Hari ini, 17 Agustus 2012, Republik Indonesia merayakan kemerdekaannya yang ke-67. Selama 67 tahun, Indonesia telah merdeka setelah mengalami penjajahan Belanda sekitar 350 tahun dan penjajahan Jepang sekitar 3,5 tahun. Selama periode waktu itu, Indonesia berdaulat untuk mengatur sendiri bangsa Indonesia. Selama itu pula, Indonesia merencanakan dan melaksanakan pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan bangsa.
Hasil-hasil apa yang telah dicapai dan apa yang belum dicapai selama 67 tahun itu tentu merupakan bahasan yang sangat luas, apalagi periode waktu tersebut sudah cukup yang panjang. Oleh karena itu, tulisan di bawah ini hanya akan mencoba memberikan ulasan sederhana dan singkat kondisi sektor logistik Indonesia pada ulang tahun kemerdekaan RI ke-67 ini.
Peran Sektor Logistik
Jika kita bicara dari sudut pandang makro ekonomi, sektor pembangunan dapat dikelompokkan atas berbagai sektor, seperti manufaktur, pertambangan, energi, pertanian dan peternakan, kelautan dan perikanan, dan sebagainya.
Logistik bukan merupakan sektor utama ekonomi, namun menjadi sektor pendukung yang sangat penting. Tanpa logistik, hasil-hasil produksi berbagai sektor riil tidak dapat dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lainnya. Logistik berperan dalam pengelolaan (penyimpanan) dan pengiriman barang dari pemasok awal hingga ke konsumen akhir.
Secara sederhana, keberhasilan logistik dapat dilihat apakah kegiatan-kegiatan aliran barang di atas dapat dilakukan secara tepat barang (right goods), tepat tempat (right place), tepat waktu (right time), tepat kondisi (right condition), dan tepat biaya (right cost).
Kondisi Sektor Logistik
Walaupun negara kepulauan atau negara maritim, sebagian besar aliran atau pengiriman barang di Indonesia dilakukan dengan transportasi darat. Pada transportasi darat ini, sebagian besar pengangkutan dilakukan dengan truk, hanya sebagian kecil dengan kereta api. Padahal, jalan raya merupakan moda transportasi yang paling mahal di bawah moda udara. Secara umum, urutan moda transportasi dari yang paling murah ke yang paling mahal adalah sebagai berikut: moda air, moda jalan kereta api, moda jalan raya, dan moda udara.
Kereta api di Indonesia belum “merdeka” untuk berperan sebagai moda transportasi darat yang termurah. Pada prinsipnya, pengangkutan barang dalam jarak lebih dari 200 km semestinya menggunakan kereta api. Pada kenyataannya, perusahaan-perusahaan lebih memilih menggunakan truk untuk pengangkutan barang di sepanjang jalur Pantura sejauh sekitar 1.000 km. Perusahaan-perusahaan belum “merdeka” untuk menggunakan kereta api.
Berbagai hal sudah menjadi pengetahuan umum mengenai belum “merdeka”-nya peranan kereta api. Terputusnya rel kereta api di Terminal Pasoso sekitar 2 km sebelum Pelabuhan Tanjung Priok merupakan salah contoh persoalan yang berkepanjangan. Persoalan sederhana ini membutuhkan pemecahan yang ternyata tidak sederhana. Yang pasti, hal ini berdampak besar terhadap struktur/pola transportasi darat di Pulau Jawa berikut konsekuensi biayanya.
Pembangunan dan pengembangan transportasi laut belum dilakukan sebagaimana mestinya. Berbagai kepentingan, baik di dalam maupun dari luar negeri, disinyalir “menyandera” rencana dan implementasi pembangunan dan pengembangan transportasi laut di Indonesia. Walaupun telah ada beberapa peraturan perundangan mengenai kepelabuhan, Indonesia belum mempunyai rencana strategis pengembangan logistik maritim yang handal. Berbagai rencana yang ada pun baru bisa menjadi wacana sekian lama. Beberapa konsep dan rencana pengembangan pelabuhan yang ada, baik di Sislognas maupun MP3EI, akan menghadapi tantangan, termasuk dari pihak-pihak luar negeri.
Pengangkutan barang sebagian kecil dilakukan dengan transportasi udara. Namun demikian, penggunaan transportasi udara tentu tidak bisa diabaikan. Persoalan-persoalan yang muncul pada jenis transportasi ini perlu dipecahkan, termasuk mengenai Regulated Agent (RA) yang hingga saat ini belum tuntas. RA dapat diduga menjadi salah satu contoh bentuk “penjajahan” dalam bentuk sistem dan aturan yang mengarah ke pembentukan monopoli.
“Penjajahan” dalam bentuk monopoli terjadi dalam berbagai pelayanan fasilitas logistik dan transportasi, seperti pelabuhan, berbagai fasilitas pelabuhan, penyeberangan, dan lain-lain. Bentuk monopoli tentu berdampak terhadap peningkatan biaya yang signifikan.
“Penjajahan” juga muncul dalam bentuk pungutan liar yang mengancam “kemerdekaan” para pelaku logistik dalam kegiatan operasionalnya.
Jadi, apakah pada saat ini logistik Indonesia sudah “merdeka”?
Setijadi
Chairman at Supply Chain Indonesia