JAKARTA, KOMPAS – Perpanjangan kerja sama yang dilakukan PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) dan Hutchison Port Holding untuk pengelolaan Jakarta Internasional Container Terminal dinilai tak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
“Kerja sama antara badan usaha pelabuhan dan pihak ketiga hanya bisa dilakukan jika badan usaha pelabuhan mempunyai kosesi dari pemerintah, sementara hingga kini konsesi untuk mengelola Pelabuhan Tanjung Priok belum dipegang oleh PT Pelabuhan Indonesia II,” kata Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok Wahyu Widayat, Rabu (6/8), di Jakarta.
Menurut Wahyu, sejak diberlakukannya UU No 17/2008, pembahasan konsesi telah tiga kali dilakukan. Namun, belum ada titik temu karena Pelindo II mengajukan syarat tak membayar sepeser pun untuk mendapatkan konsesi itu. Konsesi juga berlaku untuk masa waktu yang tidak terbatas.
“Yang berhak mengelola pelabuhan itu adalah negara. Jika sebuah perusahaan mendapatkan konsesi untuk mengelola, tentu harus membayar konsesi kepada negara. Pembayaran konsesi ini berbeda dengan dividen,” kata Wahyu.
Kerja sama yang selama ini dilakukan antara Pelindo dan Hutchison Port Holding (HPH) bisa berjalan sejak 1999 karena saat itu UU Pelayaran yang mengatur konsesi belum ada.
Sementara itu, Direktur Utama PT Pelindo II (Persero) RJ Lino mengatakan, pihaknya melakukan amandemen kerja sama dengan HPH hingga 2039 karena kesempatan emas bagi Indonesia.
Dengan dilakukan perpanjangan lebih cepat, HPH bisa melakukan investasi berupa pengerukan agar kedalaman pelabuhan bisa mencapai 16 meter. Dengan kedalaman hingga 16 meter, kapal-kapal besar berkapasitas 18.000 TEU bisa masuk ke Indonesia.
Sumber dan berita selengkapnya:
Kompas, edisi cetak 7 Agustus 2014