SURABAYA – Masih adanya disparitas harga penetapan tarif tol laut antara perusahaan pelayaran dan ekspedisi muatan kapal laut (EMKL) membuat Ketua DPW Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia Jawa Timur (ALFI Jatim), Henky Pratoko, angkat bicara.
Dia mengungkap jika program tol laut yang digagas Presiden Joko Widodo sejak tahun 2015 lalu ini merupakan sebuah konsep bagus. Apalagi tujuan awal adanya tol laut ini dibuat guna menekan biaya tinggi dalam distribusi sekaligus menurunkan harga komoditas barang khususnya sembako yang terlampau mahal di daerah terpencil atau remote area.
“Seiring berjalannya pemberlakuan tol laut, para pemain di industri ini mulai mengeluhkan kendala-kendala di lapangan. Mulai dari perbedaan harga cukup signifikan antara perusahaan pelayaran dengan perusahaan ekspedisi, hingga masalah transparansi ketersediaan slot,” ungkap Henky.
Beberapa pengusaha menilai jika tarif tol laut untuk pengiriman sembako seperti misalnya dari Surabaya ke Papua masih terlalu tinggi dan berbeda antara satu dengan lainnya. Padahal dengan adanya subsidi dari pemerintah, tarif tol laut seharusnya lebih murah jika dibanding dengan menggunakan jalur pengiriman reguler atau non-tol laut.
“Saya ambil contoh ada pengusaha Surabaya yang rutin mengirim sembako dua kali dalam sebulan. Barang dikirim dari Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya ke Pelabuhan Agats di Kabupaten Asmat dan Pelabuhan Fakfak di Papua Barat. Nah dia mendapati adanya perbedaan antara perusahaan pelayaran dengan perusahaan ekspedisi,” urainya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, ketimpangan harga bahkan bisa mencapai kenaikan sebesar 50 persen. Perusahaan pelayaran mematok tarif dry container sebesar Rp 3.809.500 ditambah biaya stuffing di kisaran antara Rp 3 juta – Rp 3,5 juta ke Pelabuhan Fakfak.
Sumber dan berita selengkapnya:
https://radarsurabaya.jawapos.com/read/2019/09/25/157607/pengusaha-alfi-keluhkan-disparitas-tarif-tol-laut
Salam,
Divisi Informasi