Oleh: Dr. Zaroni, CISCP., CFMP.
Head of Consulting Division | Supply Chain Indonesia
Model operasi order fulfillment
Pada pembahasan berikut ini diuraikan konsep penting order fulfillment dalam e-dagang yang mencakup model operasi fulfillment center, aktivitas kunci dalam order fulfillment, dan integrasi e-logistics dalam e-commerce.
Order fulfillment merupakan salah satu aktivitas penting dalam e-commerce. Secara sederhana, order fulfillment didefinisikan sebagai proses penerimaan order dari pelanggan sampai pengiriman produk ke alamat yang diinginkan customer. Dalam transaksi e-dagang, order fulfillment ini sering disebut sebagai back-office operations yang melibatkan beberapa aktivitas untuk pemenuhan pesanan customer, seperti pengepakan (packing), pengantaran (delivery), akuntansi, pengelolaan inventory, dan pengiriman (shipping). Order fulfillment sangat terkait dengan front-office operations atau customer-facing activities, seperti advertising dan pengambilan pesanan (order taking) yang secara nyata dapat dirasakan oleh customer.
Turban, Outland, King, et al dalam buku Electronic Commerce 2018, menjelaskan pentahapan dalam proses order fulfillment:
- Customer melakukan order dan membayar atas order-nya;
- Verifikasi pembayaran oleh penjual jika diperlukan;
- Memeriksa ketersediaan stok dan memberikan notifikasi ke customer;
- Menentukan apakah inventory sebaiknya harus diisi kembali atau apakah diperlukan produksi tambahan untuk mengganti pengurangan stok karena pemenuhan order;
- Menentukan lokasi warehouse dimana order tersebut akan dipenuhi. Menginformasikan proses pemenuhan order ke warehouse atau fulfillment center;
- Pengambilan order di lokasi penyimpanan dan pengepakan (pick & pack);
- Pengiriman barang ke customer;
- Penerimaan barang oleh customer;
- Penjual mengelola barang return jika diperlukan.
Proses order fulfillment bisa saja bervariasi, tergantung pada karakteristik produk (seperti jenis, ukuran, kategori perishability, dll), apakah pihak ketiga terlibat dalam proses di warehousing dan pengiriman, apakah model bisnis B2C atau B2B, dan model operasi masing-masing perusahaan. Namun demikian, umumnya model operasi fulfillment memiliki bentuk sebagai berikut (Turban, et al, 2018):
- Engineer-to-order (ETO). Produk dirancang sesuai spesifikasi keinginan customer. Umumnya produk-produk perhiasan menggunakan model operasi ETO.
- Make-to-order (MTO). Produk baru dibuat bila benar-benar ada pemesanan dari customer.
- Assemble-to-order (ATO). Produk dibuat berdasarkan modular, yang dirakit dari berbagai komponen yang tersedia.
- Make-to-stock (MTS). Produk-produk yang standar dan kategori mass-production umumnya diproduksi untuk mengisi stok dalam inventory.
- Digital copy (DC). Copy produk dilakukan dengan cara mengunduh produk-produk dalam bentuk digital dan inventory dihasilkan dari digital master.
Karena umumnya produk-produk yang diperdagangkan dalam e-dagang berupa pakaian, apparel, makanan dalam kemasan, peralatan elektronik, maka model operasi fulfillment dalam e-dagang paling banyak adalah MTS dan ATO.
Sembilan aktivitas dalam proses order fulfillment memerlukan integrasi supply chain. Order fulfillment memerlukan integrasi aliran keuangan (payment), informasi, material, dan komponen, yang memerlukan koordinasi antardepartemen dalam perusahaan dan antarperusahaan yang terlibat dalam supply chain.
Peran warehousing
Warehousing memainkan peran penting dalam order fulfillment, khususnya untuk model MTS atas produk-produk standar. Aktivitas warehousing mencakup:
- Penerimaan barang;
- Penyimpanan barang;
- Pengambilan barang bila order diterima;
- Pengepakan barang;
- Pengaturan pengiriman atau delivery.
