Oleh: Dr. Zaroni, CISCP., CFMP.
Head of Consulting Division | Supply Chain Indonesia
Kebutuhan pangan menjadi kebutuhan dasar setiap manusia. Manusia memerlukan pangan untuk kehidupan. Fungsi dasar pangan untuk kesehatan, kelangsungan kehidupan manusia, dan menyediakan sumber energi untuk mendukung manusia dalam melaksanakan aktivitas. Tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa ketahanan pangan akan menentukan ketahanan suatu bangsa.
Dalam perkembangan budaya dan peradaban manusia, sumber pangan bervariasi. Pangan diperoleh dari hasil pertanian, perikanan, perkebunan, dan proses pengolahan manufaktur. Penyediaan pangan yang sehat, higienis, halal, dan mencukupi sesuai kebutuhan manusia menjadi perhatian pemerintah. Kebutuhan pangan mengikuti jumlah populasi penduduk, gaya hidup, sosial dan keagamaan, tingkat pendapatan, dan selera individu.
Nilai ekonomi dari kebutuhan pangan sangatlah besar. Penyediaan pangan melibatkan banyak ecosystem dari berbagai sektor ekonomi. Kontribusi sektor ecosystem penyediaan pangan terhadap GDP di Indonesia hampir 60%. Sektor kontribusi penyediaan pangan tidak hanya dari sektor pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, kelautan, dan industri manufaktur pengolahan pangan, namun melibatkan juga sektor transportasi, pergudangan, perbankan, riset, dan perdagangan.
Pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan pangan pun masih besar. BPS (Maret 2016) mencatat, rata-rata belanja pangan dari sektor rumah tangga untuk wilayah pedesaan (rural) mencapai 55,8%. Sisanya sebesar 44,2% untuk belanja bukan pangan. Sementara untuk wilayah perkotaan (urban), rata-rata belanja pangan dari sektor rumah tangga mencapai 44,6% dan sisanya 55,4% untuk belanja bukan pangan. Secara agregrat rata-rata belanja untuk pangan mencapai 48,7% dan sisanya untuk belanja bukan pangan 51,3%.
Penyediaan pangan dalam jumlah yang tepat, mutu yang baik, ketersediaan pangan yang menjangkau semua penduduk Indonesia di mana pun berada, dan dengan harga yang terjangkau menjadi tantangan semua stakeholder pangan, baik pemerintah, dunia usaha dari BUMN dan swasta, maupun pihak-pihak lain.
Supply Chain Ecosystem Pangan
Logistik berperan penting dalam penyediaan dan distribusi pangan, mulai dari sektor hulu sampai hilir, yang menjangkau ke rumah tangga dan setiap individu. Sistem logistik pangan mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pengadaaan pangan, transportasi, pergudangan, distribusi, teknologi, aliran informasi, dan aliran uang, dari penyedia pangan sampai pengguna akhir.
Penyedia pangan terdiri dari petani, peternak, perkebunan, perikanan, dan manufaktur industri pangan. Distribusi pangan meliputi pedagang, distributor, pengelola gudang pangan, dan perusahaan transportasi pangan.
Sistem logistik pangan akan memastikan penyediaan pangan ke rumah tangga dan setiap individu dalam memenuhi kebutuhan pangan secara tepat kuantitas, tepat kualitas, tepat waktu, dan biaya logistik distribusi pangan yang paling efisien. Sistem logistik pangan juga akan menjamin tidak ada kelangkaan pangan dan disparitas harga yang tinggi antardaerah. Utamanya untuk jenis pangan kebutuhan pokok.
Pemerintah telah menetapkan kebutuhan pokok pangan menurut Peraturan Presiden No. 71/2015 yang dikelompokkan sebagai berikut:
- Kebutuhan bahan pokok pangan hasil pertanian: beras, kedelai bahan baku tahu dan tempe, cabe, dan bawang merah.
- Kebutuhan bahan pokok pangan hasil industri: gula, minyak goreng, dan tepung terigu.
- Kebutuhan bahan pokok pangan hasil peternakan dan perikanan: daging sapi, daging ayam ras, telur ayam ras, dan ikan segar yaitu bandeng, kembung, dan tongkol/tuna/cakalang.
Perbaikan sistem logistik pangan perlu menjadi perhatian bersama. Pemahaman supply chain ecosystem pangan akan membantu dalam melakukan perbaikan sistem logistik pangan. Penyediaan pangan sampai ke setiap rumah tangga dan individu membentuk supply chain yang sangat kompleks. Setiap pihak yang terlibat dalam supply chain saling berinteraksi yang memengaruhi kinerja supply chain pangan.
Secara garis besar, supply chain pangan melibatkan pihak-pihak:
- Supply chain pangan melibatkan institusi pemerintah sebagai regulator, pelaku usaha, perguruan tinggi, lembaga riset dan pengujian, penyedia benih, pupuk dan pestisida, perbankan, MUI, dan organisasi publik.
- Infrastruktur dan sumber daya, yang meliputi: pelabuhan, jalan raya, stasiun, dan energi.
- Layanan delivery, mencakup penyedia jasa logistik, perusahaan transportasi, distributor, pengelola gudang pangan, cold chain, dan sistem ICT logistik.
- Service chain, mencakup pemasok (petani, peternak, dan nelayan), perusahaan industri pengolah makanan, pengepakan, dan retailer.
