Oleh: Arkan Muhammad Faizulhaq
Junior Consultant | Supply Chain Indonesia
Halal Logistik
Logistik Halal (Halal Logistics) merupakan seluruh aktivitas logistik mulai dari pengelolaan pengadaan, pergerakan, penyimpanan, dan penanganan barang jadi maupun setengah jadi, baik makanan maupun non-makanan, beserta aliran informasi dengan mematuhi prinsip umum Hukum Syariah (Nofrisel, 2024).
Peningkatan tren permintaan terhadap halal produk membuat logistik halal diimplementasikan oleh banyak negara seperti Indonesia. Halal dalam konteks logistik memiliki beberapa tahapan dalam implementasinya. Pertama, produk halal yang hanya mencakup proses produksi produk tersebut. Kedua, logistik halal yang mencakup pergudangan, transportasi, dan distribusi. Ketiga, rantai pasok halal (halal supply chain)yang mencakup UKM halal, kebijakan dan standardisasi halal, serta kerja sama halal. Keempat, yaitu logistik halal holistik yang mencakup keuangan syariah (Nofrisel, 2024).
Indonesia sendiri ada di fase produk halal dan logistik halal. Dengan implementasi Undang-Undang No. 33 pada Oktober 2024 mendatang, terbuka peluang bagi seluruh pelaku rantai pasok seperti pelabuhan, bandara, terminal kereta api, pengangkut, operator gudang, 3PL, dan lain-lain untuk terlibat dalam rantai pasok makanan, sehingga membuka peluang Indonesia berada pada tahap rantai pasok halal (halal supply chain).
Prinsip Dasar Logistik Halal
Untuk melaksanakan kegiatan logistik berbasis Hukum Syariah, setiap perusahaan perlu memahami prinsip-prinsip dasar dari halal logistik itu sendiri (Tieman, 2012). Prinsip pertama, perusahaan perlu menjamin kehalalannya dengan memenuhi persyaratan berdasarkan mazhab, fatwa, dan adat setempat. Hal tersebut merupakan dasar utama untuk membangun persepsi dan kepercayaan perusahaan terhadap konsumen.
Selanjutnya adalah risk of contamination, prinsip ini mengacu pada pengidentifikasian dan pengelolaan potensi risiko kontaminasi produk halal selama proses transportasi, penyimpanan, dan distribusi. Kontaminasi dapat terjadi jika produk halal bersentuhan dengan produk non-halal atau bahan-bahan yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kehalalan dalam Islam.
Prinsip ketiga adalah direct contact with haram atau menghindari kontaminasi. Prinsip ini dapat dipenuhi dengan penggunaan ke-masan utama untuk melin-dungi produk dari kotoran dan haram.
Perlu diingat bahwa di negara-negara dengan mayoritas penduduk muslim seperti Indonesia, Pakistan, India, dan sebagainya, ketiga prinsip tersebut perlu untuk dipenuhi. Namun, negara-negara dengan penduduk tidak bermayoritas agama Islam, prinsip risk of contamination dan direct contact with haram menjadi batas minimal dari logistik halal (Tieman, 2012).
Konsep Rantai Pasok Halal(Halal Supply Chain)
Rantai pasok halal dan logistik halal merupakan dua konsep terkait yang memiliki fokus yang sama, tetapi dengan cakupan yang berbeda. Rantai pasok halal dirancang untuk memastikan produk yang dihasilkan dan didistribusikan memenuhi prinsip-prinsip kehalalan dalam agama Islam. Nofrisel (2024) mengatakan bahwa proses ini untuk memastikan bahwa bahan baku, proses produksi, pengemasan, penyimpanan, dan distribusi memenuhi standar kehalalan dalam Islam.
Oleh karena itu, rantai pasok halal mencakup proses inbound logistics, manufacturing logistics, supply & distribution logistics, dan after sales. Terdapat tiga pihak yang memegang peran dalam aktivitas halal supply chain, yaitu pemasok, manufaktur dan distributor/logistik.
Pemasok memiliki peran dalam pemilihan bibit, penggunaan pupuk, dan kebersihan dari kotoran, serta najis pada proses pertumbuhan sumber daya. Peran manufaktur dalam rantai pasok halal adalah pada sistem pergudangan, pengolahan bahan baku, dan kebersihan proses produksi. Distributor/logistik memegang peran dengan menjaga kebersihan alat transportasi dari najis/haram dan pemisahan produk halal dengan produk lainnya.
Mekanisme Penerapan Logistik Halal
Untuk memahami bagaimana proses halal logistik, sebelumnya perlu untuk mengetahui titik kritis pada proses halal logistik itu sendiri. Secara garis besar, titik kritis pada halal logistik mencakup transportasi, penyimpanan dan penanganan, serta peralatan kerja.
Mekanisme logistik halal melibatkan serangkaian langkah dan prosedur yang dirancang untuk memastikan bahwa produk tetap dalam keadaan halal selama proses transportasi dan distribusi.