Untuk mendukung proses order fulfillment dalam e-dagang diperlukan operasional warehousing yang cepat, akurat, dan fleksibel, dengan biaya yang paling efisien. Dalam beberapa dekade terakhir, teknologi warehousing telah dikembangkan seperti yang dilakukan oleh Newegg, e-dagang elektronik yang sangat besar di AS:
- Hybrid of OPEX perfect pick;
- High-velocity picking menggunakan pick to light;
- Pick to voice;
- Automated print & apply system untuk order dan pengiriman;
- Human Machine Interface untuk sistem visibility dan monitoring;
- Exacta Warehouse Control System (WCS).
Pengembangan dan penerapan teknologi warehousing di Newegg memberikan hasil perbaikan kinerja warehousing yang signifikan sebagai berikut:
- High system throughput: rata-rata 18.000 order per hari selama peak season, 8.000 per hari untuk hari biasa;
- Pengurangan order cycle time menjadi 20 menit;
- High system accuracy;
- Biaya pengiriman semakin murah;
- Security;
- Scalability.
Peran delivery
Sebagai bagian penting dalam order fulfillment model bisnis e-dagang, delivery akan menjadi tahapan penyelesaian transaksi e-dagang. Para pengelola e-dagang menghadapi permasalahan delivery dalam jumlah item banyak untuk alamat tujuan pengantaran yang sangat banyak dan tersebar luas. Umumnya mereka bekerja sama dengan perusahaan kurir seperti Pos Indonesia, JNE, TIKI, J&T, dan lain-lain untuk pengantaran barang.
Tuntutan utama dalam delivery adalah kecepatan (speed). Customer menginginkan barang yang dipesan harus segera diterima dalam waktu secepat mungkin. Saat ini, customer menginginkan waktu pengantaran tidak lagi dalam hitungan hari. Customer menginginkan waktu pengantaran dalam hitungan jam. Standar waktu pengiriman same day delivery telah menjadi hanya beberapa jam (few hours) karenanya, tren kedepan pengantaran menggunakan drone dan robot.
Idealnya, e-tailer mengharapkan pengantaran barang lebih cepat daripada pelanggan mendapatkan produknya melalui pergi ke toko dan melakukan pembelian di sana. Solusi di masa depan adalah pengiriman paket melalui drone yang memerlukan waktu dalam beberapa menit. Drone merupakan pesawat tanpa awak (self-flying vehicle), sama halnya seperti mobil tanpa pengemudi (self-driving car) yang dikendalikan melalui remote.
Di Auckland, New Zealand, di mana lalu lintas cukup padat, penggunaan drone banyak dimanfaatkan untuk pengantaran pizza. Sementara itu, Amazon telah melakukan riset secara intensif penggunaan drone untuk pengantaran paket. Beberapa kendala penggunaan drone untuk pengantaran seperti yang diidentifikasi oleh Black (2014) antara lain aspek legal, teknologi sensor, dan lain-lain.
Senada dengan Black, Mehra (2015) mengatakan bahwa kendala utama penggunaan drone untuk pengantaran paket adalah isu keamanan dan regulasi lalu lintas udara. Lebih jauh Mehra melihat beberapa kendala drone untuk pengantaran paket:
- Keterbatasan berat;
- Keterbatasan jarak tempuh pengantaran;
- Kendala cuaca yang menyebabkan kemungkinan delay;
- Kemungkinan penghentian layanan karena drone merupakan flying machines. Drone bisa jatuh karena kecelakaan, kondisi cuaca, masalah mesin, dan lain-lain.
Mempertimbangkan kendala penggunaan drone untuk pengantaran, menjadi pertanyaan kita, apakah drone tetap menjadi masa depan pengantaran dalam model bisnis e-dagang? Banyak yang menyatakan optimis, lihat misalnya Marsh (2016) dan Wings (2016) yang mengatakan bahwa Google dan US Postal Service telah berhasil melakukan uji coba pengantaran paket menggunakan drone. Demikian juga Amazon yang telah berhasil mengembangkan layanan Prime Air, pengantaran paket menggunakan drone.
