Oleh: Dr. Akhmad Yunani, S.E., M.T.
Head of the Division of Research and Development | Supply Chain Indonesia
Sistem logistik di Indonesia saat ini belum mempunyai satu kesatuan tujuan yang mampu mendukung peningkatan daya saing pelaku bisnis dalam peningkatan kesejahteraan rakyat. Bahkan, pembinaan, kewenangan, dan koordinasi kegiatan logistik masih belum optimal di masing-masing kementerian atau lembaga terkait atau bisa dikatakan masih bersifat parsial dan sektoral. Dalam situasi logistik nasional saat ini, komoditas penggerak utama (key commodity factors) sebagai penggerak aktivitas logistik belum terkoordinasi secara efektif, belum adanya fokus komoditas yang ditetapkan sebagai komitmen nasional, dan belum optimalnya volume perdagangan ekspor dan impor.
Kondisi infrastruktur yang ada baik pelabuhan, bandara, jalan, dan jalur kereta api masih belum memadai dalam mendukung kelancaran lalu lintas logistik. Demikian juga halnya dengan sistem transportasi intermoda ataupun multimoda yang belum dapat berjalan dengan baik. Akses transportasi dari sentra-sentra produksi ke pelabuhan dan bandara atau sebaliknya juga belum dapat berjalan lancar karena belum optimalnya infrastruktur pelabuhan dan bandara. Hal ini menyebabkan kualitas pelayanan menjadi rendah dan tarif jasa menjadi mahal.
Dari aspek teknologi informasi dan komunikasi, beberapa kemajuan telah dicapai Indonesia dalam bidang informasi, komunikasi dan teknologi (ICT) antara lain telah dibangun dan diimplementasikannya sistem Indonesia National Single Window (INSW). Sistem ini merupakan sistem pelayanan kepabeanan dengan pelayanan perdagangan (trade system) dan pelayanan kepelabuhanan (port system) untuk pengurusan ekspor dan impor. Namun demikian konektivitas sistem informasi dan komunikasi antara infrastruktur pelabuhan dengan transportasi intermoda dan multimoda belum terbangun dengan baik, mengingat INSW baru diimplementasikan pada beberapa pelabuhan sehingga masih banyak pelabuhan-pelabuhan yang belum melaksanakan INSW.
Penyedia jasa logistik di Indonesia umumnya fokus pada basic services atau dengan kategori Logistics Service Provider (LSP). Hanya sedikit dari LSP tersebut yang telah menyediakan jasa bernilai tambah (value added services) atau kategori Third Party Logistics (3PL). Selain itu, bidang-bidang usaha yang berkaitan dengan logistik saat ini terkelompok menurut kementerian pengaturnya masing-masing, misalnya Kementerian Perhubungan terkait dengan jasa transportasi, Kementerian Perdagangan terkait dengan pergudangan, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika yang terkait dengan jasa kurir/titipan.
Volume perdagangan antar negara yang semakin meningkat dan pertumbuhan produksi yang sangat besar, menuntut jasa logistik memberikan pelayanan yang lebih baik dengan standar yang tinggi serta kecepatan dan ketepatan waktu pengiriman.
Saat ini bidang manajemen rantai pasok dan logistik sedang banyak diminati perusahaan-perusahaan. Hal ini membuat kebutuhan terhadap tenaga profesional berkualitas di bidang tersebut pun semakin meningkat. Namun, pertumbuhan bisnis manajemen rantai pasok dan logistik tidak dibarengi dengan pertumbuhan Sumber Daya Manusia (SDM) profesional yang memadai. Mereka juga belum banyak menggunakan standar teknis dan proses dalam penyediaan jasa logistiknya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses. Kenyataannya Indonesia masih kekurangan tenaga ahli, spesialis, dan profesional dalam bidang logistik baik pada level manajerial maupun operasional baik di sektor swasta maupun dari pemerintah.