Skenario penerapan halal logistik khususnya untuk komoditas makanan dimulai dengan pemilihan peter-nakan dan rumah pemo-tongan hewan bersertifikasi halal. Peternakan berserti-fikasi halal memiliki metode spesifik dan praktik khusus pada proses penyembelihan yang didasari Syariat Islam. Terdapat beberapa organisasi penyedia sertifikasi halal untuk peternakan seperti Islam Services of America (ISA) yang merupakan sertifikasi tertua di Amerika dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk penyedia sertifikasi halal di Indonesia.
Selanjutnya, proses pengemasan dan penyimpanan daging juga dilakukan pada tempat bersertifikasi halal untuk memastikan daging mendapat sertifikasi kesehatan pada uji laboratorium.
Aktivitas pengiriman atau distribusi daging perlu diperhatikan untuk menjaga kehalalan daging tersebut. Pengiriman produk dilakukan dengan menggunakan “halal samak kontainer.” Halal samak kontainer merupakan kontainer dengan prosedur pembersihan dan sterilisasi yang digunakan untuk transportasi bahan makanan atau barang-barang lainnya agar sesuai dengan prinsip-prinsip kehalalan dalam Islam. Penerimaan produk di pelabuhan hingga penyimpanan pada gudang perlu dilakukan pada tempat bersertifikasi halal dan proses inspeksi sehingga status kehalalan produk selama proses pendistribusian dapat diverifikasi dan dikonfirmasi, hingga pada akhirnya produk dapat dikirim ke restoran bersertifikasi halal (Tieman, 2021).
Berdasarkan hal di atas, halal logistik sangat didominasi pada proses distribusinya sehingga hal yang perlu diperhatikan adalah kepemilikan fasilitas yang dapat menjamin suatu produk tidak terkontaminasi oleh produk-produk non-halal. Berdasarkan Jurnal Halal, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan distribusi produk halal (Yasni, 2023), yaitu:
- Infrastruktur khusus untuk makanan halal (gudang dengan area terpisah untuk produk halal dan non-halal).
- Penyimpanan khusus untuk produk halal.
- Kendaraan dan alat muat dengan metode pembersihan tertentu berdasarkan aturan Islam dan prinsip higenis.
Standar dan Sertifikasi Logistik Halal
Berdasarkan The Standards and Metrology Instutute fo Islamic Countries (2020), standar yang mengatur tata cara sertifikasi halal untuk produk-produk yang beredar di negara-negara anggota OIC adalah OIC/SMIIC 17:2020. Standar ini dipublikasikan pada Maret 2020 dan menjadi standar pelengkap untuk sistem manajemen rantai pasok halal. Standar ini terdiri dari tiga bagian, yaitu:
- OIC/SMIIC 17-1:2020 – Sistem manajemen rantai pasokan halal – Bagian 1: Transportasi – Persyaratan umum.
- OIC/SMIIC 17-2:2020 – Sistem manajemen rantai pasokan halal – Bagian 2: Pergudangan – Persyaratan umum.
- OIC/SMIIC 17-3:2020 – Sistem manajemen rantai pasokan halal – Bagian 3: Ritel – Persyaratan umum.
Standar OIC/SMIIC 17:2020 bertujuan untuk mencipta-kan kerangka kerja yang konsisten dan komprehensif untuk sertifikasi produk ha-lal di negara-negara anggota OIC. Ini membantu mempro-mosikan perdagangan dan kepercayaan konsumen dalam produk halal di seluruh dunia.
Yasni (2023) dalam Jurnal Halal menjelaskan bahwa di Indonesia sendiri untuk mendapatkan sertifikasi halal, jasa logistik perlu memenuhi beberapa kriteria berdasarkan Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH), antara lain:
- Kriteria Komitmen dan Tanggung Jawab
- Kriteria Bahan
- Kriteria Proses Produk Halal (PPH)
- Kriteria Produk
- Kriteria Pemantauan dan Evaluasi.
Sertifikasi halal bagi jasa logistik bukan hanya penting untuk memenuhi kebutuhan pelanggan muslim, tetapi juga untuk memperluas pangsa pasar, memastikan kepatuhan terhadap regulasi, dan memperkuat reputasi serta keberlanjutan bisnis perusahaan logistik.
Referensi:
Yasni, Sedarnawati (2023) “Jurnal Halal: Potensi Besar Logistik Halal.” Bogor: LPPOM MUI
Nofrisel (2024) “Catatan Kritis Penerapan Halal Logistik di Indonesia”
Tieman, M., Van der Vorst, J. G., & Ghazali, M. C. (2012) “Principles in Halal Supply Chain Management”. Journal of Islamic Marketing, 3(3), 217-243.
Tieman, M. (2011) “The Application of Halal in Supply Chain Management: In-depth Interviews. Journal of Islamic Marketing,” 2(2), 186-195.
Tieman, M. (2021) Halal Business Management: A guide to achieving halal excellence. Routledge: Oxon
The Standards and Metrology Instutute fo Islamic Countries (2020) “3 New Halal Standards, Halal Supply Chain Management System” diakses pada 30 Januari 2024 melalui https://www.smiic.org/en/content/617
28 Februari 2024
*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.
Download artikel ini:
SCI - Artikel Logistik & Rantai Pasok Halal (147.2 KiB, 485 hits)