Meski demikian, beberapa pengamat pesimis masa depan drone untuk pengantaran paket. Kahl (2016) lebih meyakini penggunaan robot untuk pengantaran paket e-dagang, dibandingkan dengan drone. Robot menggunakan sepeda elektrik untuk pengantaran paket dan grocery. Penggunaan robot untuk pengantaran grocery telah diterapkan di beberapa kota besar seperti di Washington DC, dan di sejumlah negara seperti di Tiongkok dan Switzerland.
Sejumlah tantangan
Order fulfillment diyakini menjadi kunci keberhasilan dalam bisnis e-dagang. Performa order fulfillment yang tidak baik akan memengaruhi kepuasan customer. Beberapa tantangan kerap dihadapi dalam operasional order fulfillment sebagaimana ditunjukkan dalam penelitian Van Landingham (2014) berikut ini:
- Order flexibility. Perubahan dan pembatalan order seringkali terjadi dalam menit-menit terakhir;
- Order accuracy. Keakuratan pemrosesan dan pemenuhan order dalam e-dagang merupakan hal yang penting. Keliru dalam pemrosesan order akan berakibat kehilangan customer;
- Multichannel order management. Saat ini hampir semua perusahaan menyediakan multichannel order secara terintegrasi, yang dikenal dengan Omni-channel;
- Complex distribution. Berbeda dengan offline order, setiap order dalam e-dagang biasanya dalam ukuran kecil dan sangat banyak, sehingga delivery menjadi kompleks.
Ketidakpuasan customer terjadi sebagai hasil dari ketidakakuratan order, proses order yang memerlukan waktu lama, dan skedul pengantaran yang tidak sesuai (Kinnison, 2015). Permasalahan ini umumnya disebabkan oleh perencanaan dan eksekusi manajemen supply chain yang kurang efektif. Beberapa penyebab utamanya antara lain:
- Ketidakpastian dalam permintaan;
- Kesenjangan dalam information sharing;
- Infrastruktur logistik yang tidak memadai;
- Aliran keuangan yang tidak efisien.
Solusi perbaikan
Permasalahan umum dalam order fulfillment adalah ketidakakuratan dalam aktivitas order taking. Karenanya, perbaikan aktivitas order taking perlu dilakukan dan mengintegrasikan aktivitas order taking dengan logistik. Dalam e-dagang, order taking diperoleh melalui e-mail dan webstore.
Perbaikan order taking untuk memastikan proses aktivitas order taking dapat dilakukan dengan lebih cepat, lebih efisien, dan proses pergerakan inventory dapat termonitor setiap saat (visibility). Desain supply chain dalam proses order taking perlu diubah dari linear menjadi hub structure (Turban, et al, 2018). Dalam model hub structure, konektivitas antarpihak dalam rangkaian supply chain lebih pendek.
Demikian juga, kontrol dan koordinasi antarpihak dapat dilakukan lebih efektif. Umumnya, proses order fulfillment dalam e-dagang melibatkan procurement secara global. Karenanya, perlu integrasi global logistik secara efektif. Global logistik melibatkan banyak pihak seperti customs, forwarder, dan shipping line atau carrier antarnegara (cross-border).
Sumber: Digital supply chains (Turban, 2018)
Untuk meningkatkan inventory visibility, perusahaan e-dagang sebaiknya menerapkan Radio Frequency Identification (RFID). RFID merupakan tag technology yang disematkan ke suatu obyek atau item barang. Tag technology ini berisi data lengkap dengan obyek atau item barang yang dapat dibaca oleh RFID reader, kemudian datanya dapat ditransmisikan melalui teknologi wireless gelombang radio. Sejatinya tag ini mirip dengan barcode, hanya informasi yang disajikan lebih banyak. Data dalam tag dibaca secara transmisi gelombang radio yang dapat dijangkau oleh RFID reader dalam jarak 50 feet atau sekitar 15 meter. Dengan RFID memungkinkan proses order taking dapat dilakukan secara collaborative antarpihak dalam collaborative business network.
28 Juni 2018
*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.
Download artikel ini:
SCI - Artikel Order Fulfillment (Bagian 2 dari 2 tulisan) (913.1 KiB, 820 hits)