Oleh: Nova Indah Saragih
Dosen Program Studi Teknik Industri
Universitas Widyatama
Sistem transportasi barang kolaboratif merupakan solusi yang menjanjikan tetapi masih terdapat banyak batasan dan tidak semua pemangku kepentingan secara apriori tertarik untuk terlibat dalam sistem tersebut. Untuk alasan tersebut, otoritas publik dan komunitas yang tergabung dalam praktik sistem transportasi barang kolaboratif mengembangkan alat pendukung keputusan untuk membantu para pemangku kepentingan dalam mempertimbangkan keuntungan dan risiko kolaborasi secara global. Hal tersebut bertujuan untuk mengambil keputusan dengan pengetahuan yang lebih baik mengenai sistem transportasi barang kolaboratif.
Untuk mendukung otoritas, publik, dan aktor swasta yang bergabung dalam kolaborasi terkait transportasi barang perkotaan maka diusulkan sebuah kerangka kerja evaluasi berdasarkan pemodelan dan simulasi yang mendukung keputusan multikriteria seperti pada gambar berikut.
Sejumlah data dapat dikumpulkan dari para pemangku kepentingan distribusi perkotaan yang sebenarnya. Selain itu, karena kerangka kerja didasarkan pada simulasi, beberapa hipotesis dan asumsi akan diperlukan. Semua informasi tersebut dan data lain seperti informasi geografis serta sosial ekonomi yang menjadi ciri daerah perkotaan yang dipilih, dimasukkan pada Knowledge Management System (KMS) yang merupakan inti dari kerangka kerja. KMS menerima, menyimpan, dan mengirim semua input yang diperlukan serta output dari berbagai modul. Selanjutnya, alat pengolah data yang terintegrasi pada simulator skenario akan menghasilkan kasus untuk disimulasikan. Setelah itu, dua modul bekerja secara paralel: identifikasi faktor risiko yang mengevaluasi risiko skenario yang dipilih untuk masing-masing pemangku kepentingan dan komunitas, serta Transportation Management System (TMS) yang menemukan skema pembagian yang baik dan rute yang berasal dari skema tersebut. Dari TMS, estimasi dampak lingkungan dibuat oleh model tertentu. Alat analisis multikriteria mengumpulkan informasi dari ketiga modul tersebut yang selanjutnya menemukan seperangkat kriteria dan menganalisisnya. Analisis pertama dalam sudut pandang masing-masing pemangku kepentingan, kemudian dalam pendekatan global untuk kepentingan umum komunitas transportasi kolaboratif.
1. Simulator skenario adalah prosedur yang memproses input data untuk menentukan skenario yang akan disimulasikan. Pada level ini, simulator skenario menetapkan operator transportasi yang akan berkolaborasi dan membuat hipotesis tentang bagaimana operator transportasi tersebut mengelola kolaborasinya.
2. Transportation Management System (TMS) adalah alat yang dimulai dari KMS dan simulator skenario, membangun rute untuk setiap operator transportasi yang terlibat dalam sistem transportasi kolaboratif, serta memperkirakan jarak yang ditempuh dan dampak lingkungan dalam hal emisi gas rumah kaca.
3. Estimasi jarak, ongkos, dan dampak lingkungan. Terdapat dua jenis jarak: jarak dalam rute dan jarak akses. Jarak pertama adalah jarak yang ditempuh dari pelanggan/satelit pertama hingga yang terakhir (melewati semua pelanggan/satelit dalam urutan yang ditentukan); jarak kedua adalah jarak yang ditempuh dari depot/satelit ke titik rute pertama dan dari titik rute terakhir kembali ke depot/satelit. Penghitungan jarak tempuh dalam rute dilakukan oleh jarak Euclidean antara masing-masing dua titik rute berturut-turut, tidak termasuk depot/satelit dari rute. Penghitungan jarak akses dilakukan oleh jarak Euclidean antara depot/satelit dan titik rute pertama dan terakhir.