Setiap pihak yang terlibat dalam supply chain pangan perlu berbagi peran dengan kejelasan service level dan indikator keberhasilan pihak masing-masing. Tolok ukur keberhasilan kinerja supply chain pangan sejatinya sederhana, yaitu kelancaran penyediaan, distribusi pangan yang menjangkau ke rumah tangga, dan individu dengan biaya logistik yang paling murah.
Peluang Perbaikan
Tantangan utama penyediaan pangan adalah ketersediaan pangan dan harga pangan yang terjangkau untuk memenuhi kebutuhan pangan semua penduduk Indonesia. Logistik berperan penting terhadap kedua tantangan tersebut.
Ketersediaan (availability) bahan pokok pangan dalam jumlah yang tepat dan mutu pangan yang baik memerlukan perencanaan dan pengendalian sistem logistik pangan yang terintegrasi. Beberapa daerah mengalami kekurangan bahkan kelangkaan bahan pangan tertentu. Sementara di daerah lain mengalami kelebihan persediaan bahan pangan. Perbaikan sistem logistik bahan pokok pangan mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian logistik bahan pokok pangan.
Perencanaan logistik mencakup perencanaan bahan pokok pangan, desain sistem distribusi, moda transportasi, dan pergudangan. Perencaanan bahan pokok pangan dimulai dari pemetaan supply dan demand bahan pokok pangan. Pemetaan kebutuhan pangan (demand side) dilakukan untuk mengidentifikasi jenis bahan pokok pangan dan estimasi kebutuhan setiap jenis bahan pokok pangan di suatu daerah. Pemetaan pasokan pangan (supply side) dimaksudkan untuk mengidentifikasi pasokan setiap jenis pangan dan estimasi volume produksi pangan di suatu daerah.
Dari hasil pemetaan supply dan demand pangan akan diperoleh informasi apakah suatu daerah mengalami kelebihan (surplus) atau kekurangan (shortage) bahan pokok pangan. Logistik memberikan nilai tambah untuk mengatasi surplus atau kekurangan bahan pokok pangan. Bila suatu daerah mengalami surplus bahan pokok pangan tertentu, maka bahan pokok pangan tersebut dipindahkan ke daerah yang mengalami kekurangan. Sebaliknya, bila suatu daerah mengalami kekurangan bahan pokok pangan tertentu, maka akan dipenuhi dari daerah lain yang mengalami surplus.
Pergudangan berperan penting untuk mengatasi fluktuasi surplus dan kekurangan bahan pokok pangan. Penetapan jumlah gudang, lokasi gudang, dan standar pergudangan untuk pengelolaan gudang inventory bahan pokok pangan.
Penetapan tingkat inventory bahan pokok pangan yang aman (buffer stock) didasarkan pada parameter utama: lead time dan kebutuhan permintaan. Lead time pemenuhan inventory pangan mulai dari order sampai bahan pangan diterima di gudang. Keandalan transportasi pangan menentukan lead time pemenuhan inventory pangan. Kebutuhan permintaan pangan diestimasi dalam periode tertentu, misalnya 2 bulan.
Pengepakan dan proses handling bahan pokok pangan perlu dilakukan dengan aman untuk melindungi dari kerusakan, kehilangan, dan penurunan mutu pangan mulai dari primary producer (petani, peternak, dan nelayan), industrial producer (perusahaan manufaktur pengolahan pangan), wholesaler, retailer sampai diterima consumer.
Dalam pengelolaan gudang bahan pokok pangan perlu dipertimbangkan kadaluarsa pangan. Bahan pokok pangan merupakan komoditas yang mudah rusak (perishable goods). Standar gudang dan moda transportasi cold chain diperlukan untuk jenis bahan pokok pangan tertentu, seperti ikan dan daging segar. Untuk menjaga batas kadaluarsa pangan, penerapan FIFO (first-in first-out) dalam pengelolaan persediaan bahan pokok pangan mutlak dilakukan. Penggunaan kartu inventory akan memastikan pengawasan inventory pangan masuk dan keluar.
Pada gudang dengan SKUs (stock keeping units) persediaan bahan pokok pangan dalam jumlah besar dan kompleks memerlukan penggunaan sistem aplikasi WMS (warehouse management system). Dengan aplikasi WMS ini akan dapat memonitor persediaan bahan pokok pangan, penerimaan, penyimpanan, picking, dan pengeluaran bahan pokok pangan dari gudang.
Tingkat inventory bahan pokok pangan diupayakan optimal. Tidak overstock atau understock. Overstock bahan pokok pangan akan menyebabkan biaya penyimpanan menjadi besar, modal kerja yang cukup besar, dan risiko bahan pokok pangan rusak. Sementara understock akan menyebabkan kekurangan atau bahkan kelangkaan bahan pokok pangan yang berakibat pada kenaikan harga-harga bahan pokok pangan.
Pengelolaan logistik bahan pokok pangan yang efektif akan menjamin ketersediaan bahan pokok pangan dengan biaya logistik yang efisien untuk ketahanan pangan. Ketahanan pangan dapat diartikan sebagai suatu kondisi dimana terpenuhinya kebutuhan pangan bagi seluruh penduduk. Hal ini tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Logistik berperan penting untuk turut menjaga ketahanan pangan, mengurangi kelangkaan stock pangan, dan disparitas harga bahan pokok pangan.
23 Mei 2017
*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.
Download artikel ini:
SCI - Artikel Logistik Pangan (751.6 KiB, 455 hits)