Oleh: Setijadi | Chairman at Supply Chain Indonesia
Tol Laut menjadi salah satu konsep penting pengembangan transportasi laut untuk Indonesia yang merupakan negara kepulauan atau negara maritim. Konsep tol laut perlu dikembangkan dan diimplementasikan agar transportasi laut menjadi backbone sistem transportasi multimoda Indonesia yang terintegrasi.
Konsep Tol Laut diharapkan dapat mewujudkan sistem distribusi barang yang efisien. Dengan menggunakan kapal berkapasitas besar, maka pengangkutan barang akan menjadi efisien. Selain itu, kepastian jadwal pelayaran juga akan mengefisienkan biaya para pelaku logistik.
Dalam implementasi Konsep Tol Laut di Indonesia terdapat beberapa kendala utama.
Pertama, terdapat ketidakseimbangan arus muatan. Arus muatan dari Kawasan Timur Indonesia (KTI) ke barat sangat kurang dibandingkan dengan arus muatan kebalikannya, sehingga dikuatirkan kapal dalam tol laut akan kekurangan muatan dalam pelayaran dari arah timur. Ketidakseimbangan arus muatan ini terkait dengan ketidakseimbangan pertumbuhan wilayah.
Kedua, berkaitan dengan persyaratan penggunaan kapal berukuran 3000 TEU’s, sementara kapal berukuran sebesar itu tidak dimiliki oleh perusahaan pelayaran nasional.
Ketiga, berkaitan dengan kebutuhan pendanaan untuk pengembangan infrastruktur, terutama pelabuhan.
Sebagai lembaga pengkajian dalam bidang logistik di Indonesia, Supply Chain Indonesia (SCI) telah membuat Rancangan Arsitektur Tol Laut Indonesia yang diharapkan bisa menjadi masukan penting untuk salah satu program Pemerintahan Jokowi-JK dalam menurunkan biaya logistik nasional.
Setijadi, Chairman SCI, menjelaskan bahwa dalam rancangan tersebut terdapat tujuh Pelabuhan Utama yang dilewati Jalur Tol Laut, yaitu Pelabuhan Kuala Tanjung, Pelabuhan Batam, Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Tanjung Perak, Pelabuhan Makassar, Pelabuhan Bitung, dan Pelabuhan Sorong.
Ketujuh Pelabuhan Utama tersebut terhubung dengan 67 Pelabuhan Short Sea Shipping (SSS). Pelabuhan-pelabuhan SSS itu terdiri dari beberapa pelabuhan yang pada saat ini masih berbeda-beda kelasnya, yaitu Pelabuhan Utama, Pelabuhan Pengumpul, dan Pelabuhan Pengumpan.
Rudy Sangian, Pakar Kepelabuhanan SCI, menyatakan bahwa pengembangan konsep tol laut harus memperhatikan tiga aspek penting, yaitu geografis, teknis, dan aspek komoditas.
Penetapan pelabuhan dalam tol laut dinyatakan tepat secara geografis jika memperhatikan hinterland potensi daerah, perbandingan total cost of freight antara transportasi melalui darat dan transportasi melalui laut, dan infrastruktur jalan darat.
Secara teknis, pelabuhan dalam tol laut harus memperhatikan gelombang, arus, kedalaman pelabuhan (draft), dan panjang dermaga untuk kapal berkapasitas besar. Selain itu, pelabuhan juga harus memperhatikan ketersediaan quay yard yang dilengkapi dengan peralatan bongkar muat yang mutakhir, container freight station (CFS) dengan konsep cross-docking warehouse, depot empty container yang mempermudah kegiatan stripping & stuffing. Pelabuhan-pelabuhan juga perlu dilengkapi dengan teknologi informasi dan komunikasi yang ditunjang oleh man power yang handal dan dapat melakukan pertukaran data antar pelabuhan yang terkait.
Dari aspek komoditas, pengembangan konsep tol laut harus memperhatikan komoditas potensi daerah setempat yang akan menentukan infrastruktur fisik dan suprastruktur pelabuhan.
Setijadi menjelaskan bahwa Arsitektur Konsep Tol Laut Indonesia tersebut telah mempertimbangkan beberapa kendala atau permasalahan implementasi Konsep Tol Laut.
Berkaitan dengan ketidakseimbangan arus muatan antara barat dan timur, penyeimbangan arus muatan dilakukan dengan penentuan/pemisahan pintu ekspor/impor berdasarkan negara tujuan/asal. Pelabuhan Kuala Tanjung, sebagai pintu di wilayah barat, diperuntukan bagi negara-negara Eropa, Timur Tengah, Asia, dan sebagainya. Pelabuhan Bitung, sebagai pintu di wilayah timur, khusus untuk negara-negara China, Korea, Jepang, USA, dan sebagainya.
Ukuran kapal yang digunakan dalam Jalur Tol Laut bisa disesuaikan dengan memperhatikan ketersediaan kapal, misalnya dengan kapal berukuran 1.700 TEU’s yang dimiliki oleh Pelayaran Nasional. Penggunaan ukuran kapal ini bisa dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan volume muatan.
Pendanaan untuk pengembangan infrastruktur, terutama pelabuhan, diupayakan melalui sinergi pendanaan berbagai pihak karena keterbatasan APBN. Pemerintah perlu mendorong sinergi pendanaan dari BUMN, perusahaan swasta nasional, perusahaan asing, dan pemerintah daerah. Skema Public Private Partnership (PPP) perlu dikembangkan dengan dukungan keberadaan Bank Pembangunan dan Infrastruktur yang digagas dalam Visi & Misi Pemerintahan Jokowi-JK.
Ketidakseimbangan pertumbuhan wilayah, baik ekonomi maupun industri, hendaknya tidak menghalangi implementasi Konsep Tol Laut. Justru implementasi Konsep ini akan menjadi pendorong pertumbuhan wilayah melalui semakin terbukanya akses pengiriman barang, baik ke maupun dari KTI. Selanjutnya, dengan pertumbuhan KTI, maka volume pengiriman barang akan meningkat dan balik mendorong implementasi Konsep Tol Laut.
Implementasi konsep ini harus dilakukan secara bijak dengan melibatkan pelayaran nasional yang selama ini telah berkontribusi membangun dan menjalankan sistem transportasi laut Indonesia. Pelayaran nasional dan pelayaran rakyat harus dilibatkan sesuai dengan perannya masing-masing, baik dalam Jalur Tol Laut maupun Jalur SSS.