Ongkos rute adalah ongkos tetap (pada dasarnya pengemudi) dan ongkos variabel (panjang, waktu, konsumsi, dan kontaminasi).
- Untuk estimasi waktu perjalanan, kecepatan rata-rata digunakan, dengan nilai yang lebih tinggi untuk akses ke rute, dan nilai yang lebih rendah untuk perjalanan dalam rute.
- Untuk normalisasi kendaraan, setiap ukuran truk setara dengan 1, 1,5, 2, atau 3 mobil pribadi.
- Setelah kendaraan dinormalisasi, tingkat konsumsi dan kontaminasi dihitung menggunakan nilai rata-rata.
Dari jarak tempuh per truk, masalah terkait lalulintas dan lingkungan dapat diperkirakan.
4. Identifikasi faktor risiko dilakukan dengan mempertimbangkan teknologi, alat, dan tingkat penggunaannya, beberapa pilihan harus dibuat untuk mengatur solusi terbaik dari layanan logistik berbagi. Untuk membuat pilihan ini, maka penting untuk merumuskan pertanyaan terkait dengan tujuan dan risiko proyek dan untuk menemukan jawaban yang sesuai. Analisis mendalam tentang risiko yang mungkin dihadapi proyek perlu untuk dibuat.
5. Modul multikriteria. Untuk mengusulkan kerangka kerja evaluasi pendukung keputusan untuk otoritas publik dan aktor swasta, sebuah modul analisis multikriteria disertakan. Pada kerangka kerja evaluasi tersebut, data keluaran dari masing-masing modul disimpan dan diproses untuk menentukan kriteria evaluasi. Pada transportasi kolaboratif, terdapat beberapa jenis strategi keputusan di antaranya:
- Infrastruktur dan berbagi sumber daya dan koordinasi: pada strategi ini, beberapa sumber daya dibagikan dan hanya diikuti oleh kolaborasi transaksional dan informasi. Tidak ada keputusan yang dibagikan dan dikoordinasikan, kecuali yang terkait dengan kemitraan dan perjanjian yang mengatur penggunaan sumber daya bersama.
- Transportasi kolaboratif dengan pengambilan keputusan hirarkis: pada strategi ini, operasi saat ini dikelola oleh masing-masing individu, tetapi proses keputusan strategis dan taktis utama bersifat hierarkis. Secara umum, manajer atau konsultan eksternal bertanggung jawab atas perencanaan dan manajemen strategis dan taktis.
- Transportasi kolaboratif dengan pengambilan keputusan non-hierarkis: jenis kolaborasi ini berbeda dari yang disebutkan sebelumnya, dalam kenyataan bahwa pengguna yang berbeda ikut serta dalam proses pengambilan keputusan. Manajemen strategis pada umumnya dibuat oleh konsorsium semua individu (atau oleh majelis) dan setiap anggota komunitas dapat mengambil bagian dalam fase diskusi dan pengambilan keputusan.
Jika mempertimbangkan jenis kolaborasi dan pemangku kepentingan yang menggunakan kerangka kerja pendukung keputusan, maka serangkaian kriteria dapat didefinisikan. Kriteria ini didasarkan pada Gonzalez-Feliu (2008) dalam Gonzalez-Feliu dan Salanova (2012) dan kemudian diadaptasi pada sistem transportasi barang kolaboratif. Kriteria utama terkait dengan ongkos transportasi individu, dampak kemacetan, dampak lingkungan dan faktor risiko, serta masalah lalu-lintas kolektif dan dampak lingkungan.
13 April 2020
Referensi:
Gonzalez-Feliu, J. dan Salanova, J. (2012): Defining and Evaluating Collaborative Urban Freight Transportation Systems, Procedia – Social and Behavioral Sciences, 39, 172 – 183.
*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.
Download artikel ini:
SCI - Artikel Kerangka Kerja Evaluasi Pendukung Keputusan pada Sistem Transportasi Barang Kolaboratif (770.1 KiB, 155 hits)