhan Priok berdaya saing karena itu biaya logistiknya mesti efisien”. (k1)
Editor : Fatkhul Maskur