Selain itu, SDM yang ada masih memiliki kompetensi yang rendah. Adapun tantangan SDM Indonesia di bidang logistik, yaitu peningkatan jumlah tenaga kerja dan peningkatan kualitas dan kompetensi sumber daya yang ada. Untuk mengatasi hal tersebut, peran institusi pendidikan dan pelatihan sangat diperlukan, tetapi masih ada kendala yang secara formal belum ada pengakuan dari pemerintah yaitu Kementerian Pendidikan Nasional, baik terkait dengan keilmuan maupun keahlian dalam bidang logistik.
Kegiatan di sektor logistik diatur dalam berbagai regulasi yang bersifat parsial di beberapa Kementerian dan pada umumnya regulasi tersebut belum sepenuhnya mempertimbangkan perspektif logistik secara menyeluruh.
Kondisi-kondisi tersebut menjadi penyebab belum optimalnya kinerja sektor logistik nasional karena tingginya biaya logistik dan pelayanan yang belum optimal, sehingga mempengaruhi daya saing di pasar global. Sedangkan tanpa daya saing yang kuat, perusahaan logistik lokal akan kalah bersaing, walaupun di negara sendiri.
Penanganan logistik membutuhkan kompetensi dan kapabilitas perusahaan jasa logistik. Dari aspek geografis Indonesia, pendistribusian barang ke seluruh wilayah membutuhkan ketersediaan jaringan domestik berikut sarana dan prasarananya. Perusahaan juga harus meningkatkan kemampuan penanganan logistik berdasarkan komoditasnya. Perbedaan karakteristik komoditas membutuhkan proses dan peralatan/fasilitas penanganan logistik yang berbeda pula.
Peningkatan daya saing perusahaan jasa logistik dapat dilakukan dengan: Pertama, peningkatan kompetensi SDM, baik melalui pendidikan logistik formal maupun pelatihan dan sertifikasi profesional bidang logistik. Kedua, peningkatan kompetensi perusahaan melalui pemenuhan standardisasi teknis dan proses. Ketiga, penguatan dan perluasan jaringan kerja secara global. Terakhir, peningkatan kapabilitas perusahaan logistik dari penyedia jasa logistik dasar menjadi 3PL dan 4PL.
Penggunaan jasa logistik terintegrasi juga harus terus meningkat dengan didorong tuntutan kepraktisan pemenuhan kebutuhan pebisnis terhadap berbagai jasa logistik yang dibutuhkan, seperti transportasi, pergudangan, pengelolaan persediaan, dan sebagainya. Dengan jasa logistik yang terintegrasi, klien akan secara mudah menyerahkan berbagai aktivitas logistiknya kepada satu perusahaan saja.
Pengelolaan jasa logistik secara terintegrasi juga berpotensi menawarkan biaya yang lebih murah. Hal ini bisa terjadi karena tingkat efisiensi pengelolaan operasional dan pencapaian skala ekonomi yang lebih baik. Ini berdampak terhadap penurunan permintaan jasa logistik dasar. Perusahaan yang menawarkan jasa logistik dasar perlu memperluas dan meningkatkan jasanya menjadi jasa logistik terintegrasi.
Salah satu indikator yang menunjukkan kinerja logistik pada suatu negara adalah Logistics Performance Index (LPI) yang dikeluarkan Bank Dunia, yang menilai kinerja sektor logistik negara-negara di dunia berdasarkan persepsi dari pelaku usaha. LPI terdiri dari tujuh komponen pengukuran, yaitu: kepabeanan (custom), infrastruktur (infrastructure), kemudahan mengatur pengapalan internasional (international shipment), kompetensi (competence) logistik dari pelaku dan penyedia jasa lokal, pelacakan (tracking dan tracing), biaya logistik dalam negeri (domestic logistics cost), dan waktu antar (delivery timelines).
5 April 2017
*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.
Download artikel ini:
SCI - Artikel Kebutuhan Peningkatan Daya Saing Logistik Nasional (635.9 KiB, 334 hits)